Suksesi kepala desa hanya sekedar peristiwa insidental, prosedural dan seremonial. Suksesi kepala desa tidak dipahami dan dilaksanakan sebagai bagian dari proses sistemik menuju masyarakat desa yang sejahtera. Wajar saja, jika suksesi kepala desa tereduksi menjadi ajang mencari kuasa dana desa. Jika prosesnya hanya seperti itu, untuk apa pemilihan kepala desa tetap dilaksanakan?
Pemerintah Pusat telah memperbaharui berbagai peraturan tentang desa. Desa saat ini memiliki kewenangan secara mandiri untuk mengurus dan mengatur kepentingan masyarakatnya berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat yang diakui oleh Negara. Dengan kewenangannya ini, diharapkan pemerintahan desa bisa bekerja optimal mengupayakan kesejahteraan bagi masyarakatnya.
Undang-Undang No. 6 tahun 2014 tetang Desa sampai dengan Permendagri No. 65 tahun 2017 yang mengatur tentang proses pemilihan kepala desa mengajukan konsep tentang penyelenggaraan pemerintahan desa yang lebih baik. Landasan sosiologisnya agar pemerintahan desa lebih akuntabel, transparan dan partisipatif dalam mengelola kepentingan masyarakat desanya.
Pemerintahan desa yang akuntabel berarti ada proses checks and balances. Pemegang mandat memiliki kewajiban melaporkan dan menjawab amanah yang diberikan kepadanya. Termasuk juga mempertanggngjawabkan kesuksesan maupun kegagalan pelaksanaan amanah tersebut dan siap mendapatkan sanksi dari masyarakat. Penyelenggaraan peerintahan desa yang akuntabel akan memperlihatkan kualitas pelaksanaan mandat oleh pemegang kuasa pemerintahan desa.
Pada sisi lain, pemerintahaan yang akuntabel juga memperlihatkan kemudahan akses masyarakat desa untuk memperoleh informasi tentang penggunaan sumber daya desa, proses pencapaian kinerja pemerintahan desa, kemajuan atau kemunduran penyelesaian masalah desa, termasuk untuk mengetahui kendala dan jalan keluar penyelesaian masalah desa.
Pemerintahan desa yang transparan berarti tidak ada penghalang bagi masyarakat desa untuk mengakses informasi terkait kebijakan, anggaran dan pelayanan pemerintahan desa. Ruang ini juga memudahkan masyarakat memberikan umpan balik terhadap pertanggungjawaban pemerintahan desa, baik dalam hal manajemen pemerintah, masalah ekonomi, sosial maupun masalah lingkungan desa.
Pemerintahan desa yang partisipatif memperlihatkan sejauh mana masyarakat terlibat dalam usaha-usaha mencapai kesejahteraan masyarakat yang dilaksanakan oleh seseorang atau pihak tertentu yang menerima mandat.Â
Ruang partisipasi tersebut dibuka sehingga masyarakat terlibat aktif mencermati, mengkritisi, dan memberikan masukan atau usulan revisi kebijakan desa.Â
Dengan demikian, akan tertutup celah munculnya kebijakan yang hanya berdasarkan pada keinginan kepala desa atau sekedar rumusan kemauan elite desa yang biasanya sangat subyektif. Sebaliknya, kebijakan tersebut benar-benar sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat desa.
Pelaksanaan pemerintahan desa yang akuntabel, tranparan dan partisipastif akan berdampak positif pada kualitas kinerja pencapaian tujuan pembangunan desa. Semakin akuntabel, tranparan dan partisipastif pemerintahan desa dilaksanakan, maka semakin baik pula penyelesaian masalah ekonomi, sosial, budaya, infrastruktur, politik, keamanan dan ketertiban masyarakat desa. Dengan demikian, semakin besar pula kesempatan masyarakat desa memperbaiki taraf hidupnya.
Masalahnya, pelaksanaan pemerintahan desa yang akuntabel, tranparan dan partisipatif ini sangat tergantung pada kepala desanya. Kepala desa adalah orang yang mempunyai kekuasaan dan kewenangan wilayah, kependudukan, potensi sumber daya dan anggaran yang dimiliki desa. Dalam hal ini, maka kepemimpinan kepala desa akan menentukan bagaimana pemerintahan desa dilaksanakan.
Kepemimpinan kepala desa yang bisa mewujudkan pemerintahan desa yang akuntabel, transparan dan partisipatif adalah kepemimpinan desa yang transformatif.Â
Model kepemimpinan ini bukan kepemimpinan yang menumbuhkan sistem kekerabatan, birokrasi kaku, pemerintahan tangan besi ataupun budaya patronase. Kepemimpinan tranformatif juga bukan kepemimpinan yang sarat dengan permainan legitimasi simbolik masyarakat desa.
