“We despise and abhor the bully, the brawler, the oppressor, whether in private or public life, but we despise no less the coward and the voluptuary. No man is worth calling a man who will not fight rather than submit to infamy or see those that are dear to him suffer wrong.”
- Theodore Roosevelt (1858-1919); the twenty-sixth President of the United States, and a leader of the Republican Party and of the Progressive Movement.
Sampai hari ini, jika kita membuka dan membaca lembar Koran, Majalah, Tabloid, serta melihat dan mendengar Stasiun TV Berita, TV Entertainment, TV Semi Berita, Lokal/International, tak luput dari pemberitaan “Badai Pengungsi” di Uni Eropa. Liputan dan reportase berbagai kisah pengungsi, mulai dari yang memilukan mengenai terdamparnya mayat seorang anak pengungsi di tepi pantai, hingga kisah heroik relawan yang memusatkan perhatian pada penyelamatan para pengungsi.
Main Stream Media (MSM) Lokal/International, berlomba menyairkan peristiwa fenomenal ini dari berbagai sudut. Mulai dari ketidak siapan banyak negara Uni Eropa - baik Timur/Barat - dalam penangan dan penyediaan sarana prasarana bagi para pengungsi. Hingga konflik antara kepolisian dan pengungsi. Politisi saling tuding dan berdebat untuk mencari jalan terbaik untuk penanganan “Badai Pengungsi”. Serta komentar Pundit dan Politisi yang setengah benar “half truth” setengah dimanipulasi “half baked”. MSM juga berpartisipasi dalam menyajikan berita yang terkadang membingungkan pembaca dan pemirsa.
Uni Eropa, sudah sejak lama menjadi wilayah target pengungsi, utamanya dari Afrika dan Asia tengah, dengan motif ekonomi. Uni Eropa dianggap sebagai kawasan mencari nafkah. Pengungsi lain dari Timur Tengah, paska invasi Amerika Serikat (AS) terhadap Irak, 2003. Namun yang terjadi kali ini berbeda, mereka mencoba masuk ke wilayah Eropa, dengan motivasi dan tujuan beragam; Sebagian korban Human Traficking. Sebagian pengungsi pencari perlindungan, karena perbedaan ideologi politik. Penyusupan kelompok ISIS berasal dari Eropa yang ingin kembali, tapi masuk daftar cegah tangkal. Terakhir, pengungsi karena dipaksa/melalui iming-iming mengungsi ke wilayah Eropa.
“Propaganda bagai bilah belati yang akan menusuk/membunuh democracy dari belakang, seperti seorang Diktator/Tiran menggunakan Naginata untuk memenggal lawan politik, oposisi, dan aktivis pembela/pemdukung demokrasi.”
Memahami krisis “Badai Pengungsi” di Uni Eropa.
Jika, MSM tidak bermetamorphosis menjadi Presstitute, Jurnalis tidak menjadi Eunuch, dan kita tidak hidup di tengah hutan belantara tanpa teknologi informasi, maka kita akan mendapatkan infomasi akurat dan benar dalam berbagai hal. Tidak terkecuali informasi mengenai “Badai Pengungsi”, yang terjadi diluar ekspektasi Elit politik di Uni Eropa.
Untuk memahami dari awal bagaimana “Badai Pengungsi” tersebut bisa terjadi, dibawah ini penjelasannya:
1. “Engineering Muslim World into Sectarianism”; Dalam rangka untuk menguasai hasil alam melimpah (MiGas) dan Geopolitik dijazirah Timur Tengah, para Globalist, Global Banksters dan Petrodollar Corp. memekanisasi dunia muslim (hasil alam melimpah). Dunia Muslim, dijadikan dua kelompok besar dengan pemisahan ekstrim; Kelompok Syiah dan Sunni. Pemisahan kelompok sektarian terbut terwujud melalui berbagai Strategi Propaganda, menggunakan “Weapon of Mass Destruction” yaitu Main Stream Media (MSM), yang telah dikuasai dan miliki kelompok tersebut di atas, terutama MSM barat. MSM dipersenjatai dengan senjata ampuh “Weapon of Mass Deception” dan senjata pendukung “Weapon of Mass Distraction”.
Bagi orang-orang muslim yang (maaf) naif, pemisahan dua kelompok besar menjadi sangat penting, ini terjadi melalui proses “Brainwashing”; Psy-Ops. Ini juga merupakan keberhasilan sebuah projek propaganda. Walaupun kedua kelompok menyadari menggunakan dan berpegang pada Kitab Suci yang sama Al Qur’an, Lima Rukun Islam dan Enam Rukun Iman, sama-sama mengharamkan babi; Para ahli dunia barat mengatakan: “If you want to see the real life of the muslim world, better visit Indonesia, where Islam is well exercised.”
“...Menciptakan Sektarianisme di kawasan tersebut (TimTeng) adalah strategi jitu, walau menciptakan/menimbulkan konflik horizontal (antar kedua kelompok) di Iraq sejak 2003 hingga hari ini. Kebanyakan orang Amerika tidak menyadari kalau saya tipu”
- Thomas L. Friedman; American journalist, columnist and author. He has won the Pulitzer Prize three times and currently writes a weekly column for The New York Times; veteranstoday.com, 13 September 2015.
Jadi dengan alasan apapun!!! Sunni dan Syiah, adalah sebuah strategi politik “Divide and Conquer”. Sebuah Sectarianism Strategy, untuk mengendalikan, menciptakan ketergantungan dan menghindari gangguan protes dan resistensi dari masyarakat, terhadap Elit Dunia Arab dan Barat, TITIK!. Selanjutnya, sektarianisme akan digunakan untuk memenuhi Agenda Tertentu, memperluas atau mempertahankan Hegemoni.
“Hegemony is as old as Mankind…” -Zbigniew Brzezinski, former U.S. National Security Advisor.
Apakah strategi seperti ini tidak terasa oleh para tokoh Agama di Timur Tengah (Tokoh Negeri - tokoh NU - mengatakan yang sebenarnya, tetapi tidak menguak bagaimana konflik Syiah/Sunni diciptakan dan terjadi)? Pasti mereka tahu!!! Tapi, oleh karenanya mereka merasakan kenyamanan, kenikmatan, kemakmuran, mengapa mereka harus mengubahnya? Insting alami manusia. Lalu siapa sebenarnya pencipta Konflik Sektarianisme Islam (Sunni/Syiah)? Para Elit di Dunia Arab bersama-sama Elit dunia barat. Para Elit tersebut - Greedy Crook Capitalist “dung of the devil - kotoran iblis”. Dengan memberdayakan “Politisi Budak” Mereka mempraktekan “Rwanda Blue-Print Strategy”.
“This project (Sunny and Shiite), which has been in the planning stages for several years, consists in creating an arc of instability, chaos, and violence extending from Lebanon, Palestine, and Syria to Iraq, the Persian Gulf, Iran, and the borders of NATO-garrisoned Afghanistan.” globalresearch.
2. “Engineering Chaos and Regime Change”; Pada tahun 2007 Amerika Serikat (AS) mulai memekanisasi, merekonstruksi, dan merekonfigurasi strategi prioritas, yang berdampak pada perubahan besar - ideologi politik maupun pergantian rejim - di kawasan Middle East and North Africa (MENA Project), untuk kepentingan segelintir orang di Wall Street, Globalist, Global Bankster dan Global Corporations.
“Untuk melemahkan Iran yang didominasi oleh kaum Syi’ah, pemerintahan Presiden Bush memutuskan dan melakukan rekonfigurasi prioritas di Timur Tengah. Di Libanon, pemerintahan G.W Bush bekerjasama dengan pemerintah Arab Saudi (notabene didominasi kaum Suni), menjalankan Clandestine Operation (operasi rahasia kriminal; illicit) dengan tujuan untuk melemahkan Hezbollah; Organisasi kaum Syi’ah yang dibantu Iran. AS juga berperan dalam Clandestine Operation di Iran dan Syria. Operasi-operasi tersebut untuk memproduksi, mendorong, dan mengakselerasi pertumbuhan kelompok Ekstrimis Suni, menjadi kelompok teroris mematikan, dengan visi Islam Radikal Militan, bersimpati pada Al Qaeda, dan pada dasarnya, juga sangat berbahaya bagi AS.”
Tahun 2008, dari Libya ke Syria dan setrusnya, Departemen Luar negeri AS mendata dan mengumpulkan seluruh aktivis dari kawasan MENA. Tujuan? Untuk mendapatkan titik mana dan apa yang paling efektif untuk melakukan dan menjalankan, Industri “Color Revolution”. Gagasan ini digagas oleh Washington dan WallStreet (Sumber: Intelligence Analysis). Mereka sengaja dipersiapkan, dan tidak mengetahui, bahwa dikemudian hari, harus bergerak dibawah koordinasi AS, yang telah merekonstruksi peta politik MENA, dan mendestabilisasi kawasan. Pada tahun 2011, strategi Clandestine Ops. dilaksanakan, diawali demo-demo dan pemberontakan menentang kebijakan penguasa. Propaganda masif melalui Main Stream Media menggunakan terminologi dan slogan “Arab Spring”, agar terdengar dan terasa aktivitas Grassroots dan manis. Intinya:
"We need to take out their government, and run their country for them." - Dark Cabals; Globalist, Global Banksters, Global Corporation, Petrodollars.
Beberapa tahun sebelum pergerakan, Melalui NED (National Endowment for Democracy) dan Movement.org, para agitator terbang bolak balik Washington dan New York, serta kebeberapa tempat di beberapa negara. Untuk mendapatkan pelatihan, beberapa peralatan dan pendanaan untuk menjalankan operasi pergantian rejim, ketika mereka pulang ke negara masing-masing. Di Indonesia, NED (National Endowment for Democracy) dikenal dengan USAID (United States Agency for International Development).
“Bebera grup dan individu yang terlibat dalam pergerakan menentang pemerintah, menyebar ke seluruh kawasan (MENA). Termasuk pergerakan pemuda menentang pemerintah di Mesir tanggal 6 April. Entsar Qadhi, seorang aktivis Grass-root Pemimpin Pemuda Yaman, serta aktivis Bahrain Centre for Human Right, mendapat pelatihan dan bantuan dana dari International Republican Institute, the National Democratic Institute, dan Freedom House organisasi nirlaba Human Right yang berkedudukan di Washington.”
Namun operasi “Arab Spring” ternyata tidak memberi hasil signifikan, dapat dikatakan gagal. Belajar dari kegagalan tersebut Dark Cabal mulai bergerak dengan Plan B. Memperdaya kekuatan Superpower melalui “Proxy War” (strategi Pengecut; “Coward”). Menciptakan peperangan atau pemberontakan bersenjata menggunakan organisasi ekstrimis/radikal yang sudah tercipta/diciptakan. Orang-orang yang sudah diberi pelatihan, peralatan dan pendanaan dialihkan menjadi sebuah kekuatan bersenjata, diberi lebel heroik “Freedom Fighter/Pejuang Kebebasan”, bermetamorphosis menjadi ISIS. Melalui strategi proxy war ini ternyata cukup efektif, Muammar Gaddafi (RIP) PM Libya tumbang, dan yang lain sedang berlangsung dikawasan MENA, sampai saat ini.
3. Afghanistan-Libya-Syria-Iraq Quagmire dan Ukraina; Disaat Dark Cabals, Globalist, Global Banksters, mulai kesulitan mengendalikan kekacauan yang terjadi, terutama di keempat negara (Afghanistan, Libya, Syiria, dan Iraq), konflik terus berlangsung, bertambah parah, dan diluar kontrol. Disisi lain Pemerintah Ukraina (ciptaan mereka) masih bergelut dengan kekerasan dan kehilangan Crimea. Disamping itu mereka juga tidak dapat sepenuhnya menguasai dan menaklukan Rusia dan China, melalui sangsi ekonomi. Bahkan Presiden Obama mematahkan satu misi penting mereka terhadap Iran, untuk menggagalkan perjanjian tentang tenaga Nuklir.
4. Pergantian rezjim di Syria sebagai tonggak utama, untuk menetralisir Rusia dan Iran; Para Cabals berhasil melakukan pergantian rejim di Ukraina dengan mensponsori kudeta, mengganti pemerintahan Presiden Viktor Fedorovych Yanukovych, yang lebih mementingkan hubungan baik dengan Rusia ketimbang bergabung ke Uni Eropa. Saat ini Ukraina dipimpin “Presiden Boneka” Petro Poroshenko, namun harus kehialangan Crimea dengan dominasi penduduk berbahasa Rusia. Merupakan kehilangan wilayah yang sangat signifikan, karena Crimea memiliki kandungan Gas Alam 4,3 triliun meter kubik, Ukraina kini (minus Crimea yang sudah menjadi bagian dari Rusia melalui referendum) hanya memiliki persediaan Gas Alam sebanyak 1,1 triliun meter kubik.
Rusia dan China tidak sependapat pada tuduhan, dan memiliki bukti bahwa Bashar Al-Assad tidak pernah menggunakan Senjata Kimia. Bukti selanjutnya, polisi turki menagkap 2 anggota teroris, berusaha menyelundupkan bahan baku (hanya dimiliki AS) pembuat senjata kimia ke Syiria, untuk membantu pemberontak memproduksi senjata kimia. AS membela diri, bahwa mereka hanya mendanai pergerakan atau kelompok “Freedom Fighter”, terdiri dari kelompok oposisi dan Islam Moderat, bukan kelompok ISIS.
Seperti di beritakan MSM, ISIS menjadi tidak terkontrol dan bergerak diluar pakem yang telah digariskan Pemerintah AS-NATO. Diberitakan kekejaman demi kekejaman dilakukan oleh organisasi ini (?). Akhirnya Pemerintah AS pun mendeklarasikan, bahwa ISIS adalah kelompok teroris, harus “dimusnahkan dari permukaan bumi”. Ajaibnya, ISIS bertambah kuat, menyebar luas hingga Afrika dan menjadi organisasi teroris terkaya dan termodern di dunia, memiliki dana besar, peralatan komunikasi, dan peralatan perang yang tak kalah canggih dibanding tentara Syria. Selanjutnya, menurut MSM, ISIS melakukan kekejaman hingga diluar batas kemanusiaan dan terjadi pembantaian rakyat sipil dimana mereka berada. Masih menurut MSM, petinggi Al Qaeda pun akan mulai melakukan perlawan terhadap ISIS(?). Lalu? Salah satu Jendral AS, Jendral David Petraeus berpendapat: “Kita harus bekerjasama denga Al Qaeda untuk membasmi ISIS.” Whaat...???!!!
"The government is essentially posing a question: Could we do more? Should we do more? But Syria is where the fight should be taken to."
Sumber lain menambahkan: "The government will say the campaign in Iraq has been a success. IS has been degraded, land has been taken back. Some of their leaders have been killed. But the problem is across the border in Syria."
Dari penjelasan di atas, rasa-rasanya kita mulai mengetahui dan memahami bagaimana “Badai Pengungsi” bisa melanda Uni Eropa.
Ukraina-Crimea, Sangsi Ekonomi Rusia, ISIS berjaya
Ketika Crimea akan melakukan referendum untuk menentukan nasib dan masa depan rakyatnya, Uni Eropa dan NATO menunjukan sikap ambigu, menyiratkan ketidak yakinan untuk memenangkan hati rakyat Crimea melalui referendum. Dan mimpi buruk itupun terjadi, setelah diadakan referendum. Rakyat Crimea, dominasi penduduk Berbahasa Rusia, 90% lebih memilih bergabung dengan Rusia. Kali ini Barat menjadi benar-benar panik, ditengah kepanikan, wilayah lain yang berbatasan langsung dengan Rusia, dikawasan timur Ukraina, berkeinginan membentuk negara mandiri. Sementara ISIS mendapat keuntungan dari kekacauan dan situasi panik tersebut, dan berjaya. Berhasil memperluas pengaruh dan “wilayah pendudukan”. Serta bertambahnya kekuatan dan peralatan modern. Dari mana semua itu didapat???Hmmm...!
Apa yang terjadi ketika Presiden Obama berkendak memberi tekanan lebih berat terhadap sangsi ekonomi yang sudah dikenakan pada Rusia?
Ketika Capitalisme sedang menghadapi keruntuhan di dunia barat, menjatuhkan sangsi lebih berat terhadap Rusia merupakan tindakan ceroboh dan emosional, paling tidak itu menurut sebagian besar pengamat politik dan ekonom dunia. Ternyata, pendapat tersebut didengar oleh para pilitisi Uni Eropa. 7 Negara (Cyprus, Italy, Yunani, Hungaria, Slovakia, Austria, Spanyol; Sputniknews.com) menolak memperberat Sangsi Ekonomi terhadap Rusia, yang mencengangkan, Jerman dan Perancis juga memberi signal ketidak setujuannya. Dititik inilah kunci utama terjadinya “Badai Pengungsi” yang secara tiba-tiba melanda Uni Eropa. Penentangan dari beberapa negara ini menunjukan pengaruh AS mulai mengalami degradasi, hal itu mempermalukan dan merendahkan kedigdayaan para Dark Cabals, Globalist, dan Global Banksters, serta Petrodollar Corp, dan tentu para Elit AS. Apakah AS melakukan retaliasi menggunakan “Pengungsi” sebagai Senjata?
“Serangan Badai Pengungsi”:
Tatkala Perdana Menteri Libya Muammar Gaddafi (RIP) menghadapi bombardir yang dilakukan NATO, ia mengeluarkan “kutukan keramat” terhadap NATO. Dalam bentuk surat terbuka, diterima oleh Harian Zavra Rusia. Di bawah, bagian dari isi surat tersebut:
“Sekarang kalian dengar, orang-orang di NATO. Kalian membombardir tembok yang berdiri tegak penghadang perjalanan orang Afrika yang akan bermigrasi dan perjalanan para teroris Al Qaeda ke Uni Eropa. Tembok itu adalah Libya. Kalian hancurkan. Para Idiot, kalian akan dibakar di neraka karena perilaku kalian terhadap ribuan migran dari Afrika dan mendukung Al Qaeda. Itu pasti. Saya tidak pernah berbohong. Dan saya tidak berbohong saat ini.” - http://tass.ru/en/opinions/819928
Kembali, bagaimana “Banjir Bandang/Badai Pengungsi” bisa terjadi secara tiba-tiba?
Ketika AS melihat indikasi kurang menguntungkan dan terjadi degradasi atas hegemoninya di Uni Eropa, maka sebuah tindakan radikal harus diambil untuk mengembalikan pada posisi semula, atau lebih mencengkeram. Indikasi yang merugikan bagi AS tersebut seperti dijelaskan di atas: (1) Keengganan politisi dan Elit di Uni Eropa untuk menerapkan Sangsi Ekonomi secara sungguh-sungguh terhadap Rusia. Fakta, transaksi perdagangan utamanya MiGas terus berlangsung tanpa menghiraukan sangsi yang dikenakan AS. (2) Ketika terjadi “Perebutan Lahan Gas Alam” a.k.a Crimea-Ukraina (4.3 triliun meter kubik) yang dimenangkan oleh Rusia, AS merasa di pecundangi, dan menganggap bergabungnya Crimea ke Rusia sebagai Aneksasi, sementara Elit Uni Eropa terkesan pasif. (3) Karena menganggap Crimea di aneksasi Rusia, maka AS meluncurkan tambahan bobot dan memperluas Sangsi Ekonomi terhadap Rusia, dengan harapan Crimea dilepaskan. Namun, terjadi sebalik, para Elit dan Politisi Uni Eropa tidak menyetujui dan Negara-negara seperti Perancis dan Jerman pun enggan untuk lebih menekan Rusia. (4) Effort dan tingkat keseriusan yang sangat minim dari Elit dan Politisi EU, untuk melaksanakan Agenda Pergantian Rezim di Syiria.
Mengapa para Elit Uni Eropa terasa enggan untuk melakukan berbagai tekanan terhadap Rusia? Jawabannya ada pada Peta Jalur MiGas Rusia. Penyaluran Migas dari Rusia sudah mencukupi kebutuhan Uni Eropa.
Lalu apakah “Badai Pengungsi” ke Uni Eropa adalah hasil dari sebuah keputusan radikal AS, untuk mengendalikan para Elit dan Politikus? Bisa ya bisa tidak. Begini penjelasannya:
Pertama; ISIS is a Trojan Horse; Seluruh permasalahan yang terjadi berakar pada perencanaan jalur pipa penyalur MiGas oleh negara dikawasan Arab dan Asia Tengah, untuk eksport ke Uni Eropa. Ada tiga rencana jalur MiGas, yang telah direncanakan sebelum terjadi peperangan, terbentuknya ISIS, dan Pengungsi. Rencana-rencana tersebut juga masuk kedalam wilayah strategi geopolitik AS.
Skenario yang cantik dan manis bukan? Pada dasarnya strategi tersebut di atas bukan resep “Bang Toyyip” a.k.a Recep Tayyip Erdogan (Presiden Turki), si “Bang Toyyip” hanya menuruti perintah sang Master; Master of Puppet dari AS dan NATO. Turki membuka tangan lebar-lebar terhadap ratusan ribu bahkan jutaan pengungsi dengan menggelontorkan milyaran dolar dan pembangunan kamp pengungsi yang sangat terorganisir. Apakah elit Turki menarik keuntungan dari peristiwa tersebut? Pasti, baik finansial dan dukungan politik internasional dalam banyak hal. Kamp pengungsi itu sendiri memang bagian dari strategi jangka panjang sebagai “save heavens” terletak di kawasan utara Syria, yang dipersiapkan untuk sarana pendukung NATO dan Proxy Terorisnya ISIS-DAesh (globalresearch.ca).
Saat ini, karena alasan-alasan tersebut di atas (1.2.3.4), ratusan ribu pengungsi dilepas untuk memasuki kawasan Uni Eropa dalam waktu singkat. Mesin propaganda (Main Stream Media), bergerak cepat dengan headline-headline yang pada initinya meng “iblis” kan Bashar al Assad, bertema “Badai Pengungsi yang terjadi diakibatkan peperangan di Syria yang tidak berkesudahan.”
Fakta “Badai Pengungsi” di Uni Eropa”; Daily Mail mengangkat Headline yang berseberangan dengan MSM dan menyatakan dengan lantang, “Figur Pengungsi yang dipublikasikan/diekspos dan krisis pengungsi yang terjadi diakibatkan peperangan (Syria) adalah sebuah “KEBOHONGAN”; Fakta, 4 dari 5 pengungsi bukan dari Syria.” Kurang dari 20% pengungsi berasal dari Syria, selebihnya 80% dari mana? Yang cukup mengherankan dan mengundang tanya, usia pengungsi pria berumur antara 18 - 34 tahun mendominasi hingga 75%. Jadi jelas inti masalah bukan peperangan, tetapi pengungsi dijadikan “Alat Peperangan”; Refugee is a Weapon. Untuk menekan Elit dan Politisi Uni Eropa. ISIS juga mengklaim menyelundupkan aggotanya.
Sejauh yang kita tahu, berbagai hal memilukan tentang krisis pengungsi di Uni Eropa, akibat dari peperangan yang terjadi di Syria. Tetapi kita tidak pernah mendapatkan informasi apa yang sebenarnya terjadi dibalik itu semua, dan siapa yang menarik dan mendapatkan keuntungan besar dari peristiwa tersebut. Terlebih dahulu kita menyimak penggunaan kata dibawah ini:
Semua MSM Barat (Setiap kali anda menyebut nama media massa terkenal dari barat, yang manapun) dipenuhi oleh orang-orang Hypocrite (mengaplikasi Double Standard), mereka melacurkan diri pada korporasi dan pemilik, serta Elit Politik. Ken O’keefe menyebutnya sebagai “Rumah Pelacuran”. Mereka menggunakan ketiga kata dengan dukungan visual dramatis, sebagai bagian dari agenda perang para Facist “Greedy Crook Capitalist ‘dung of the devil a.k.a kotoran iblis”, untuk menggulingkan Bashar Al-Assad.
http://www.zerohedge.com/news/2015-09-08/read-mainstream-media-uses-drowned-refugee-boy-start-another-war . Kalau tidak percaya, berarti anda termasuk kelompok orang yang mudah “Dikadali, Ditipu,dan Diprovokasi”. Mengapa? Jika diamati, diteliti, dan dibaca secara cermat berita MSM Barat, maka kita akan paham, pemberitaan Aylan Kurdi bocah tersebut dipolitisir, tendensius dan bermotif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H