Mohon tunggu...
AGUS WAHYUDI
AGUS WAHYUDI Mohon Tunggu... Jurnalis - setiap orang pasti punya kisah mengagumkan

Jurnalis l Nomine Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Kisah Perempuan Single Parent dan Scarf Sutra yang "Terbang" ke Eropa

8 September 2020   16:38 Diperbarui: 8 September 2020   17:01 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wulan Setyasih memamerkan produk buatannya. foto:dok pahlawan ekonomi. 

"Mas, saya butuh hangtag buat produk saya," ujar Wulan Setyasih kepada saya, suatu siang.

"Versi Bahasa Indonesia dan Inggris?"

"Dua-duanya boleh."

Saya lantas meminta penjelasan soal produkya. Dari ukuran, bahan, keunggulan, dan seterusnya. Sehari kemudian, saya mengirim hangtag tersebut. Wulan mendesainnya, kemudian memerbanyak untuk dipakai label beberapa produknya. Di antara di scraf sutra, udeng, kalung, manik-manik, dan kerudung lukis.         

Belum genap sebulan, saya dikabari kalau produknya laku. Ceritanya, dia mengikuti pameran di Surabaya North Quay. Lokasi wisata di Surabaya. Terletak di Pelabuhan Tanjung Perak. Sebelum pandemi Covid-19, banyak kapal pesiar bersandar di sana.  Wulan surprise banyak turis asing membeli produknya. Mereka terbantu mengetahui produk yang dilabel Chawaty Collection dari hangtag-nya.

"Saya gak pandai Bahasa Inggris. Mereka baca hangtag itu. Kalau bayar pakai uang dollar saya siapkan kalkulator untuk menghitung, berapa kalau dikurskan ke rupiah," aku Wulan, lalu tersenyum.

Tak hanya itu, produk Chawaty juga pernah menarik perhatian Yansen Kamto. Pria yang mendapat julukan Bapak Startup Indonesia. Yansen tertarik dengan kualitas scraf sutra Chawaty. Hingga dia membeli 20 scraft sutra berbagai motif untuk dibawa sebagai buah tangan ke Eropa.

Produk Chawaty itu diberikan Yansen kepada para petinggi startup dunia. Seperti saat mengunjungi Station F, kampus, inkubator dan fasilitator startup terbesar di dunia. Yansen yang ditemui Direktur Station F Roxanne Varza dan Kepala Sektor Prioritas Internasional Departemen Keuangan Prancis Gaultier Brand-Gazeau, memberikan scarf sutra bermotif flora burung kepada mereka.

Pun saat di TQ, salah satu tech hub yang didirikan The Next Web yang menjadi poros perkembangan teknologi dan startup terbesar di Belanda, Yansen juga membagikan scraft sutra. Hal serupa juga dilakukan Yansen saat mengunjungi diNUMA, coworking space pertama di Prancis.

Dalam sebulan, Wulan mampu menjual sekira 200 scarf sutra. Selain mendapat customer via online di media sosial dan marketplace, dia juga menjual secara offline di bazar dan pameran.

***

Sebelum menjadi pebsnis, Wulan Setyasih bekerja sebagai penjaga toko di sebuah koperasi. Gajinya tak seberapa. Lantaran tuntutan kebutuhan hidup yang meningkat, dia berpikir untuk menambah penghasilan. Apalagi dia seorang single parent yang menghidupi dua anak perempuan.

Tahun 1998, Wulan lalu membuat produk-produk handicraft. Membat gelang, kalung, dan manik-manik. Belajarnya otodidak. Produk-produknya itu dijual ke teman-teman dekatnya.

Bisnis yang dilakoni Wulan berjalan landai-landai saja. Kalau pun ada peningkatan tidak kelewat signifikan. Pendapatannya bisa dikatakan masih jauh dari cukup. Apalagi untuk mewujudkan cita-citanya yang ingin menyekolahkan dua anaknya hingga lulus perguruan tinggi.

Tahun 2010, Wulan bergabung dengan Pahlawan Ekonomi Surabaya. Di sana Wulan mengikuti berbagai macam pelatihan. Bakat Wulan pun makin terasah. Di sela pelatihan, Wulan melukis. Dia menggambar apa saja yang ada di pikirannya. Aktivitas melukis Wuan itu ternyata menarik perhatian mentor-mentornya. Hngga kemudian mereka menyarankan Wulan tidak lagi membuat kerajinan manik-manik, tetapi berbau lukisan. Karena dunia kerajinan manik-manik pemainnya sudah banyak.

Dengan ketekunannya belajar, Wulan mempunyai ide untuk membuat lukisan di baju muslimah, kerudung, dan tas. Hasilnya pun mulai terlihat. Beberapa produk dibuat. Bermodal cat acrylic berbagai warna, kuas, dan triplek, serta kaca. Setelah dipromosikan ada saja yang membeli. Bila ada pesanan semua lorong rumah penuh. Hingga semua berantakan rumah.

Sehari-hari, Wulan dibantu kedua anaknya dan dua orang asistennya, menyelesaikan puluhan lukisan kerudung lukis pesanan di sebuah ruang di rumahnya berukuran 1,5 x 2 meter. Ketika bisnisnya berjalan, Wulan akhirnya resign dari pekerjaan sebagai penjaga toko.

Karya-karya Wulan mendapat apresiasi. Di antaranya, Pahlawan Ekonomi Award 2012 Kategori Creative Industry, Perhargaan Karya Cipta Adi Nugraha dari Disperindag Surabaya dan Disperindag Jatim.

Untuk menambah varian produk, Wulan kemudian membuat souvenir khas Surabaya. Di antaranya gantungan kunci yang bermodel udeng atau blangkon hingga bergambar Suro dan Boyo.

Wulan yakin, dengan produk baru membuat customer-nya tidak jenuh. Kepada orang-orang yang membantunya Wulan selalu tanamkan lebih bagus kerja sendiri dibanding ikut orang. Minimal mengikuti jejak dia: berwiraswasta.

***

Berbagi tanpa pernah memikirkan balasan. Begitulah yang dilakukan Wulan Setyasih. Ketika dirinya ikut membantu memberdayakan warga eks lokalisasi Dolly.

Wulan punya keinginan itu saat Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini akan menutup lokalisasi yang legendaris tersebut, 2014. Dia ingin memberi secuil kontribusi untuk ikut membantu warga bisa mencari duit secara halal.

Keinginan itu terwujud tahun 2015. Ketika itu, Wulan mendapatkan order membuat batik dalam jumlah cukup besar untuk acara PrepCom3 Habitat III tahun 2016. Nilainya ratusan juta rupiah. Waktu pengerjaan kurang lebih setahun.

Wulan menganggap rezeki tersebut juga untuk kawan-kawannya eks lokalisasi Dolly.  Singkat cerita, Wulan merekrut 52 orang. Dia terjun langsung melatih mereka. Wulan telah mempertimbangkan risiko bakal dihadapi bila memerkerjakan mereka. Pasalnya, warga eks lokalisasi Dolly sama sekali tak punya skill membatik. Terutama jika ada "kecelakaan" yang mengakibatkan produk gagal. Wulan berharap mereka bisa meninggalkan dunia hitam yang menistakan.

Ketika mengerjakan order tersebut, Wulan harus menjaga kesabaran lebih. Pasalnya, banyak di antara warga yang sama sekali tahu prosedur dan perilaku dalam  membatik. Seperti ada yang bekerja sambil merokok, sehingga kain batiknya bolong. Hasil membatiknya belepotan alias gagal produksi.

Alhamdulillah, Wulan bisa menularkan ilmunya. Pekerjaan untuk event internasional itu beres. Bahagianya lagi,10 orang di antara mereka belakangan telah menjadi pelaku usaha dan merekrut orang untuk membantunya . Mereka juga sering dapat order batik cap dari beberapa hotel ternama.

Dalam menjalankan bisnis, Wulan punya pakem, harus bisa memberikan yang terbaik buat customer. Apa pun kondisinya, pelaku usaha wajib optimal memberi pelayanan.

Sekarang, Wulan bisa dibilang sebagai salah satu pelaku usaha di Surabaya yang eksis. Sebulan, dia bisa meraup omzet Rp 20-30 jutaan. Di masa pandemi, usahanya sempat sempoyongan. Namun dia masih bisa bertahan dengan gencar melakukan penjualan online. Seraya berharap wabah ini segera pergi. (agus wahyudi)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun