Mohon tunggu...
Agus Tulastyo
Agus Tulastyo Mohon Tunggu... lainnya -

Praktisi periklanan, Pengamat media, Peneliti. "All Truth passes thru three stages: First, it is ridiculed. Second, it is violently opposed. Third, it is accepted as self-evident." - Arthur Schopenhauer; German Philosopher

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Orang Dungu, Politisi, UU Pilkada

2 Oktober 2014   18:23 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:39 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“It is better to be Human dissatisfied than a Pig satisfied;

Better to be Socrates dissatisfied than a Fool satisfied.

And if the Fool, or the Pig, are of a different opinion,

it is because they only know their own side of the question.

The other party to the comparison, knows both sides.”

John Stuart Mill

Ketika UU Pilkada langsung oleh rakyat diubah menjadi UU Pilkada melalui DPRD, maka terjadilah perdebatan panjang, dan seterusnya... dan seterusnya. Kemudian tengelam seperti ditelan bumi, suara desisnya sekalipun tidak terdengar, sampai-sampai Radio Frequency Monitoring (RFM) tidak menangkap signal apa-apa tentang kasus UU Pilkada. Namun tiba-tiba saja RUU Pilkada tidak langsung, mencuat kembali pasca Pilpres, dan pada akhirnya dijadikan alat politik praktis sebelum waktunya. Untuk saling menjatuhkan dan saling beradu argumentasi. Anehnya, dua kelompok “Presstitute Media - Media dengan perilaku Pelacur” (baca artikel: Presstitute Media dan Pilpres)pendukung kubu masing-masing, tidak saling bertempur dan membahas kasus UU Pilkada ini dengan serius dan kritis. Presstitute hanya mendiskusikan hal-hal yang bukan menjadi esensi permasalahan tapi hal tehnis. Sementara media bukan pendukung setali tiga uang, dalam pemberitaan dan talkshow nya tidak pernah menyentuh esensi perbedaan antara UU Pilkada langsung dan tak langsung, dan dampak dimasa depan. Entah karena memang kurangnya kemampuan daya nalar dan analisis, pengetahuan tentang berbagai hal dan Critical Thinking yang minim sehingga wawasan sangat terbatas. Tidak membahas secara serius, intensif, konstan, masif 247,  mungkin hanya karena ingin selamat. Namun setelah DPR memutuskan Pilkada tidak langsung, barulah sebagian besar media massa ( kecuali Media pendukung kelompok pengusung UU) bertingkah layaknya orang kebakaran jenggot. Jadi diantara dua kubu yang bertolak belakang, mana yang benar...??? Tatkala dua kubu politisi  bertarung, berhadap-hadapan, jegal-menjegal, saling tuding dan menyalahkan, Jangan Percaya dengan apa yang mereka sering katakan dimedia masa, terlebih distasiun TV “Prestitute Media” pendukung pilkada tidak langsung, sebaiknya cermati saja apa yang dikatakanoleh kedua kubu, sebab kuduanya akan berargumentasi bahwa yang mereka lakukan semata-mata demi Rakyat, Bangsa, dan Negara. Bila kita percaya apa kata-kata politisi kedua kubu, maka, itulah yang menjadikan kita ORANG DUNGU. Sebab kedua kubu memiliki agenda masing-masing yang hanya akan memberi kenyamanan segelintir Oligarch.

Dungu menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia online, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional: Sangat tumpul otaknya; Tidak cerdas; Bebal; Bodoh.

“A Statesman makes Equilibrium, for the sake of the people;

A Politician produces Pandemonium, for the sake of his/her Potbellies

I Say

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun