Saya punya sahabat karib, seorang konsultan keuangan yang andal. Punya reputasi jempolan. Namanya, Sutie Rahyono. Dikenal juga sebagai praktisi dan trainer kewirausahaan. Pria yang tinggal di Bogor, Jawa Barat, itu juga punya puluhan usaha. Mendorong usaha pedagang kaki lima dan pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM).
Tak hanya itu, Pak Sutie (begitu ia karib disapa) juga dipercaya beberapa artis dan selebritis di Tanah Air sebagai konsultan bisnisnya. Yang banyak orang tidak ketahui, dia juga melatih kewirausahaan para korban terorisme di bawah binaan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Indonesia.
Saya mengenal Pak Sutie karena dia dipercaya sebagai narasumber dalam "Financial Management Workshop Pahlawan Ekonomi". Peserta pelatihannya para pelaku UMKM di Surabaya.
Pak Sutie, mewakili Pusat Pelatihan Kewirausahaan (PPK) Sampoerna. Tiap pekan dia mengajar. Durasinya, sekira dua jam. Materi yang disampaikan sangatlah penting dan menarik. Tak salah bila banyak pelaku usaha yang merasa sayang kalau tidak hadir di pelatihan tersebut.
Dari Pak Sutie, saya mengenal cara mengelola keuangan dengan sebutan pola lima kantong. Pertama, kantong pemasukan. Saya dan istri sama-sama bekerja. Saya bekerja di swasta, istri berstatus sebagai Aparat Sipil Negera (ASN). Ada dua pendapatan yang bisa saya kumpulkan setiap bulannya. Jumlahnya gak berubah jika tidak ada kenaikan gaji maupun tunjangan. Satu pemasukan dari bisnis aksesoris handmade.
Saya dan istri juga punya usaha kerajinan tangan berupa aksesoris. Usaha ini mulai saya jalankan sejak 2010. Kala itu, saya menyisihkan sebagian uang dari gaji saya dan istri untuk modal usaha. Kami pernah menyewa toko di Pasar Kapas Krampung. Usaha yang kami jalani mengalami pasang surut. Tahun 2013, kami tidak memerpanjang sewa toko. Ini menyusul makin menyusutnya jumlah pembeli. Tidak realible lagi. Saya mengandalkan penjualan via online. Â
Kedua, kantong modal dagang. dan event. Saya berusaha tidak mengurangi modal dagang. Bahkan sebaliknya, harus bisa menambahnya. Jangan sampai mengurangi modal dagang. Karena untuk dapat membesarkan usaha harus dapat menambah modal produksi.
Modal dari barang dagangan yang terjual secepatnya saya sisihkan. Saya selalu memastikan agar usaha dapat terjamin adanya modal usaha yang akan digunakan selanjutnya. Setelah mendapatkan pemasukan, saya membaginya menjadi tiga. Yakni, 1/3 pertama disisihkan untuk modal dagang, 1/3 kedua disisihkan untuk pengeluaran kewajiban rutin, dan 1/3 ketiga disisihkan untuk ditabung.
Dalam urusan modal dagang, saya berpandangan lebih baik menyimpan barang dagangan. Sebab, dengan menyimpan barang kita bisa mendapatkan uang. Namun, jika kita menyimpan uang belum tentu kita dapat meningkatkan jumlah uang yang kita simpan.