Naluri jurnalis saya tergerak. Saya mencari informasi. Event macam apa yang digelar di Balai Pemuda. Â Belakangan saya tahu event ini diberi tema Chochodays.Â
Event-event seperti ini sejak dua tahun lalu vakum. Penyebabnya karena pandemi covid-19. Balai Pemuda harus steril dari pengunjung. Hingga dibuka  kembali dengan menerapkan protokol kesehatan ketat, kemudian setengah ketat, dan sekarang sudah sangat longgar.
Di Chochodays ada pertunjukan teatrikal cosplay kabaret. Lokasinya di Gedung Utama Balai Pemuda, gedung yang kerap dijadikan pertunjukan seni dan budaya. Saat itu, di depan Gedung Utama di-setting bak menonton konser. Di depannya dipasang barikade sebagai jalur masuk penonton.
Keterangan yang dirilis panitia, pertunjukan kabaret ini mengangkat cerita serial Demon Slayer/Kimetsu no Yaiba. Ada 30 orang cosplayer untuk memerankan karakter Demon Slayer.
Demon Slayer, kabarnya, merupakan salah satu serial paling populer sampai saat ini. Film animasi Demon Slayer: Mugen Train yang ditayangkan pada 2020 lalu, resmi menduduki posisi pertama sebagai film terlaris di Jepang, menggeser posisi film dari Studio Ghibli, Spirited Away.
Untuk melihat teatrikal itu tiketnya Rp 40K per orang. Saya penasaran ingin menonton sekaligus  melihat keriuhan dan kemeriahan acaranya. Karena yang saya dengar dari luar hanya suara musik yang bergema keras. Â
Namun, saya kok "keder" sendiri. Karena saya tak memakai kostum yang unik seperti mereka. Saya hanya memakai kaus Persebaya Official Merchandise, bertuliskan "Wani."
Saya tentu khawatir jika para cosplayer bakal pasang mata sembari membantin, "Lho, iki kok ada bonek kesasar di pesta cosplay?
***
Saya lagi-lagi tersenyum sendiri. Kali ini, saya naik ke food court yang bersebelahan dengan Balai Budaya. Lokasinya tepat di atas tempat parkir kendaraan.
Di food court tersebut ada beberapa gerai yang menjajakan makanan dan minuman. Gerai-gerai tersebut diisi oleh pelaku usaha miko kecil dan menengah (UMKM). Mereka berdagang bergantian. Aplusannya tiga minggu sekali.