Siapa saja yang menyeru pada ‘ashabiyah (fanatisme golongan), maka dia tidak termasuk golongan kita (kaum Muslim) (HR Abu Daud).
مَنْ تَعَزَّى بِعِزَاءِ الْجَاهِلِيَّةِ فَأَعِضُّوْهُ هُنُّ أَبِيْهِ وَلاَ تَكْنُوْهُ
Siapa saja yang berbangga-bangga dengan kebanggaan jahiliah, hendaklah kalian menyuruh mereka menggigit kemaluan bapaknya, dan janganlah kalian mengatakan hal itu secara samar-samar (HR Ahmad, Nasa’i, Ibnu Hibban dan Thabrani).
Membendung Khilafah?
Dari semua paparan di atas, amat jelas bahwa wacana “Islam Indonesia” atau “Islam Nusantara” secara politik dimaksudkan untuk menolak atau setidaknya membendung penerapan syariah Islam secara total oleh negara (Khilafah).
Kita tahu, untuk tujuan itu para penjajah telah dan sedang melakukan berbagai upaya dan strategi, baik melalui pendekatan lembut (soft approach), pendekatan keras (hard approach), maupun melalui undang-undang (legal/law aApproach). Pendekatan lembut (soft approach) dijalankan dengan cara: penyebaran ideologi kontra Islam: kapitalisme, demokrasi, HAM, pluralisme; penyebarluasan kapitalisme dengan baju Islam seperti “Islam moderat”, “negara madani” (ad-dawlah al madaniyah), “Islam inklusif”, dialog antarumat beragama, dll; stigma negatif dan kriminalisasi ajaran pokok Islam (syariah Islam, Khilafah, jihad); linkage (pengaitan) dengan kelompok atau tindakan teror dan lain-lain.
Adapun pendekatan keras (hard approach) dijalankan dengan adu domba dan pecah-belah, sebagaimana dijelaskan di atas, termasuk dikotomi “Islam Indonesia” dan “Islam Timur Tengah”, dst; perang melawan trorisme dan pemaksaan ideologi Barat terhadap negeri Islam: demokrasi atau perang; termasuk menciptakan pemerintahan boneka di negeri Islam dengan perang dan konflik, sebagaimana kita saksikan di Yaman sekarang.
Dengan demikian wacana “Islam Nusantara” merupakan realisasi dari dua pendekatan sekaligus, yakni pengokohan Islam yang moderat dan toleran (dalam versi mereka) serta politik pecah-belah berdasarkan sentimen kebangsaan. Dalam dialog yang diselenggarakan Kompas bekerjasama dengan NU, secara khusus Azyumardi Azra (sebagai salah satu panelis) menyebut Hizbut Tahrir sebagai kelompok yang tidak sejalan dengan gagasan “Islam Nusantra” karena ingin menegakkan Khilafah Islam (http://print.kompas.com/galeri/video, 28/05/2015).
Bahkan Wakil Presiden Yusuf Kalla, dalam sambutan pembukaan Ijtima’ Ulama di Jateng (8/6/2015), menyatakan bahwa Khilafah tidak boleh dikampanyekan karena menapikan kebangsaan dan melanggar undang-undang. Menurut dia, Khilafah hanyalah pikiran yang muncul jaman dulu (Hidayatullah.com).
Inilah di antara bukti bahwa wacana “Islam Indinesia” adalah untuk membendung penerapan syariah dalam bingkai Khilafah.
Islam Hanya Satu