Mohon tunggu...
AGUS WAHYUDI
AGUS WAHYUDI Mohon Tunggu... Jurnalis - setiap orang pasti punya kisah mengagumkan

Jurnalis l Nomine Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Borong Penghargaan Proklim, Ini Rahasia Sukses Penataan Kampung di Surabaya

3 Desember 2022   10:54 Diperbarui: 9 Desember 2022   20:39 503
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wali Kota Surabaya menyaksikan pembutan ecoprint di Butik Namira. foto: diskominfo surabaya

Kebanggaan warga Kota Surabaya kembali bertambah. Jelang akhir tahun 2022, Surabaya digerojok penghargaan di bidang lingkungan hidup.

Ini setelah Kota Surabaya memboyong 12 juara dalam Program Kampung Iklim (Proklim) Tahun 2022. Proklim dilaksanakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).

Dengan raihan tersebut,  Kota Surabaya dikukuhkan sebagai juara umum karena dinilai memiliki kampung-kampung dengan banyak melahirkan inovasi dalam upaya pengendalian iklim.

Para pemenang lomba Proklim ini adalah RW-RW di tingkat kelurahan dan kecamatan. Mereka mendapat trofi dan sertifikat dari berbagai kategori yang dilombakan. 

Saking girangnya, Eri Cahyadi (wali kota Surabaya) menyerahkan sendiri  penghargaan itu. Dia menjadwalkan kunjungan ke masing-masing RW yang menang lomba seraya menyampaikan ucapan terima kasih. Sampai akhir Desember semua penghargaan harus telah diserahkan.

Apa yang dilakukan Eri Cahyadi ini memang tak seperti biasanya, di mana setiap ada penghargaan, Pemerintah Kota Surabaya mengumpulkan perwakilan pemenang. Tempatnya di Balai Kota Surabaya atau Graha Sawunggaling.

Sebelum penghargaan Proklim 2022 diberikan, Kementerian LHK telah menerjunkan tim juri untuk melakukan survei lapangan dan penilaian. Mereka melakukan interview mendalam dengan tokoh dan penggerak kampung yang terpilih masuk nominasi.    

Salah satu yang datang ke Surabaya adalah Prof. Dr. Siti Zuhro MA. Yang menjabat Dewan Pengarah Proklim. Salah satu yang dikunjungi adalah RW 05 Kelurahan Kedung Baruk.

Di kampung ini, warga berinovasi dengan membentuk Kelompok Wanita Tani (KWT), Rumah Kompos, Namira Ecoprint, Bank Sampah, dan Rumah Pompa Polder.

Zuhro sempat mendatangi Butik Namira Ecoprint. Melihat proses pembuatannya. Di mana semua bahannya dari alam dengan motif yang berasal dari daun, bunga, akar, pohon dan lain-lain.

Sedangkan pewarnaan ecoprint berasal dari batang pohon, juga dari daun atau limbah makanan. Ditambah dengan bahan-bahan yang bisa dipakai untuk jamu tanpa bahan pengawet.

"Senang sekali melihat baju-bajunya. Saya sangat suka. Saya dulu sering diberi Bu Risma (Tri Rismaharini, sekarang Mensos RI) baju-baju ini," tutur Zuhro, yang kemudian memborong beberapa produk ecoprint.

RW 09 Kelurahan Rungkut Kidul juga tak kalah. Di kampung ini menciptakan berbagai inovasi. Di antaranya, Kedai UMKM, RO Air Siap Minum, Embung Taman Prestasi, Kebun Buah Naga, dan Crab House atau Rumah Penggemukan Kepiting.

Semua kreasi tersebut kini telah dinikmati warga setempat. Mereka telah mendapatkan penghasilan dari usaha yang dijalani. Bahkan tempat mereka kini jadi jujugan warga di daerah lain untuk ngangsu kawruh (mencari ilmu).

Rumah Penggemukan Kepiting di Kelurahan Rungkut Kidul. foto: diskominfo surabaya
Rumah Penggemukan Kepiting di Kelurahan Rungkut Kidul. foto: diskominfo surabaya

***

Saya perlu menyebut dua nama ini: Bambang Dwi Hartono (karib disapa Bambang DH) dan Tri Rismaharini. Keduanya bisa dibilang menjadi peletak dasar perbaikan lingkungan di Surabaya.

Bambang DH maupun Risma sama-sama pernah menjabat wali kota Surabaya. Keduanya bahkan pernah mengguncang jagad perpolitikan di Tanah Air. Ini setelah menjabat dua periode sebagai wali kota, Bambang DH dicalonkan PDIP menjadi wakil wali kota mendampungi Risma. Duet Risma-Bambang akhirnya memenangi kontestasi pemilihan wali kota (pilwali) 2020.

Pasca pilwali di Surabaya, Pemerintah kemudian menerbitkan aturan dalam UU Pilkada yang melarang adanya kepala daerah menjabat tiga periode. Termasuk larangan mencalonkan lagi menjadi wakil kepala daerah.

Bambang DH naik menjadi wali kota menggantikan Sunarto Suwoprawiro (Cak Narto) yang di-impeachment tahun 2022. Keputusan itu diambil dalam sidang paripurna DPRD Surabaya.

Awal menjadi wali kota, Bambang DH dihadapkan masalah-masalah kota yang serius. Satu di antaranya urusan sampah, banjir, pedagang kaki lima (PKL), dan permukiman liar.

Tapak demi tapak Bambang mengurai masalah perkotaan yang complicated tersebut. Tentu saja reaksi dan resistensi bermunculan. Terutama bagi mereka yang merasa kepentingannya terganggu. 

Salah satu gebrakan besar Bambang DH adalah membongkar bangunan liar di stren Kali Jagir Wonokromo. Kebijakan yang dianggap tak populis itu nyatanya mampu mengerek nama Bambang DH menjadi kepala daerah yang berani dan tegas. 

Tak hanya itu, Bambang juga melakukan gebrakan memperluas ruang terbuka hijau (RTH). Ketika itu, Risma ditempatkan menjadi Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan.

Bambang DH memberi keleluasaan Risma untuk berinovasi. Kemudian lahirlah kebijakan-kebijakan yang strategis yang diapresiasi masyarakat Surabaya.

Seperti halnya tidak memperpanjang izin operasional sejumlah pom bensin (SPBU). Bekas lahan pom bensin tersebut kemudian disulap menjadi taman yang hijau nan asri.

Menurut Risma, kota harus memiliki ruang terbuka hijau yang memadai. Setidaknya 40 persen dari luas wilayah kota. Hal tersebut untuk mendorong keseimbangan hidup warga kota yang rentan penat dan stres akibat pekerjaan dan hiruk pikuk kota.

Taman-taman kota di Surabaya pun tumbuh bak jamur di musim penghujan. Yang fenomenal Taman Bungkul. Taman ini telah mendapatkan penghargaan dari PBB. 

Dulunya, Taman Bungkul sangat kumuh dan gersang. Risma mengubahnya menjadi taman modern yang hingga sekarang jadi jujugan warga Surabaya maupun warga luar kota.

Ada satu cerita menarik saat Risma getol membangun taman kota. Ketika itu, Risma pernah mengalami kesulitan pengadaan pupuk akibat pendanaan yang terbatas.

Risma kemudian memanfaatkan kotoran manusia untuk diolah menjadi pupuk. Bahan-bahan itu banyak diperoleh dari beberapa pom bensin yang ditutup. Pemberian pupuk tersebut dilakukan malam hari karena Risma tak ingin mengganggu warga.

Berbagai sarana olahraga juga disediakan seperti lapangan futsal, fitnes, dan sebagainya. Di masa Risma telah dibangun 39 lapangan futsal, 19 lapangan sepak bola, 51 lapangan basket, 65 lapangan voli, 7 lapangan bulu tangkis, 2 lapangan tenis dan 4 arena panjat tebing. Semua lapangan tersebut dibangun di atas lahan milik Pemerintah Kota Surabaya.

Kelompok Wanita Tani yang menanam sayuran. foto: diskominfo surabaya 
Kelompok Wanita Tani yang menanam sayuran. foto: diskominfo surabaya 

***

Baik di era Bambang DH maupun Risma, Surabaya dikenal menjadi kota yang hijau. Taman-taman tematik dibangun dan bisa dimanfaatkan warga secara cuma-cuma.

Penataan lingkungan di Surabaya terlihat nyata. Bahkan bisa dibilang perubahannya sangat radikal. Bukan hanya di jalur-jalur utama dan tengah kota, tapi juga di kampung-kampung.

Event-event yang mendorong pelibatan dan partiisipasi masyarakat agar peduli kepada lingkungan digelar. Di antaranya Surabaya Green and Clean dan Merdeka dari Sampah.

Setiap penyelenggaran dua event itu, kampung-kampung pasti heboh. Mereka berlomba-lomba menyajikan inovasi dan kreativitas. Makanya, jangan pernah heran jika kampung-kampung di Surabaya dikenal atraktif.

Ketika Risma mendapat penghargaan internasional Lee Kwan Yew Word City Prize, tahun 2018, salah satu dasar penilainnya adalah peran serta warga membangun kota, terutama yang tinggal di perkampungan.

Ada beberapa catatan yang bisa dicermati dari kebijakan Pemerintah Kota Surabaya dalam menata kampung. Pertama, adanya perubahan mindset. Bahwa warga harus disadarkan untuk peduli terhadap lingkungannya.

Kebijakan itu bukan cuma bersifat instruktif, tapi juga teladan yang diwujudkan dengan kemauan pemimpinnya turun ke bawah. Dalam konteks tersebut, langkah Bambang DH dan Risma bisa dicontoh. Mereka berbaur dengan warga melakukan kerja bakti massal yang dilakukan bukan hanya di momen-momen tertentu seperti HUT Kemerdekaan RI atau Hari Pahlawan.

Kedua, mengokohkan mentalitas warga tentang arti penting menjaga dan merawat lingkungan. Di mana hasilnya bisa menciptakan masyarakat perkotaan yang layak ditinggali, menjaga kampung, serti meningkatkan perekonomian melalui program Kampung Unggulan.

Ketiga, menciptakan keunikan dan karakteristik. Surabaya diakui sebagai kota yang unik dan memiliki karekteristik yang berbeda dengan kota-kota lain di dunia. Keunikan itu bisa dilihat dari perkampungan Surabaya yang memiliki struktur tematik yang beragam.

Pembenahan perkampungan seperti saluran, paving akses pelayanan taman baca, lapangan olahraga, boarding learning center (BLC), dan pelayanan kesehatan puskesmas tersedia di dalam kampung.

Jika ke Surabaya, Anda pun bisa mengunjungi kampung-kampung tematik. Ada Kampung Lontong, Kampung Herbal, Kampung Kue, Kampung Tempe, Kampung Sepatu dan masih banyak lagi.

Hingga kini, kampung-kampung di Surabaya masih terus bergeliat. Generasi dan tokoh baru lahir. Di antara mereka ada mengusung ide dan gagasan untuk ingin menjadikan kampung mereka berbeda dengan kampung yang lain.

Sebagai warga, saya hanya bisa menunggu kejutan-kejutan baru lainnya yang bakal lahir dari kampung-kampung di Surabaya. (agus wahyudi)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun