Februari 2020, jagat sepak bola nasional dikejutkan oleh kabar dari Muhammadiyah. Ini menyusul keputusan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur mengakuisisi klub Persigo Semeru FC. Klub sepak bola yang berlaga di Liga 2.
Proses akuisisinya pun tak kelewat lama. Tidak sampai sebulan. Sampai disepakati harga pembelian. Dan hingga sekarang tidak dipublikasikan berapa besarnya pembelian klub tersebut.Â
Bisa dibilang, pembelian klub sepak bola itu merupakan yang pertama kali dilakukan oleh organisasi keagamaan tertua di Indonesia ini.Â
Dari akuisisi tersebut, nama Persigo Semeru FC berganti menjadi Persigo Semeru Hizbul Wathan (PSHW).
Pada Kongres Biasa PSSI, 29 Mei 2021 lalu, nama klub bola tersebut disahkah menjadi Hizbul Wathan FC (HWFC). Sekaligus pengesahan klub berjuluk Laskar Matahari itu sebagai anggota PSSI.
Pemberitaan akuisisi klub sepak bola oleh PWM Jawa Timur pun meluas. Berbagai spekulasi, analisis, dan opini juga bermunculan. Ada pro, ada pula yang kontra.
Yang mendukung menganggap langkah Muhammadiyah sangat cerdas. Setidaknya untuk menguatkan dakwah kultural yang selama ini dinilai butuh sentuhan lebih banyak.
Dan yang pantas dicatat, keikutsertaan Muhammadiyah di pentas persepakbolaan nasional sejatinya bukan hal baru. Karena Muhammadiyah seperti kembali ke rumah besar.Â
Banyak tokoh Muhammadiyah sebagai perintis awal sepak bola. Mendirikan Persatuan Sepakraga Seluruh Indonesia (PSSI). Ada Ir. Soeratin Sosrosoegondo, Abdul Hamid, dan lainnya.
Yang kontra mempertanyakan seberapa efektif langkah Muhammadiyah berkiprah di dunia sepak bola. Mereka menganggap Muhammadiyah sebaiknya fokus pada bidang pendidikan, kesehatan, dan amal usahanya.
Termasuk kecemasan mengelola bisnisnya. Muhammadiyah sudah teruji membangun dan mengelola rumah sakit, sekolah, universitas, panti asuhan, tapi belum berpengalaman mengelola bisnis di sepak bola.
Muhammadiyah menganggap wajar munculnya pro dan kontra tersebut. Seperti halnya organisasi itu selalu membuka diri dengan kritik.Â
Muhammadiyah memilih fokus mempersiapkan tim. Gerak cepat dilakukan. Membentuk kepengurusan, menunjuk pelatih, menyiapkan sarana latihan, sampai rekrutmen pemain.
Sebab, jadwal Kompetisi Liga 2 2020 saat itu sudah sangat mepet. Hingga PSHW menjalani laga perdana melawan Persijap Jepara. Itu satu-satu pertandingan resmi yang dilakoni PSHW karena kompetisi kemudian dibubarkan akibat pandemi covid-19.
***
Maret 2021, Raffi Ahmad mengakuisisi klub Liga 2, Cilegon United. Kemudian namanya diubah menjadi Rans Cilegon FC. Kabar itu pun melesat bak roket. Artis papan atas Indonesia itu akhirnya mewujudkan mimpinya: memiliki klub sepak bola.
Sebelum mengakuisisi klub, Raffi sudah memberikan sinyal. Seperti yang ditayangkan di Youtube channel Selebritis FC. Di mana Raffi sering main bola bareng artis dan selebritis lain. Posisinya sebagai penjaga gawang. Dia juga kerap ikut uji coba.
Ketika itu, tercetus ucapan dari Raffi. Jika sepak bola adalah hobinya sejak kecil. Dia pernah ikut seleksi junior Persib Bandung. Sayangnya, orang tuanya tidak merestui dia berkarir di sepak bola.
Raffi sudah membeberkan kalau dia telah menyiapkan lahan untuk membangun lapangan sepak bola. Tanahnya sudah dibeli. Modelnya semacam sport center. Tak lama, dia pun mengumumkan telah membeli klub sepak bola.
Belakangan, nama Atta Halilintar banyak dibicarakan. Awalnya, dia mau mengakuisisi Sriwijaya FC. Namun diurungkan. Usai Kongres PSSI, Atta mengangetkan publik dengan membeli PSG Pati.
Klub PSG Pati awalnya baru saja diakuisisi oleh Wabub Pati Saiful Arifin, Desember 2020. Nama Putra Sinar Giri Gresik diganti menjadi Putra Safin Group. Hanya sekitar enam bulan, namanya berubah lagi menjadi AHHA PSG Pati.
Selain Raffi dan Atta, Gading Marten juga dikabarkan membeli Persikota. Nama lain seperti Baim Wong dan Rizky Billiar juga dikabarkan akan ikut berinvenstasi di klub sepak bola.
Pun tentu saya ada satu nama lagi yang tak boleh dilupakan, Kaesang Pangarep, putra Presiden Jokowi. Yang sekarang menggenggam 40 persen saham Persis Solo.
Klub berjuluk Laskar Samber Nyawa itu kini disebut-sebut berpeluang besar naik level. Menjadi satu dari empat klub yang diperkirakan lolos ke Liga 1.
***
Kini, banyak kalangan mempertanyakan, apa motivasi para artis membeli klub sepak bola? Apakah bisnis sepak bola begitu menggiurkan dan menjanjikan?
Ada beberapa catatan yang bisa dilihat dari fenomena akuisisi klub sepak bola. Pertama, banyak klub sepak bola yang kelimpungan akibat pandemi covid-19. Baik klub Liga 1, Liga 2, maupun Liga 3. Ini sangat mempengaruhi kondisi keuangan.
Aturan kompetisi tahun ini sangat mempengaruhi kondisi keuangan klub. Di mana klub harus membiayai kebutuhan operasional yang tidak kecil, sementara pertandingan digelar tanpa penonton dengan protokol kesehatan ketat.
Kedua, sumber keuangan klub ada empat. Yakni, pemasukan suporter di pertandingan kandang, sponsorship, owner, serta subsidi dari PSSI.Â
Sebenarnya yang dimaksud subsidi itu adalah fee untuk hak siar, karena pertandingan disiarkan oleh televisi. Tetapi PSSI menyebutnya subsidi. Beda istilah saja.
Selama ini, subsidi yang diterima klub hanya beberapa persen dari total pengeluaran. Dengan pertandingan tanpa penonton tentu akan sangat mempengaruhi kondisi keuangan klub. Sponsor juga berpikir ulang mau mengeluarkan dananya.
Jika subsidi dinaikkan, minimal 100 persen dari sebelumnya, tentu itu agak menolong klub. Sehingga stakeholder bisa menjalankan kompetisi dengan baik dan klub bisa hidup sehat.
Ketiga, mayoritas artis yang membeli atau menanam saham di klub sepak bola adalah mereka yang serius menekuni dunia digital. Raffi Ahmad punya imperium bisnis digital yang menghasilkan pundi-pundi pendapatan yang menggiurkan.
Saat ngobrol dengan Helmy Yahya, Raffi mengaku mampu mengumpulkan sedikitnya Rp 5 miliar per bulan dari adsense saja. Jika ditambah dengan endorse, sebulan dia bisa meraup kisaran Rp 13 miliar lebih.
Raffi dan Atta agaknya sadar jika dia harus memperluas pasar. Memperkuat brand awarness. Dan ceruk paling menjanjikan tentu ada di sepak bola. Yang punya suporter dan segmen pemirsa paling besar dibandingkan cabang olahraga lain.
Anda bisa lihat, mulai rekrutmen pemain sampai uji coba Rans Cilegon FC, sering dibanjiri artis dan selebritis.Â
Ketika kehadiran mereka dikontenkan, viewers-nya pun meroket. Mereka tak butuh waktu lama untuk menggaet jutaan followers.Â
Itu sebabnya, saya tidak yakin kehadiran para artis yang mengakuisisi klub sepak bola itu dianggap hanya sebagai tren sesaat. Seperti tren artis buka usaha kuliner.Â
Fenomena ini bakal terus membesar seperti halnya para artis yang ramai-ramai jadi Youtuber.
Jangan lupa, bisnis bola bisa besar jika setidaknya memiliki komponen ini, yakni fans equity dan social equity.Â
Fans equity adalah kemauan dan kemampuan suporter dalam membeli tiket, merchandise atau hal-hal lain yang berkaitan dengan klub.
Sedang social equity dapat dilihat dari keaktifan suporter keseharian. Baik saat pertandingan maupun di dunia virtual.Â
Saya justru memprediksi sebaliknya. Ke depan, makin banyak artis, selebritis, atau enterpreneur muda yang bakal tergoda terjun ke bisnis sepak bola.
Mereka akan menggunakan ruang kreatif seluas-luasnya. Menjadikan sepak bola bukan sekadar olahraga, tapi juga entertaiment. Sportaiment, begitu banyak kalangan menyebutnya. Sepak bola ke depan dipastikan akan lebih atraktif.
Sebaliknya, klub-klub sepak bola yang tak berbenah dan masih bervisi konvensional bakal terdistrupsi. Dan tak menutup kemungkinan akan banyak lagi klub sepak bola yang diakuisisi.
So, kita lihat saja nanti. (agus wahyudi)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H