Mohon tunggu...
Agus Tulastyo
Agus Tulastyo Mohon Tunggu... lainnya -

Praktisi periklanan, Pengamat media, Peneliti. "All Truth passes thru three stages: First, it is ridiculed. Second, it is violently opposed. Third, it is accepted as self-evident." - Arthur Schopenhauer; German Philosopher

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

“Wag The Dog” Scenario dan Peran Media

23 Juli 2014   19:49 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:27 404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

“Why does the dog wag its tail?

Because the dog is smarter than the tail.

If the tail were smarter. it would wag the dog.”

Ketika seorang Presiden Amerika akan mengikuti pemilihan untuk kedua kalinya sebagai incumbent kandidat, malang dialaminya, sebuah skandal besar menjadi penghalang baginya untuk kembali memerintah. Skandal besar tersebut menjadi pembicaraan hangat masyarakat dan media massa. Dalam keadaan terjepit ia memerintahkan (Mr. X, The Spin Doctor ) dan seorang penasehat politik kepercayaannya untuk memikirkan jalan keluar agar dapat terlepas dari himpitan perangkap skandal itu. Setelah Mr X mendapatkan jalan keluar, ia merencanakan dan memfabrikasi “War with Albania”, serta berharap akan mengalihkan perhatian media massa dan pembicaraan hangat tentang skandal presiden ke pembicaraan perang melawan Albania. Untuk merealisasikan rencananya mereka mempekerjakan seorang produser Hollywood Mr Y. Lalu diproduksilah klip-klip dramatis tentang kondisi sangat menyedihkan sebuah kampung yang sedang dilanda perang. Pendek kata hasil klip-klip dramatis pun disebarluaskan, setelah ditayangkan pembicaraan hangat tentang skandal sang Presiden pun sirna dengan sendirinya.

Malang ternyata belum mau pergi, badan Intelijen mencium bau tak sedap berita sekitar perang melawan Albania, dan mereka ditangkap. Namun tidak lama kemudian dilepaskan kembali, klip tentang perang terus ditayangkan, namun timbul kekhawatiran akan terbongkarnya perang palsu tersebut. Untuk mencegahnya, mereka memfabrikasi skenario baru dengan cerita tentang sekelompok tentara  Amerika yang tergabung dalam unit rahasia terjebak “Behind the Enemy Line” dan MIA di Albania. Hanya tersisa seorang prajurit, sersan William “The Old Shoe” Schumann. Singkatnya, sang sersan “the Old Shoe” dapat dibebaskan dan dibawa pulang dengan menggunakan pesawat. Sayangnya pesawat mengalami kecelakaan. sang sersan pun meninggal dunia. Mereka bertiga Mr X, Mr Y, dan jenasah sang sersan dibawa ke washington. Peristiwa perjalanan ini pun diliput oleh seluruh media massa nasional, dan terlihat sangat heroik dan mengharukan.

Pemilihan presiden pun berlangsung, dan Presiden incumbent terpilih kembali untuk menjalankan kepemimpinan nasional. Media massa dan rakyat Amerika tidak henti-hentinya mengelu-elukan tindakan heroik sang Presiden “Job Well Done.”

Namun Mr Y melihat keberhasilan terpilih kembalinya sang presiden merupakan port folio yang tidak ternilai, yang merupakan buah dari kerja kerasnya. Mr Y pun berbicara pada Mr X, bahwa ia berencana memanggil media massa dan menceritakan akan jasa besar yang telah ia lakukan hingga Presiden terpilih kembali. Mr X melarang, ia berpendapat tindakan seperti itu merupakan sebuah perbuatan diluar batas dan kesalahan besar, karena semua cerita dan skenario yang dijalankan harus terus dirahasiakan. Tapi sang produser bergeming. Maka iapun diantar pulang oleh Secret Service untuk beristirahat, dan keesokan paginya Mr Y ditemukan meninggal dunia di karenakan serangan jantung.

Peran Media Massa

Sehubungan dengan kisah di atas, Perhatian kita Jangan terjebak pada bagaimana proses penciptaan skenario perang dan keberhasilan terpilihnya kembali Presiden Amerika tersebut untuk memimpin negaranya. Yang harus menjadi perhatian adalah keampuhan peran Media Massa. Media massa dengan tidak terasa telah masuk kedalam jebakan sebuah skenario. Dan kehebatan dan kemampuan media massa diberdayakan, hingga dapat dengan mudah untuk membalik dan merubah opini masyarakat dengan sekejap. Skandal terlupakan dan dilupakan, opini berbalik mungelu-elukan sang Presiden dan memilihnya kembali.

Kita di Indonesia baru saja selesai memilih presiden baru. Namun sayang, pada saat proses di KPU berjalan, tiba-tiba saja kita dikejutkan oleh dua peristiwa besar terjadi secara hampir bersamaan. Pertama pemberhentian KSAD sebelum waktunya. Kedua yang paling mengejutkan deklarasi penarikan diri capres No,1. Keputusan ini benar-benar sangat membuat kita semua rakyat Indonesia dan khususnya para konstituen capres tersebut sangat terkejut dan bukan tidak mungkin membingungkan. Karena keputusan diambil dimassa “injury time” penghitungan suara di KPU.

So...? Apakah Capres No.1 sedang memainkan sebuah skenario “Wag The Dog” ?

Untuk pastinya tentu kita tidak tahu apa yang ada dibenak capres tersebut, karena keputusan yang di ambil terasa mendadak terkesan emosional. Agenda apa yang akan dan sedang dimainkan,,,?  Kita mungkin hanya bisa berspekulasi dan berandai-andai.

Tapi yang pasti adalah, mulai dari tanggal keputusan KPU dikeluarkan sampai beberapa hari kedepan, peliputan media massa terhadap pemenang pilpres akan berkurang porsinya. Media Massa akan terfokus pada, ada apa dengan capres No.1 ? Agenda apa atau skenario apa yang akan atau sedang dimainkan ? That’s what we called “Wag The Dog” scenario.

Peristiwa kekalahan yang menyakitkan dan sangat penting untuk dipelajari, ditelusuri, dan menjadi bahan penelitian ilmu pengetahuan politik, dan berguna bagi pendidikan sejarah demokrasi, tertutupi atau ditutupi oleh sebuah peristiwa yang terlihat seperti sebuah peristiwa besar sedang dan akan terjadi; Padahal peristiwa penarikan diri itu sendiri menurut sebagian “Pundit” adalah hanya sebuah peristiwa biasa-biasa saja, karena tidak akan berakibat apa-apa terhadap putusan KPU, dengan kata lain putusan KPU Sah.

Tapi tentu karena pihak yang dikalahkan di kedua tangannya menggenggam dua orang media mogul dari dua kelompok media terbesar, maka kita semua mafhum jika para junalis Eunuch dan kendaraan medianya akan memfokuskan energi untuk meliput dan menayangkan kolega sang “Master”. Dengan menempatkan posisi capres yang tidak beruntung tersebut sebagai seorang negarawan dan apa saja yang ia lakukan merupakan tindakan patriotik. Melupakan tindakan dan perilaku capres tersebut sebelumnya, dan menekankan pada masanyakat bahwa tidakan dan perilaku sebelumnya yang dilakukan, merupakan sebuah tindakan dalam rangka menyelamatkan nasib bangsa dari sebuah ketidak adilan dan sebagainya (Propaganda).

Mudah-mudahaan dan kita semua berharap hal-hal seperti tersebut di atas tidak akan terjadi, dan kita harus yakin bahwa masih banyak jurnalis yamg memiliki Integrias dan Imparsial. Salam sejahtera untuk kita semua.

Catatan: Kisah tentang peristiwa yang dialami oleh Presiden Amerika di atas, merupakan ringkasan cerita sebuah film layar lebar produksi Hollywood pada tahun 1997, berjudul “Wag The Dog” arahan sutradara Barry Levinson. Dengan pemeran utama Robert de Niro dan Dustin Hoffman. Film ini sendiri saat dirilis waktunya berdekatan dengan skandal antara Bill Clinton dan Monica Lewinsky.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun