Doa penuh kesungguhan terus mengalir dari bibir Eko. Dia kerap menangis sejadi-jadinya. Dia merasakan betapa lemah keberadaan manusia. Apalagi jika menjalani cobaan dan ujian.
Dalam kesyahduan, dorongan batin Eko membimbingnya agar bertawakal. Orang bertawakal tak akan berkeluh kesah, gelisah. Jika ia memperoleh nikmat dan karunia Allah, ia akan bersyukur. Jika ia menghadapi cobaan, ia bersabar.
Eko menyerahkan semua urusan kepada Allah. "Saya tetap berikhtiar. Saya  pasrahkan keputusan terakhir pada Allah," tutur Eko, sembari menunjuk jarinya ke atas.
***
Berupaya ikhlas, Eko Sugitario terus menjalankan salat tahajud. Beberapa bulan kemudian, dia periksa ke dokter. Di sana ia ingin melihat seberapa jauh terapi yang dilakukan terhadap penyakit yang menderanya.
Eko pun terperangah. Hasil yang ditunjukkan tim medis jauh di luar perkiraan. Tumor yang sebelumnya nyaris merenggut nyawanya itu, kini sudah hilang. Dokter yang menanganinya juga sempat terkaget-kaget. Subhanallah...
Bagaimana bisa terjadi? Eko tak tahu jawabannya. Yang jelas, ia meyakini ada keajaiban. Campur tangan Allah. Eko tak bisa berkata selain mengicap syukur kepada Sang Khalik.
Dalam keceriaan, Eko yang pulang ke Tanah Air. Semua keluargannya menyambut haru dan suka cita. Keprasahan berbuah indah. Mereka pun hanyut dalam linangan air mata.
Pengalaman dahsyat itu membuat Eko makin giat beribadah. Selain ibadah wajib, shalat lima waktu, zakat, dan puasa, Eko juga menjalankan sunnah-sunnah. Tak lupa berbagi dengan sesame.
Semangat hidup Eko kian membara. Dia optimistis menatap masa depan. Sebagai dosen, ia berusaha konsisten mengamalkan ilmu yang dimilikinya. Eko dikukuhkan sebagai professor, 1 April 2003. Ia sempat menjabat Dekan Fakultas Hukum (FH) Universitas Surabaya (Ubaya).
***