Saya cukup banyak memotret aktivitas di Surabaya, kurun waktu terakhir. Di masa pandemi Covid-19. Sebelumnya, saya sempat melihat kondisi Hotel Asrama Haji (HAH) Surabaya. Saat mengantar istri yang bertugas jaga malam di sana.
Di HAH dibagi tiga zona, yakni zona hijau, abu-abu, dan merah. Masing-masing zona dipisahkan oleh barikade. Â Berikut disediakan pos penjagaan. Petugasnya dari Satpol PP dan Bakesbang Linmas. Di tempat tersebut dipakai untuk isolasi pasien Covid-19 tanpa gejala. Sebagian besar pasien yang dirawat di HAH sana kaum perempuan. Â Â Â
HAH sanggup menampung pasien sekitar 350 orang. Ketika Surabaya melakukan rapid test dan swab test masal, beberapa waktu lalu, HAH overload. Puluhan pasien baru harus harus mengantre dirawat di HAH seraya menunggu pasien yang lain sembuh dan dipulangkan.
Fakta masih tingginya penyebaran Covid di Surabaya itu tak lepas dari mobilitas warga yang tinggi. Surabaya sebagai kota jasa dan perdagangan jadi jujugan banyak orang. Jumlah penduduk Surabaya yang terdata sekitar Rp 3,1 juta. Namun di siang hari, jumlahnya bertambah menjadi 4,5-5 juta orang.
Pakar Statistik Kresnayana Surabaya menyebut jika Surabaya telah bertransformasi menjadi mega urban dan bersinergis dengan kota-kota yang ada  sekitarnya. Hal ini dipicu makin terbukanya sarana transportasi dari dan menuju Surabaya.
Kata dia, sepuluh tahun lalu, APBD Kota Surabaya hanya Rp 1 triliun. Namun sekarang di atas Rp 10 triliun lebih. Belum lagi nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang kini nilainya Rp 500-600 triliun. Rata-rata pertumbuhan perekonomian Surabaya mulai 2011-2017 sebesar 6,73 persen dengan rata-rata perputaran uang Rp 3 triliun per hari.
Tak hanya itu, Chairperson Enciety Business Consult itu juga menyebut kalau Surabaya juga merupakan kota belajar bagi 400 ribu orang. Sekitar 40 persen mahasiswa yang belajar di kampus Surabaya bukan warga asli Surabaya. Dampaknya, begitu para mahasiswa ini lulus, kultur asli Surabaya ini dapat terbawa sampai ke segala penjuru Indonesia. Ini yang membuat Kota Surabaya bisa makin terkenal dan makin besar.
Jadi, bisa dibayangkan, ketika Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB diberlakukan hingga 30 hari, warga seperti dalam kungkungan. Ruang geraknya mencari penghidupan menjadi terbatas. Sementara tidak ada kompensasi living cost jika mereka memutuskan tidak beraktivitas di luar rumah. Di sisi lain, kebutuhan hidup harus tercukupi. Dapur harus ngebul. Â Â
Fakta inilah yang kemudian memicu ketidakikhlasan. Hingga kemudian melebar pada ketidakpatuhan masyarakat. Semakin dilarang seseorang justru semakian melawan. Dan PSBB pun implementasinya menjadi tidak efektif.
***
Bulan ini, sekolah-sekolah di Surabaya akan buka lagi? Sangat gegabah jika hal itu benar-benar direalisasikan. Masa new normal yang kemudian diganti dengan kebiasaan baru, istilah yang digunakan selama pandemi, belum memberikan jaminan apa pun jika pagebluk Covid-19 ini sudah mereda!