Kepemimpinan kepala desa yang tranformatif tidak akan mematikan komitmen warga desanya untuk berkontribusi membangun desa. Kepemimpinan ini juga tidak menghambat bangkitnya kreasi masyarakat dan potensi desa. Kepemimpinan ini cenderung menumbuhkan birokrasi desa yang lebih modern dalam menyelesaiakan permasalahan masyarakat desa.
Kepemimpinan yang tranformatif akan mendukung terciptanya proses check and balances di antara pemangku kepentingan. Kontrol dari lembaga permusyawaratan desa dan masyarakat tumbuh dengan baik.Â
Lembaga permusyawaratan desa tidak akan mati kiri sekedar makan gaji buta. Tetapi aktif memberikan respon dan pengawasan terhadap penggunaan sumber daya desa termasuk dana desa. Perangkat desa atau masyarakat yang vokal tetap dihargai dan tidak dipinggirkan oleh kepala desanya.
Kepemimpinan yang transformatif tidak alergi dengan pengaduan masyarakat. Tidak pula terjebak pada mitos "sedikit pengaduan berarti pelayanan pada masyarakat sudah baik".Â
Model kepemimpinan seperti ini tidak memandang mekanisme pengaduan masyarakat sebagai ajang fitnah dan debat kusir. Bahkan terus memperbaiki mekanisme pengaduan masyarakat sebagai bagian dari upaya meningkatkan partisipasi masyarakat desa.
Singkatnya, kepemimpinan model ini akan memberikan kontribusi yang luar biasa positif terhadap penyelenggaraan pemerintahan desa yang akuntabel, tranparan dan partisipatif.
Di sinilah, letak pentingnya proses pemilihan kepala desa atau pilkades. Proses pemilihan kepala desa seharusnya menjadi momen penting menentukan model kepemimpinan di desa.
Oleh karena itu, proses ini seharusnya dipahami dan dilaksanakan sebagai bagian dari proses yang sistemik menuju kesejahteraan masyarakat desa. Bukan sekedar proses insidental seperti yang berjalan selama ini.
Sebagai proses sistemik, maka dari proses awal, setelah ada hasil, pasca pilkades, sampai berakhirnya masa jabatan seorang kepala desa adalah satu kesatuan proses yang utuh dan saling terkait dalam menentukan arah pembangunan dan pencapaian kesejahteraan masyarakat desa. Â
Proses sistemik berarti proses pilkades bukan proses seremonial dan prosedural pergantian seorang kepala desa. Tetapi menjadi proses yang membuka ruang masyarakat untuk menyampaikan pandangan atau penilaian atas kualifikasi, integritas, rekam jejak, dan moralitas para calon kepala desa.Â
Dalam proses tersebut, seharusnya tidak ada ruang bagi perilaku politik hegemoni atau pembodohan dengan cara-cara represif yang mematikan aspirasi rakyat.
Ketika masyarakat bebas memberikan penilaian dan memberikan suaranya, maka hanya calon-calon kepala desa dengan kualitas kepemimpinan tranformatif yang muncul ke permukaan. Dengan kondisi ini, maka proses seleksi pada calon kepala desa berkualitas akan terjadi dengan benar, yaitu para calon kepala desa yang memiliki pemahaman baik tentang kondisi desa yang akan dipimpinnya; mempunyai visi dan misi konkret menjawab permasalahan masyarakat; memiliki kemampuan mensinergiskan potensi desa; memiliki empati tinggi dan peduli terhadap masalah ketidakadilan, kemiskinan, keterbelakangan; serta teruji komitmennya dalam pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme.
Ruang kebebasan berdebat, memberikan pandangan, penilaian dan pemberian hak suara ini akan menjadi langkah awal terpilihnya figur kepala desa yang tranformatif. Dengan demikian, pilkades yang dilaksanakan benar-benar menjadi bagian dari proses sistemik menuju kesejahteraan masyarakat desa.
Selama ini suksesi kepala desa hanya sekedar peristiwa insidental. Masyarakat hanya merasakan kegiatan seremonial dan prosedural suksesi yang berlangsung enam tahunan.Â
Bagi para calon kepala desa dan pendukungnya, proses pemilihan kepala desa cenderung menjadi ajang mencari kekuasaan atas sumber daya desa. Sedangkan bagi aparatur desa yang lama serta tokoh-tokoh lokal desa, bermakna ancaman hilangnya mata pencaharian mereka.
Keinsyafan Pemerintah Pusat untuk menghargai desa sudah semakin baik dari sisi filosofis, sosiologis dan yuridis. Lalu mengapa pelaksanaan pilkades selama ini tidak menjadi bagian dari proses sistemik menuju masyarakat desa yang lebih sejahtera?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H