Mohon tunggu...
AGUS WAHYUDI
AGUS WAHYUDI Mohon Tunggu... Jurnalis - setiap orang pasti punya kisah mengagumkan

Jurnalis l Nomine Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Turbulensi Bisnis di Era Disruption

28 Agustus 2019   10:02 Diperbarui: 4 September 2019   12:25 423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para pencari kerja antre di job fair.foto:enciety.co

Diskursus soal era disruption masih menghangat. Perdebatan seolah tak kunjung habis. Dari perbincangan seputar definisi, makna, hingga dampak yang terjadi, khususnya bagi pebisnis yang sudah established . 

Era disruption sering diartikan sebagai masa membanjirnya inovasi-inovasi yang tidak kasat mata dan tidak disadari oleh institusi-institusi mapan. Pada gilirannya hal itu memprorak-porandakan jalannya aktivitas tatanan dan menghancurkan sistem lama.

Rhenald Kasali, guru besar FE UI, mendefinisikan era disruption sebagai revolusi perubahan yang tengah terjadi dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat. Perubahan itu dimotori oleh perkembangan teknologi informasi. Kata dia, dunia telah mengalami disruption, di mana kondisi yang ditandai dengan indikator simpler (lebih mudah), cheaper (lebih murah), accesible (lebih terjangkau), dan faster (lebih cepat).

Kita bisa menyebut kasus transportasi berbasis aplikasi seperti Go-Jek, dan Grab. Di mana lamat tapi pasti, fakta yang terjadi di lapangan menjadi bukti betapa bisnis transportasi konvensional sekarang sangat rentan dan terancam gulung tikar lantaran digantikan dengan apps-based transportation service. 

Kenyataan ini membuat banyak pebisnis galau. Bahkan tak sedikit di antara mereka yang gagap menghadapinya. Di antara memilih mempertahankan atau melanjutkan dengan sinyal perubahan. 

Di era disruption, inovasi menjadi kata kunci. Pasalnya, perubahan yang paling berat bukan pada fisik, tapi yang dipandu software. Perubahan yang mengharuskan pelaku bisnis beralih ke digital.

Dulu, orang mengukur keberhasilan usaha ketika outlet-nya dijubeli pembeli. Sekarang sebaliknya, banyak pembeli mencari dan berbelanja via online. Kemajuan teknologi membuat pola perilaku konsumen berubah drastis. Yang kerap terjadi, banyak para pebisnis tak sadar dan tiba-tiba merasakan ada penurunan omzet.

Struktur Demografi

Dalam konteks bisnis, kita juga bisa melihat dari struktur demografi.  Jika ada pengangguran di tahun 2018, idealnya teridentifikasi apakah dia sudah ikut program wajib belajar atau tidak. Jika ikut sampai lulus SMA seharusnya tidak merepotkan orang lain dan tidak mendedikasikan diri menjadi pengangguran.

Menurut Chairperson Enciety Business Consult Kresnayana Yahya, kelompok usia 17 sampai 24 tahun yang lulus SMP/SMA, mestinya bisa menikmati kesempatan bekerja dengan kreativitas dan pendayagunaan gadget atau internet.

Kelompok 24 sampai 35 tahun seharusnya punya kreativitas memulai kegiatan online maupun offline. Mereka biasa disebut maker: pembuat produk atau penyedia jasa masih punya kesempatan kerja. Menjadi freelancer dengan ketrampilan yang bisa dipelajari secara cepat seperti photography, cooking, barbershop dan masih banyak lagi.

Kelompok di atas 35 tahun pada umumnya sudah punya kompetensi dan punya segudang pengalaman yang mampu diintegrasikan dengan kebutuhan masa depan.

Sementara itu, usia di atas 36 tahun secara jumlah menjadi minoritas lantaran jumlahnya kecil dan jauh lebih tersaingi oleh kelompok di bawah 36 tahun.

Di sisi lain, industri akan cepat beralih ke indutri 4.0, di mana kebutuhan tenaganya pasti usianya di bawah 30 tahun, mahir desain, melek IT, dan punya kompetensi dalam digital ecosystem.

Sektor pertanian juga membutuhkan inovator di bidang penemuan bibit unggul secara genetik, pencipta inovasi teknologi untuk cocok tanam. Juga pengolahan hasil yang unggul yang kreatif dan adaptif pada kemauan dan kehendak customer.

Industri makanan minuman bakal jadi tempat penampung orang yang tidak punya asal-usul namun mau bekerja dengan usaha yang konsisiten. Di antaranya penyedia tenaga untuk masak, bikin kue, minuman herbal, dan lain sebagainya.

Pekerja kerajinan dan desainer kreatif akan jadi tumpuan untuk kawasan wisata, kawasan dengan kekuatan kultural, kekuatan identitas wilayah, suku, adat, dan ritualnya.

Di sektor jasa akan terjadi pelepasan tenaga perbankan dalam jumlah ribuan orang yang akan siap masuk dalam kloter penasihat keuangan, konsultan dan penggagas dari financial technology (fintech) sampai ke pedesaan. Peluang ini akan menjadi pendorong sekaligus akselerator kehidupan keuangan pedesaan.

Penjual dan penjaja online untuk barang dan jasa bakal meledak. Hanya diperkirakan tak akan kelewat lama karena adanya terseleksi alam. Travel guide, photography, travelors writers menjadi sektor paling digemari masyarakat karena ingin hidup mobile, menyukai keindahan alam.

Generasi Milenial

Perspektif penting juga dilihat dari lahirnya generasi milenial. Generasi ini memiliki pola hidup mandiri. Generasi yang sangat akrab dengan IT, internet, dan media sosial. Mereka lahir di tengah ragam pilihan dan kebebasan berpikir. Hal itu bisa terlihat dari preferensinya seperti traveling, leisure, dan culture baru.

Generasi milenial bisa dibilang lebih entrepreneurial. Berani hidup mandiri, bereksperimen, dan menjelajah negeri dengan sebuah keyakinan baru. Bekal pandangan hidupnya juga makin berencana dan mampu meningkatkan kekuatan kompetensi pribadi yang menjadi keunggulan dirinya.

Tak hanya itu, generasi milenial lebih percaya diri dalam bereksperimen. Kemampuan ini menjadi modal dan dorongan menghadirkan kelompok yang sadar belajar dan menjadi dirinya sendiri. Pola berpikirnya mengutamakan talenta, kompetensi, dan passion (gairah) kerja mandiri.

Generasi milenial berani mencari pengalaman dan menjalani petualangan dengan berkegiatan yang menghasilkan uang lewat ketrampilan dan kematangan menjalankan hobi serta menjadikannya isu besar dalam menempa diri. Bidang garap yang digemari diantaranya menjadi organizer, programmer, designer, music arranger, photographer, sampai guru les.

Inilah zaman yang akan melahirkan banyak idea generator. Entrepreneurial mindset-nya memandu kehidupan. Memulai dengan kebersamaan dengan ketekunan bereksperimen dalam komunitas. Semangat membantu orang yang kesulitan dan mendorong terobosan yang tak lagi berazas keturunan. Mereka pada umumnya menikmati sekolah dan pembelajaran yang baik dan mandiri.

Persepsi publik generasi milenial tidak lagi bisa dipengaruhi iklan media massa, melainkan komunitasnya. Tak salah bila grup di media sosial lebih cepat mempengarui mereka ketimbang media massa.

Selain itu, tantangan yang juga harus dihadapi adalah prediksi kelahiran bayi pada tahun 2020 mendatang mencapai 20 juta jiwa. Juga ada 30 juta keluarga baru, serta 20 juta kesempatan kerja baru yang dibarengi masuknya 10 juta tenaga kerja asing.

Fakta dan prediksi ini harus dicermati serius. Bagaimanapun perubahan dahsyat ini merupakan keniscayaan zaman. Kita tak bisa mengelak dan harus adaptif menghadapinya. Jika tidak, bukan tak mungkin kita yang bakal tergilas roda putaran zaman. Wallahualam bissawab.(agus wahyudi)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun