"Ibu dulu pengurus Aisyiyah Surabaya. Saya sering lihat ibu pakai baju Aisyiyah pergi bersama teman-temannya, katanya menghadiri pengajian," beber Abdul Rachman.
Tak hanya itu saja. Rata-rata di keluarga Fatiman punya orientasi yang sama dalam menyekolahkan anak-anaknya. Setelah anak-anaknya lulus SD, biasanya melanjutkan SMP dan SMA di Mualimin dan Mualimat di Jogjakarta.
Lalu, kenapa dinamakan Masjid Bahagia? Karena persepsi banyak orang, nama masjid biasanya menggunakan bahasa Arab, seperti Masjid Jami', Al Akbar, Al Falah, Al Abror, Al Muhajirin, Al Furqon, dan masih banyak lagi.
Rachman mengaku tidak tahu persis kenapa memilih nama bahagia itu. Karena sebelumnya masjid itu tidak ada namanya. Tak satu pun papan nama yang dipasang.
"Saya tanya ke orang tua dan bibinya, kenapa kakek milih kata bahagia. Beliau juga tak tahu alasannya. Hanya bilang kalau kakek punya CV Bahagia. Semua usahanya dinamakan bahagia. Tailor Bahagia, Apotik Bahagia. Mungkin karena itu orang-orang menamai Masjid Bahagia," beber Rachman.
Aktivitas di Masjid Bahagia kian hari kian padat. Di setiap peringatan hari besar Islam seperti Hari Raya Idul Fitri, Idul Adha, Tahun Baru Islam, Nuzulur Quran, dan lainnya, masjid tersebut selalu dipadati jamaah.Â
Saking banyaknya jamaah yang datang, tiap kegiatan keagamaan harus digelar sampai ke luar, menutup sebagian jalan. Seperti saat bulan puasa Ramadan, Masjid Bahagia dipakai untuk salat tarawih. Juga ketika digelar salat Id.Â
Agus Santoso, warga Pandean Gang I, punya kenangan tersendiri di Masjid Bahagia tersebut. Semasa kecil, dia kerap ikut salat tarawih di sana.
"Selain menyediakan takjil, di masjid itu juga menyediakan nasi bungkus untuk buka puasa. Jamaahnya full, sampai meluber ke jalan," tutur pria yang dipercaya sebagai juru pelihara Sumur Jobong.
"Nah, kalau malam likuran (sepertiga terakhir bulan Ramadan, red), yang ikut salat tarawih di Masjid Bahagia juga diberi angpao. Saya dan teman-teman waktu itu tak pernah melewatkan," timpal Agus, lalu tersenyum.