"Saya sempat menghubungi salah satu kepala dinas di pemkot untuk melayangkan protes. Namun ya tidak direspons sampai proyek ini selesai," timpal dia geram.
Kini, agenda revitalisasi itu bakal dimulai kembali. Dimulai dari kerja bakti lagi di Makam Belanda Peneleh. Hanya saja sekarang tim Begandring sudah menyodorkan revitalisasinya.
Sampai sekarang saya belum melihat kesuksesan Pemerintah Kota Surabaya mampu menghidupkan kawasan-kawasan bersejarah menjadi ikon kota yang membanggakan.
Jika menyebutkan Tunjungan, saya melihat justru peran masyarakat yang lebih besar dalam menghidupkan kawasan itu. Tunjungan Romansa yang dilaunching Pemerintah Kota Surabaya jauh setelah adanya para pelaku bisnis food and beveregas (F&B) di sana.
Para pelaku bisnis F&B menyewa toko-toko di Tunjungan yang sudah lama tidak beroperasi. Mereka kemudian menyulap toko-toko itu menjadi kafe dengan desain yang atraktif. Lamat tapi pasti, Tunjungan kemudian menjamur bisnis serupa dengan berbagai kemasan yang ciamik.
Kekhawatiran ini juga bisa berkaca dari Kya-Kya Kembang Jepun. Setelah tiga bulan beroperasi, destinasi kuliner itu tidak kelewat diminati masyarakat. Malah kecenderungannya makin layu. Beberapa pelaku usaha sudah tutup.
Peneleh bisa dibilang menjadi ujian selanjutnya. Mampukah Pemerintah Kota Surabaya menyulap kawasan tua ini menjadi ikon wisata heritage? Kita lihat saja nanti. (agus wahyudi)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H