Hikma Ilmia Fitri menambahkan, perilaku orang datang ke mal memang telah berubah. Sebelumnya, banyak orang datang ke mal karena ingin jalan-jalan, nongkrong, dan memenuhi selera hiburan saja.
"Sekarang mereka datang ke mal dengan tujuan memenuhi kebutuhannya," katanya.
Fitri menyebut beberapa produk yang dijualnya. Sebelumnya baju formal seperti gamis yang paling laku. Ketika pandemi justru model piyama dan baby doll yang laris manis. Penjualannya naik lebih 50 persen.
"Baju rumahan dengan motif kekinian yang paling digemari. Sekarang tidak jarang juga orang ke mal pakai piyama," jlentreh Fitri.
Dia juga menjelaskan kenapa tidak menutup store-nya. "Kita membangun konsumen susah. Memang ada penjualan online. Tapi konsumen kan karakternya macem-macem. Mereka yang tak mau beli online karena ingin barangnya atau ukurannya sesuai harapan," tegasnya.
Butuh Kolaborasi
Masa pandemi yang belum tahu kapan akan berakhir mewajibkan semua pemilik mal berinovasi. Ada beberapa hal yang pantas dipertimbangkan. Pertama, mal harus memiliki konsep outdoor atau ruang terbuka. Hal itu memiliki daya tarik untuk memikat pengunjung di masa pandemi ini.
Kedua, mal dan penyewa ritel harus mau mengurangi keuntungan sepanjang pandemi. pengelolah mal bisa memberikan diskon bagi penyewa ritel atau mengizinkan penyewa mencicil tarif sewa selama pandemi.
Ketiga, promosi di media sosial juga penting digencarkan terutama promosi terkait penerapan protokol kesehatan. Tujuannya untuk meyakinkan pengunjung yang ragu-ragu agar tidak takut lagi datang ke mal.
Keempat, melakukan renovasi layout terutama untuk mengakomodasi sirkulasi pengunjung dan disesuaikan dengan jumlah toko dan ruang terbuka.