Mohon tunggu...
AGUS WAHYUDI
AGUS WAHYUDI Mohon Tunggu... Jurnalis - setiap orang pasti punya kisah mengagumkan

Jurnalis l Nomine Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Saat Hidup Harus Menepi

28 Maret 2020   01:18 Diperbarui: 20 April 2020   13:23 965
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi foto:mahavirinds.com

Mengambil jeda dalam hidup. Menafakuri diri. Di tengah kepanikan banyak orang. Menghadapi bahaya wabah yang mengancam keselamatan jiwa. Kabar dan komentar berseliweran bak bendungan yang pecah. Meluber, semburat tak beraturan. Menancap dalam alam bawah sadar.  

Kala datang suatu masa. Manusia dipaksa berjarak dengan sesama. Menjauhi saudara, kerabat, maupun sahabat. Menutup pintu-pintu silaturrahim. Membuang kehangatan saat-saat bercengkerama dalam ikatan sedarah. Menyingkirkan keakraban kawan seia sekata.   

Kini, manusia dipaksa mengurung diri dalam ruang-ruang privat. Berhari-hari, berminggu, berbulan-bulan. Menjauhi keramaian. Menghindari kerumunan. Membersihkan semua yang menempel di badan. Mencurigai gelagat setiap orang baru yang datang.

Entah, sudah yang ke berapa kali mendengar keluhan mereka. Sosok-sosok yang diselimuti cemas. Kerisauan melanda setiap saat. Hati yang gelisah tanpa sebab. Bertempur dalam perasaan takut dan harap. Kadang malah mengalpakan adanya qadha dan qadar. Sesuatu yang menjadi ketetapan Sang Khalik.

Sedih. Dan kita tak pernah tahu titik kulminasinya. Sampai di mana ujungnya. Dalam bermunajat terselip doa: Semoga pelangi segera tiba. Menggantikan semua nestapa

***

Tiba-tiba teringat satu momen. Sangat menghibur diri. Bersua kawan-kawan lama. Tertawa dengan cerita-cerita masa silam. Yang konyol, satire, gokil, lucu, dan juga mengharukan.

Seperti diorama kehidupan. Yang bisa diputar berulang-ulang melalui obrolan panjang. Merangsek masuk ke semua lini masa lalu. Hingga kadang hanya bisa tersenyum dan tersipu.

Oh, begitu indah persahabatan.

Seperti oase di tengah padang gersang. Bertemu banyak sahabat yang sungguh melegakan. Menepis dahaga kerinduan dalam satu rentang masa yang panjang.

Sudah tak terbilang, berapa banyak goresan kata-kata yang melukiskan arti persahabatan. Sudah tak terhitung, berapa banyak lagu, sajak, puisi, cerpen, novel, prosa yang bercerita tentang persahabatan.

Seperti kutipan-kutipan yang bertebaran di dunia maya dan dibaca khalayak. Ada yang menyebut sahabat itu seperti bintang. Tak selalu nampak, tapi selalu ada di hati.

Sebagian orang lagi menganggap sahabat terbaik adalah mereka selalu menghampiri ketika seluruh dunia menjauh. Karena persahabatan itu seperti tangan dengan mata. Saat tangan terluka, mata menangis. Saat mata menangis, tangan menghapusnya.

Yang lain menganggap jika sahabat sejati bukanlah mereka yang menyembunyikan kesalahan untuk menghindari perselisihan. Justru karena kasih sayangnya ia memberanikan diri menegur apa adanya.

Ada yang juga yang memberikan arti begini: persahabatan itu kadang-kadang bagaikan Tom & Jerry. Mereka mengusili satu sama lain, menyakiti satu sama lain, tapi mereka tidak bisa hidup tanpa satu sama lain.

Kalangan milenial sering kali memplesetkan lagu Kepompong yang hits dibawakan Idola Cilik. "...Persahabatan bagai kepompong/kadang kepo, kadang rempong.."

Semua tak memungkiri, persahabatan acap kali menyuguhkan beberapa cobaan. Ketegangan dari perbedaan persepsi. Perdebatan yang berujung sakit hati. Namun, banyak orang meyakini, persahabatan sejati harus mampu mengatasi cobaan itu. Bahkan kita harus mampu bertumbuh bersama.

Ah, nyatanya kelewat banyak melukiskan arti persahabatan. Karena sejatinya manusia memang tak bakal mampu hidup sendiri. Seperti saat-saat sepi begini. Dan, saya pun terngiang nasihat bijak Ali bin Abi Thalib:

"Manusia yang paling lemah adalah orang yang tidak mampu mencari teman. Namun yang lebih lemah dari itu adalah orang yang mendapatkan banyak teman tetapi menyia-nyiakannya." (agus wahyudi)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun