Mohon tunggu...
Agustus Sani Nugroho
Agustus Sani Nugroho Mohon Tunggu... Advokat, Pengusaha -

Lawyer, Pengusaha, Penulis, Pemerhati masalah sosial budaya

Selanjutnya

Tutup

Politik

Logika Hukum dalam Gugatan Prabowo ke MK

7 Agustus 2014   04:01 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:13 1716
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menarik sekali pidato Prabowo menyambung penyampaian gugatan yang telah dibacakan sebelumnya oleh team kuasa hukumnya di Sidang Pertama Majelis Konstitusi (MK) hari ini.

Agar tidak dituduh ini hasil plintiran Media (seperti yang sudah-sudah) silahkan mendengarkannya secara lengkap rekaman asal TV One dan klik disini karena TV itulah yang dipercaya pihak Prabowo.

“..Karena itu, kami sebagai Calon yang didukung oleh 7 partai besar, yang dalam Pemilihan legislatif mendapatken 62% suara, merasa sangat tersakiti dengan praktek-praktek penyimpangan, ketidakjujuran, ketidakadlian yang telah diperlihatkan oleh penyelenggara Pemilu….


Mari kita lihat apakah ini relevan atau tidak. Kita semua mengetahui bahwa ada perbedaan yang sangat substansial dimata rakyat saat mengikuti Pileg dengan saat mengikuti Pilpres.Saat ini kita bicara sebuah proses Gugatan di sebuah lembaga peradilan Majelis Konstitusi . Oleh karenanya, mari kita sama-sama ikuti proses di MK sesuai dengan forumnya. Sebagai proses peradilan yang merupakan forum HUKUM ini, mari kita bicara hukum, dan bukan bicara Politik apalagi berkampanye. Masa itu sudah lewat. Perlu dicatat kiranya analogi atau argumen yang secara tidak langsung berusaha dibentuk bahwa koalisi partai yang mendapat 62% suara di Pileg = pasti memenangkan Pilpres adalah sangat menyesatkan. Pileg yang memilih partai karena sebagian besar caleg itu tidak dikenal oleh pemilih itu sama sekali berbeda dengan Pilpres yang memilih Figur individual Capres dan Cawapres. Jadi membawa-bawa atau mengaitkan 62% suara dalam Pileg kepada proses kemenangan di Pilpres sangat tidak relevan. Hal ini  perlu kita dudukan diawal karena akan sangat berpengaruh pada pola pikir yang dibangun dalam gugatan Prahara di MK ini.

Pada intinya, Penggugat mendalilkan adanya sebuah kecurangan yang masif, terstruktur dan sistematis dalam penyelenggaraan Pilpres kali ini. Sambil menunggu proses peradilan di MK ini lebih lanjut, saya ingin ingatkan kita semua bahwa "kecurangan" itu harus dibuktikan sebagai suatu tindakan pada ujungnya menguntungkan salah satu pihak sehingga menang akibat adanya kecurangan itu. Mungkin juga kita perlu mengingatkan, bahwa Prabowo sendiri pernah menerangkan dengan sangat tepat bagaimana sistem Pemilu kita itu dilakukan dihadapan puluhan media asing pada tanggal 14 Juli 2014 lalu, yaitu semuanya menurut dia dilakukan berdasarkan hasil perhitungan suara di TPS. Suara rakyat itu adanya di masing-masing TPS. Setelah itu akan dilakukan proses rekapitulasi di tingkat desa/kelurahan, lalu naik secara berjenjang ketingkat Kecamatan, Kabupaten/Kota, Propinsi dan Pusat. Proses rekapitulasi berjenjang itu janganlah tinggal masalah penjumlahan. Semuanya menurut Prabowo rasional dan hanyalah masalah matematika saja. Karenanya kalaupun ada masalah dengan pemilu itu masalah itu akan terjadi di TPS-TPS tersebut. Itulah sebabnya jika terdapat masalah, beberapa TPS pun harus melakukan PSU (Pemilihan Suara Ulang). Dalam kesempatan itu bahkan Prabowo menegaskan kita telah melewati tahapan rekapitulasi di desa/kelurahan dan masuk ke tingkat kecamatan. Prabowo secara jelas menyatakan tidak mungkin akan ada perubahan yang dramatis kan ? Ini artinya hingga dari TPS-TPS hingga tingkat kelurahan/desa hingga Kecamatan Prabowo mengatakan tidak ada masalah dan semua baik-bailk saja.

Dalam perkembangannya perlu diingat ada belasan atau bahkan puluhan media yang mengutip pernyataan Prabowo sendiri dan Teamnya yang mengatakan akan untuk menunggu Hasil Real Count dan pengumuman KPU. Mahfud MD selaku Ketua Team Pemenangan Prahara sampai tanggal 18 Juli 2014 juga masih mengatakan hal yang sama

"Kita tetap optimis, jadi tunggu saja hasil resmi KPU,"


Menurut Mahfud penghitungan internal real count mereka sudah selesai. Namun, dia tak mau membeberkan apa hasil penghitungan internal mereka. Mahfud hanya menyatakan lebih lanjut:

"Saya belum tahu lagi, karena yang urus itu PKS, karena sekarang KPU kan sudah transparan, bisa diawasi semua orang, jadi kita tunggu saja KPU"


Pernyataan Mahfud itu benar sekali. Proses resmi perhitungan sedang dilakukan di KPU berdasarkan semua data bertingkat dari semua TPS dan berjenjang hingga ke Pusat. Dan KPU sekarang sudah sangat trnasparan. Semua hasil TPS yang dirangkum dalam Formulir C-1 sudah di up load di Web KPU dan seluruh rakyat Indonesia bisa memeriksanya seara langsung. So, sampai titik ini, semua sepakat, tunggu hasil KPU.

Saat berlangsungnya Pilpres hingga selesai bahkan sampai dilakukannya rekapitulasi tingkat kelurahan/desa dan kecamatan semua baik2 saja. Hal2 yang dinilai tidak benar pun sudah diprotes dan dilakukan pemilihan ulang. Lalu hingga saat selakukan rekapitulasi ditingkat Nasional pun, sampai dengan selesainyanya rekapitulasi 30 dari 33 propinsi, Koalisi Prahara mengikuti dan menyepakati. Tak pernah ada protes yang masif, terstruktur dan sistimatis dalam proses di TPS-TPS yang hasilnya telah di up load di Web KPU dan dicek oleh seluruh rakyat negeri ini. Kini, tiba2 (setelah tau kalah) menarik diri dan menuduh ada kecurangan pelaksanaan pemilu yang masif, terstruktur dan sistematis.

Jika, sekarang di argumentasikan dalam gugatan ke MK bahwa DPT (Daftar Pemilih Tetap) yang menjadi dasar warga negara untuk memilih, tidak cocok dengan data di TPS, hal itu tidak membuktikan adanya kecurangan. Agumen atau pun bukti tentang hal itu, kalau pun ada, hanya menunjukkan adanya kelemahan/kekurangan administrasi dalam sistem pemilihan umum kita. Tidak bisa disimpulkan bahwa adanya ketidaksempurnaan administrasi = ada kecurangan yang menyebabkan kemenangan salah satu Capres. Melihat konstruksi berfikir team Prabowo ini sangat sulit kiranya untuk memaksa Majelis Hakim Konstitusi untuk dapat sampai pada kesimpulan itu. Disamping itu jelas, apa yang diargumentasikan mereka saat ini bertentangan dengan apa yang mereka katakan sendiri selama ini, sebagaimana diuraikan di atas.

Perlu dicatat pula, proses hukum ini untuk membuktikan sesuatu argumen atau gugatan yang diajukan. Mari bermain dalam ranah hukum. Ajukan bukti yang KONKRIT dan NYATA. Pengajuan gugatan dengan bahasa-bahasa adanya "indikasi", "pengkondisian" kecurangan itu bukan "BUKTI". Hal ini telah pula diingatkan oleh Majelis Hakim kepada Penggugat dalam sidang pertama ini agar Penggugat mengajukan bukti2 yang kongkrit dan kuat serta tidak menggunakan bahasa-bahasa bersayap seperti di atas. So, mari kita beri kesempatan dan tunggu Prabowo dan Teamnya untuk mengajukan bukti-bukti yang konkrit, nyata dan jelas agar semua dalil tidak sekedar "menuduh". Karena itu ujung2nya nanti bisa sekedar atau cenderung jadi fitnah dan pembentukan opini publik semata.

Dalam kesempatan yang sama Prabowo juga menyatakan:

“.. Kita akan hormati keputusan apapun, kalau prosesnya benar, kalau prosesnya jujur, kalau prosesnya tidak ada kekurangan. Saya tidak akan ulangi semua proses atau semua hal yang sudah disampaikan kuasa hukum saya. Tetapi bayangkan, di ratusan TPS, kami pasangan yang didukung oleh 7 partai besar, 62% dalam pemilihan legislatif, dapat nol, hundred, seratus persen dimenangkan oleh satu pihak. Ini hanya terjadi dinegara Totaliter..! Di Korea Utara, bahkan saya ralat.. Majelis yang terhormat yang saya muliakan, saya ralat.. Di Korea Utara pun tidak trerjadi. Mereka bikin 97,8% atau 99%. Di kita, ada yang 100%.! Ini Luar biasa ! Ini hanya terjadi di Negara Totaliter, Fasis atau Komunis. Di negara yang normal, tidak mungkin, karena kita ada saksi. Masak saksinya tidak dihitung ? … ”


