"Selamat ulang tahun, bidadariku."Â
Cyril.
Sontak, Alia bingung. Gugup. Karena hari itu bukan hari ulang tahunnya. Bergegas ia menghubungi Cyril. Apalagi kalau bukan untuk bertanya soal kiriman bunga itu. Namun, kontak Alia tak jua mendapat jawaban lantaran Cyril menonaktifkan telepon selulernya. Alia makin penasaran, hingga memaksanya menyanggong Cyril di kampus. Alia baru sadar kalau Cyril sengaja menggodanya. Ia teramat ingin mendengar suara dari kepanikan Alia.
Musim semi di Erlangen, 2000. Kota kecil dekat Nurnberg, Jerman. Bulan madu kedua mereka sangat berkesan. Menumpangi Volks Wagen keluaran 1962, 1200 cc, Cyril dan Alia menyisir kota. Jalanan dipenuhi rontokan bunga flamboyan. Menyaksikan panorama nan elok. Pucuk-pucuk cemara dan pinus menjuntai. Berjajar rapi di tepi jalan. Dinding-dinding batu tersusun rapi di gedung-gedung gymnasium. Kokoh dan megah. Rona arsitektur cathedral gothic yang menyejukkan mata. Mantel yang tebal tak cukup mengusir dingin yang menukik tajam.
Kala itu, Alia sempat membeber perasaannya yang dipendamnya bertahun-tahun. Bahwa ia berulang kali bermimpi mendekap seorang bayi. Mendengar ledakan tangisnya.
"Mungil, yang setiap malam mengatar tidurku. Seperti melodi rindu yang indah," tutur Alia, lalu beringsut dalam pelukan Cyril. Cyril tak kuasa menjawab. Hanya tersenyum getir.
***
Emosi Cyril terkerek meninggi. Dia tak menyangka bisa menjadi sangat melankolis.Perasaan yang sebenarnya selalu ingin ia jauhi seperti halnya pria mapan yang sophisticated, berpengalaman dalam hal-hal diniawi.
Yang tak mau bergantung pada keadaan dan menyerahkan nasib. Mengedepankan akal budi dan mampu keputusan yang jitu dalam situasi genting sekali pun.
 "Sungguh, baru sekarang aku benar-benar merasakannya. Sesuatu dalam batin yang terus memenjara," Cyril bergumam. Tangannya masih tetap mendekap buku harian itu.
Cyril yakin takdir bisa diubah. Jikalau manusia bersungguh-sungguh ingin mengubahnya, keniscayaan itu akan tiba. Terus beranjak mencari peluang dan kesempatan. Memersiapkan diri segala sesuatunya, bukan menunggu kesempatan.