"Iki rapat temenan, rek. Gak main-main. Panganane wes tak toto. Wes ndang merene. (Ini rapat sungguhan, rek. Tidak main-main. Makanannya sudah ditata. Sudah segera ke sini, red)," begitu ajakan berseliweran dari WAG. Â
***
Saya datang sekira 15 menit setelah acara dimulai. Perjalanan dari rumah ke Lodji Besar tak kelewat lama, butuh waktu sepuluh menitan. Jalanan sama sekali tak padat. Gerimis ringan mengiringi sepanjang perjalanan. Ditambah angin malam yang berasa menusuk balung.
Tiga puluh meter dekat Lodji Besar, saya menyaksikan deretan mobil dinas berplat merah terpakir rapi. Berjejer memanjang di depan Makam Belanda Peneleh. Tepat di depan kafe itu, terlihat puluhan motor menumpuk.
Rasa penasaran saya terjawab. Di Lodji Besar hadir beberapa pejabat Pemerintah Kota Surabaya. Para pejabat senior yang memang saya kenal. Mereka menduduki jabatan strategis yang menentukan arah dan kebijakan Kota Surabaya.
Saking antusiasnya, di antara kami sempat guyonan kalau masalah Peneleh memang urgen dan mendesak. Sampai-sampai "rapat dinas" pun dipindah ke Lodji Besar.
Mereka yang hadir, Irvan Widyanto. Dia menjabat Asisten II. Pejabat yang berpengalaman. Irvan dulu dikenal "Anak Emas" Tri Rismaharini saat menjadi wali kota, selain Eri Cahyadi yang sekarang menjabat wali kota Surabaya.
A. Hermas Thony, Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya. Politisi Partai Gerindra. Dikenal sebagai anggota dewan yang nyentrik dan sering terlihat cangkrukan di warung kopi. Thony adalah politisi senior, dua periode menjabat sebagai anggota legislatif.Â
Yusuf Masruh, Kepala Dinas Pendidikan. Pejabat senior yang sudah malang melintang menduduki jabatan di Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Sangat berpengalaman di dunia pendidikan.Â
Musdiq Ali Suhudi, Kepala Badan Pendapatan Daerah. Dia sejatinya ahli planologi. Memiliki kompetensi merancang wilayah dan perkotaan. Cukup lama menjabat kepala dinas Lingkungan Hidup.