Sudah dua bulan. Mungkin juga lebih. Masa krisis akibat pagebluk Corona (Covid-19). Menyeret mayoritas warga merasakan beratnya menghadapi situasi dan kondisi sekarang. Ekonomi sulit. Banyak karyawan dirumahkan. Yang lain malah banyak yang di-PHK.Â
Yang terakhir, pengetatan makin banyak. Pascapemberlakuan aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Daerah-daerah sibuk mengetati lalu lintas di pintu masuk.Â
Semua orang diperiksa. Kalau tidak memenuhi standar protokol kesehatan langsung diblokade, ditolak masuk. Ojek online (ojol) hanya bisa membawa barang, bukan penumpang. Pemberlakuan jam malam. Yang melanggar diamankan.
Masa krisis juga sangat memukul kalangan pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM). Berharap menikmati "madu" kenaikan omzet di bulan Ramadan dan Lebaran, agaknya harus tertahan.Â
Sekarang bisa bertahan saja sudah bagus. Sembari terus doa, semoga pandemi Covid-19 segera berakhir. Setidaknya pada Juli 2020 mendatang. Seperti diprediksi sejumlah pengamat.
Sepekan ini, saya bareng beberapa orang, melakukan monitoring kegiatan pelaku UMKM di Surabaya. Mewakili komite Pahlawan Ekonomi. Program pemberdayaan ekonomi perempuan yang diinisiasi Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini sejak tahun 2010.Â
Hingga sekarang, sedikitnya 12 ribu orang bergabung di program yang banyak diadopsi oleh pemerintah kabupaten/kota di Indonesia ini. Tahun ini, 999 orang diperoyeksikan menjadi pelaku usaha mandiri.
Biasanya, tiap pekan, digelar pelatihan Pahlawan Ekonomi di Kaza City Mall. Ada pelatihan digital marketing bareng Facebook, financial literacy, maupun pelatihan teknis seperti memasak, membuat kue, menjahit, dan lain sebagainya.Â
Namun hampir dua bulan ini pelatihan dihentikan. Diganti pelatihan online. Melalui live streaming di Facebook. Semua anggota bisa menyaksikan dan belajar secara cuma-cuma alias gratis.   Â
Catatan monitoring, bulan pertama masa pagebluk Corona, benar-benar membuat pelaku UMKM keponthal-ponthal. Kejar target omzet bulanan sangat sulit. Mereka kelabakan menghadapi perubahan drastis.Â
Tiba-tiba muncul pelarangan, aturan baru, dan pembatasan lainnya. Melayani customer harus menaati protokol kesehatan. Mencuci tangah dengan sabun atau hand sanitizer, memakai masker, dan menjaga jarak fisik (physical distancing), dan seterusnya. Â Â
Seorang pelaku UMKM yang omzetnya Rp 50 juta sebulan harus mengembalikan stok bahan baku ke distributor. Ini setelah dia memutuskan menghentikan produksi.
Penyebabnya stok produk jadi masih berjibun. Beruntung distributor tidak keberatan. Membeli kembali bahan baku dengan harga seperti pembelian awal. Bisa berempati di masa sulit tentu sangat membantu.
***
Berupaya menerima keadaan dengan lapang dada. Begitu jalan yang mau tidak mau harus dilakukan. Masuk bulan kedua, cara menghadapi krisis mulai berubah. Mengecilkan keluhan, memerbesar harapan. Lamat-lamat, banyak di antara pelaku UMKM yang mulai menemukan ritme untuk tetap survive.
Ada tiga hal yang menjadi catatan dari UMKM di tengah pagebluk Corona. Pertama, di tengah bencana ternyata menghadirkan peluang. Hal ini juga memungkinkan pelaku usaha baru untuk naik.Â
Di Surabaya, Pemerintah Kota Surabaya mendistribusikan makanan kepada masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Selain sembako, juga pengadaan abon dan kering tempe. Kedua makanan tersebut dianggap cocok di masa krisis dan kaya protein.
Penyediaan abon dan kering tempe tersebut mengerahkan 38 pelaku UMKM. Hingga sekarang sudah menghasilkan lebih lima ton abon dan kering tempe.Â
Penerima makanan itu pekerja migran terdampak pandemi Corona. Antara lain, pembantu rumah tangga (PRT) yang bekerja paro waktu untuk mencuci dan bersih-bersih rumah, tukang sampah lingkungan, tukang becak, tukang parkir dan penjaga masjid.
Kedua, krisis juga melahirkan fleksibilitas. Hal itu bisa dibuktikan dengan cara mereka menangkap peluang  usaha. Menyesuaikan produksinya dengan kondisi yang ada. Seperti pembuatan baju hazmat, masker, maupun APD dikerjakan pelaku UMKM yang aslinya membuat tas, dompet, rajut, daur ulang, fashion, dan lain sebagainya.
Fleksibilitas juga mengharuskan pelaku UMKM adaptif dengan keadaan. Mereka juga dituntut belajar lebih banyak. Bekerja lebih cerdas, lebih produktif dan lebih efektif. Juga mampu mengantisipasinya pekerjaan yang datang tiba-tiba.
Ketiga, munculnya gerakan solidaritas. Munculnya kesadaran pentingnya berbagi dan bertumbuh bersama. Saling tolong menolong, sesuai spirit program Pahlawan Ekonomi. Memberi ruang "bernapas" kepada teman untuk bersama bangkit dari impitan krisis ekonomi.
Cara maupun treatment yang diberikan pun beragam. Di antaranya, membeli produk antarteman sekaligus mengkampanyekan. Ada juga yang mendermakan Facebook Ads, menyediakan laman untuk promosi dan meng-endorse produk teman.
"Gaya baru" UMKM agaknya bisa jadi dorongan untuk tetap berpikir positif. Ini sangat diperlukan. Pasalnya, untuk bertumbuh UMKM butuh penguatan, baik  kualitas dan kuantitas.
Kita pantas prihatin bila kegiatan ekonomi rakyat akhirnya layu lantaran terkendala ketahanan menjalankan usaha. (agus wahyudi)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H