"Temenan, aku gak tau njaluk dadi wali kota. (Sungguh saya gak pernah minta jadi wali kota, red)," begitu kalimat yang meluncur dari bibir Risma.
Bagi Risma, jabatan gak boleh diminta. Karenanya, dua kali menjabat wali kota, dia tak pernah mengajukan diri. PDIP sebagai partai mengusung yang mendaftarkan dia ikut kontestasi politik. Hasilnya nyata. Risma terpilih dua periode. Perolehan suara terakhir sangat signifikan: 86,22 persen.
Saya juga mencatat, ketika ramai-ramai Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta 2017. Beberapa elemen masyarakat Jakarta datang ke Surabaya. Merayu Risma agar mau dicalonkan menjadi gubernur DKI Jakarta. Risma tegas menolak. Urusannya sekarang adalah fokus menuntaskan tugas sebagai wali kota Surabaya hingga 2020.
Sebagai pemimpin, Risma punya saham sosial yang besar. Makanya, dia tak merasa beban ketika ada gerakan politik yang memaksa dirinya mundur karena menolak Tol Tengah. Meski pada akhirnya gelombang penolakan itu surut setelah muncul gerakan rakyat yang massif mendukung Risma. Â Â
Tingginya saham sosial itu bisa dilihat dari beberapa survei terakhir. Di mana, dukungan Risma untuk calon wali kota Surabaya periode 2020-2025, bakal  sangat menentukan. Sebab akan dapat modal awal elektabilitas sekitar 10 persen.
So, kini banyak orang menunggu, apakah Risma bakal masuk Kabinet Jokowi Jilid 2? Saya yakin, Risma tak terbebani rumor itu. Nothing to lose. Â Waktu yang akan menjawab. Karena hanya kewarasanlah yang bisa membedakan mana loyang, mana emas di negeri ini. (agus wahyudi)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H