Nur Aini sadar, mengubah kelamnya lingkungan tak semudah membalik tempe goreng. Apalagi urusannya menyangkut kebutuhan perut . Tapi, dia ingin berbuat. Setidaknya memberi sepotong kebaikan.Â
Langkahnya dengan menolong kaum perempuan agar menjauhi perbuatan nista. Dengan begitu, Nur Aini bisa berbuat mencegah kemungkaran. Ketimbang hanya berdoa sebagai manifestasi selemah-lemah iman.
***
Kala menjajal usaha kuliner, Nur Aini menjual kue kering dan kue basah yang dibuat sendiri. Keterampilan itu dimiliki dari belajar ototidak. Modal pas-pasan. Ia memasarkan jajanan ke sekolah, pasar, dan di lingkungan sekitar rumahnya.
Rupiah demi rupiah dikumpulkan. Sebagian ia sisihkan buat biaya produksi. Sisanya, ia tabung dan dipakai membeli peralatan. Selain julakan keliling dan, Nur Aini juga menerima pesanan kue dan nasi kotak. Biasanya untuk acara pengajian, rapat kampung, dan hajatan.
Lamat-lamat, kesibukan Nur Aini mulai meningkat. Terlebih setelah dia kemudian membuka warung di Bangunsari IV. Pembelinya warga sekitar dan mereka yang berada di rumah-rumah bordir. Dari aktivitas itu, Nur tahu kehidupan para PSK. Â
Dari situ, hati kecilnya berontak. Ia ingin mengajak PSK bisa segera mentas dari pekerjaan hina itu. Mencari penghidupan halal dan barokah. Nur Aini kemudian mendekati mereka. Mengajak ngobrol. Menawarkan pekerjaan memenuhi orderan nasi kotak di rumahnya.
Upaya Nur Aini tak berjalan mulus. Para PSK merespons minor. Â "Lha lapo dodolan jajan wong sewengi isok oleh duwek akeh. (Kenapa jualan, lha semalam bisa dapat uang banyak, red)."
Meski kecewa, Nur Aini tak putus usaha. Dia terus melakukan pendekatan. Jika tak ditoleh, ia tak mencoba berprasangka buruk. Mengambil hikmahnya saja. Begitu ia berpikir, seperti nasihat yang disampaikan ustad-ustad dalam pengajian yang pernah diikutinya.
Di mata Nur Aini, hidup di tengah lokalisasi sejatinya memberikan dampak sangat besar. Bukan hanya bagi dirinya dan keluarganya. Tapi juga mereka yang berada di lingkungan sekitar. Betapa tidak, anak-anak yang tak berdosa harus menanggung beban psikologis. Anak-anak yang acap minder mengajak teman-temannya main di rumahnya. Mereka juga kerap menutup-nutupi di mana rumahnya karena malu berada di kompleks lokalisasi.