Beberapa hari lalu, saya berkunjung ke Arsyadina, usaha mikro kecil menengah (UMKM) di Surabaya. Ini setelah hampir dua tahun saya tidak bertemu dengan seorang kawan lama, M. Arif Sayfuddin, pemilik usaha tersebut.
Saya surprise melihat banyak perubahan di konveksi yang didirikan sejak 2012. Usaha yang dirintis dari nol dengan perjuangan yang berat, terutama saat masa pandemi covid-19.Â
Awalnya, Arif mengontrak rumah di Jalan Simo Tambakan. Sebelum sewanya habis, Arif lantas membeli sebidang tanah yang lokasinya tak jauh dari bekas kontrakannya, yakni di Jalan Simo Sidomulyo.
Tanah yang dibeli Arif tersebut luasnya 8x21 meter persegi. Berada di lokasi lumayan strategis. Dekat dengan Apartemen Gunawangsa Tidar, di belakang Polsek Sawahan, Surabaya.
Dari tanah itu, Arif kemudian membangun workshop. Pembangunan dilakukan tahap demi tahap. Dari satu lantai kemudian bertambah menjadi dua lantai. Awal bulan ini, Arif menyelesaikan pembangunan lantai tiga. Tinggal tahap finishing.
Bukan cuma itu saja. Peralatan untuk menunjang usaha konveksi jumlahnya bertambah. Dari mesin jahit kecepatan tinggi, mesin potong, mesin obras benang, mesin pelubang kancing, setrika uap listrik, dan lain sebagainya.Â
Beberapa mesin yang didatangkan tersebut sebagian dibeli dari sejumlah pelaku usaha konveksi yang bangkrut. Mereka yang tidak bisa melanjutkan usaha alias tutup lantaran sepi orderan.
Satu lagi yang membuat saya senang dan terharu. Sebelumnya, Arsyadina merekrut dua tenaga dari kaum disabilitas. Mereka tuna rungu wicara. Keduanya diajari menjahit sampai mahir. Â
Tahun ini, Arsyadina merekrut 13 penyandang disabilitas, separo dari total tenaga kerjanya yang berjumlah 26 orang. Jauh melebih ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.
Aturannya, sesuai UU 8/2016 tersebut, perusahaan swasta wajib mempekerjakan paling sedikit 1 persen pekerja dengan disabilitas dari total pekerja. Kalau di Pemerintah, Pemerintah Daerah, BUMN, dan BUMD wajib mempekerjakan paling sedikit 2 persen.