Sangat mengherankan jika hari ini Prabowo dan teamnya mengargumenkan ini sementara sampai beberapa saat menjelang pengumuman KPU, semuanya masih baik, baik saja. Hm.. Okelah. anggap saja benar ada kejadian itu, mari kita kupas lebih lanjut. Beberapa waktu yang lalu kita semua mengetahui hasil di 17 TPS sebagaimana ditunjukkan oleh formulir C-1 di wilayah Madura misalnya 100% dimenangkan oleh Pasangan No.1 dan formulir tersebut tidak di tandatangani oleh saksi kedua belah pihak. Jadi itu mungkin saja pak Prabowo, walau kita patut menduga terjadi sesuatu Madura disana karena kemenangan 100% itu kan terbukti dapat atau mungkin saja terjadi dan memenangkan kubu Bapak sendiri. Giliran itu terjadi kok gak masalah, dan giliran hal sebaliknya terjadi kok negara ini dituduh TOTALITER, FASIS dan KOMUNIS ??? Kemarin yang dituduh Komunis adalah Pasangan No.2. Apakah sekarang Bapak juga ingin mengatakan Pemerintahan SBY sebagai penyelenggara Pemilu ini juga Komunis (+Totaliter dan Fasis) ?? Apakah Bapak lupa  orang yang duduk disebelah bapak dan dijadikan Cawapresnya Bapak itu, Hatta Rajasa, adalah salah satu Menteri penting dan bagian dari 10 tahun Pemerintahan SBY yang Totaliter, Fasis dan komunis itu ???

Disamping itu juga, Pak Prabowo, apakah Bapak lupa di Korea Utara itu sebagai negara komunis hanya ada 1 (satu) partai dan karena nya boleh dibilang tidak ada Pemilu ?? Angka 97,8% atau 99% tadi bapak dapat dari mana ya ???

Dalam kesempatan itu Prabowo juga kembali mengulang adanya intervensi asing dalam Pemilu ini. Udah deh Bapak. disamping rakyat juga sudah tidak lagi bodoh dan memerlukan bukti, hal yang sama juga mungkin dapat ditanyakan pada Bapak misalnya kenapa ada uang 50 milyar dibayarkan ke partai lokal di Aceh dan kini bapak bisa menang disana sebagaimana ramai diberitakan di berbagai media akhir-akhir ini ? Mari akhiri pencarian kambing hitam atas sebuah realitas/kenyataan yang terjadi.

Mari berkonsentrasi pada proses hukum yang sekarang sedang berlangsung di MK dengan mengajukan semua BUKTI yang kuat agar membuktikan tuduhan serius Bapak  bahwa terlah terjadi kecurangan yang masif, tersetruktur dan sistematis dalam Pilpres lalu. Atau tampilkan semua bukti dan cross check dengan bukti-bukti yang ada di KPU dan Bukti-bukti Pasangan No.2 yang mendukung perhitungan suara Pasangan No.1 menggunguli Pasangan No.2 sebagaimana diargumentasikan dalam gugatan.

Kkalau hal itu benar apa yang dituduhkan oleh Pasangan No.1 itu terbukti, biarlah itu jadi pelajaran yang sangat berharga dan mahal bagi bangsa ini. Namun jika hal tersebut TIDAK TERBUKTI, mari hentikan semua tuduhan-tuduhan itu. Jika bapak merasa disakiti, sesungguhnya berjuta-juta dan mayoritas rakyat negeri ini juga merasa disakiti oleh sikap para calon pemimpinnya yang tidak menempatkan kepentingan rakyat, bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan kelompoknya saja. Berjuta-juta dan mayoritas rakyat negeri ini juga tersakiti bahwa pertama kali Pemilu ini benar-benar terasa sangat demokratis, dan terbuka (transparan) dan damai ini dituduh penuh kecurangan hanya karena kekalahan yang tidak dapat Bapak terima. Bahkan negara yang domoktratisasinya sangat patut diacungi jempol dengan berhasilnya Pilpres kemali dilaksanakan dengan sangat baik (walau belum sempurna, dengan satu dua kekurangan), kini Bapak katakan sebagai negara TOTALITER, FASIS dan KOMUNIS simply karena Bapak kalah, itu sangat menyakitkan hati bukan janya Pemerintah, tapi juga hati rakyat.

Cukuplah sudah era finah dan menyesatan informasi dan pembentukan opini massa yang berhasil menanamkan kebencian yang dalam dibanyak pendukung Bapak selama ini. Mari kita mencerdaskan (dan bukan membodohi) bangsa ini untuk Indonesia yang lebih baik.

Salam 3 jari: PERSATUAN INDONESIA.

*Tetap beraktivitas normal seperti biasa, sambil cermati perkembangan kasus Gugatan di MK lebih lanjut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun