Menurut Kresnayana, generasi yang dia sebutkan itu, butuh panduan, peta, dan pendalaman. Mereka kini sedang bergerak dan berolah karya. Mewakili beragam bidang finansial, olah kreatif, sampai yang berkebutuhan khusus. Â Aspirasi dan pandangan kelompok ini memerlukan penyaluran ide dan pola tindakan. Sehingga mereka bisa membuat perencanaan sebelum melangkah.
Stafsus milenial, imbuh Kresnayana, harus jadi mata telinga dan pembuat analisa. Bagaimana seharusnya kebijakan pemerintah memberi ruang yang lempang kepada milenial agar bisa berpartisipasi dan berkontribusi bagi bangsa dan masyarakat. Â
Kata Kresnayana, persoalan terbesar sekarang adalah tidak relevannya pola pendidikan dengan tantangan pekerjaan serta menjadikan kekuatan kreatif milenial.
"Ini saya bilang gagal sambung. Salah mindset. Sebagian besar karena tekanan orang tua. Yang menghargai pekerjaan sebatas pegawai. Sebatas pegawai negeri atau pegawai BUMN. Pilihan bekerja di bidang-bidang yang aman dan tertentu saja," jabar Chairperson Enciety Business Consult ini.
Padahal, realitanya, kebutuhan transformasi terbesar adalah pekerjaan dan peran-peran baru. Yang tidak disiapkan pendidikan dan tidak di-support orangtua dan keluarga. Seperti kebutuhan lahirnya new entrepreneur dalam bidang soisial, pertanian, perikanan, peternakan, serta startup. Ini tidak pernah terjadi karena contoh, teladan, dan harapan orang tua tidak banyak mendukung, memberi support dan memfasilitasinya.
Milenial lahir dan dibesarkan dalam ekosistem berbeda. Perjuangan tidak pernah jadi pertimbangan. Memecah tradisi dan menemukan ruang berkiprah yang baru untuk masa depan sangat miskin dalam perbendaharaan mereka. Celakanya, kondisi pendidikan masih sama: target lulus dengan nilai tinggi.Â
Cita cita jadi pegawai menghambat lahirnya pelopor dan pemimpin baru. Yang mengerti dan memahami kehidupan era informasi dan tantangan hadirnya society 5.0 dan industry 4.0.
Manajemen perubahan tidak dimulai dengan perubahan kurikulum pendidikan dasar dan pengembangan pribadi. Manajemen perubahan butuh kemampuan mendobrak, menerobos, dan membentuk kultur kerja yang sangat beragam spektrumnya, bermodal kompetensi IT, dan menumbuhkan entrepreneurial action.
"Sebagian besar hidup di zona nyaman masa lalu," cetus Kresnayana.
Lantas, sejauh mana efektivitas stafsus milenial masuk istana? Menurut Kresnayana, bekal utama adalah kemampuan membaca dan merefleksikan kebutuhan masa depan Indonesia. Juga kemampuan memberi keteladanan serta menjadikan pengalaman dan kepeloporan.
"Bukti dan teladan sangat penting. Milenial selalu cari jalan dan mencoba hal baru. Jadi butuh inspiratory kepeloporan. Ini juga untuk mendobrak tradisi dan salah anggapan di kalangan milenial," ujar Kresnayana.