Artikel kali ini bertujuan memberikan penguatan argumentasi bahwa bencana alam juga merupakan musibah yang bisa berbentuk azab terhadap suatu kaum karena kedurhakaan mereka. Hal ini sebagaimana yang menimpa beberapa kaum sebelum kita. Mereka di antaranya kaum Nabi Nuh, kaum Nabi Hud (kaum 'Ad), kaum Nabi Shalih (kaum Tsamud), kaum Nabi Luth (kaum Sodom), dan kaum Nabi Syu'aib (penduduk Madyan). Kisah diazabnya mereka dengan musibah atau bencana alam, penulis sarikan dari kitab Qashashul Anbiya karya Ibnu Katsir.
Kaum Nabi Nuh Dibinasakan dengan Banjir Besar
Nabi Nuh mendakwahi kaumnya selama hampir seribu tahun (950 tahun). Adapun azab yang menimpa kaumnya sebenarnya juga merupakan tantangan kaumnya sendiri kepada Nabi Nuh. Lantas Nabi Nuh berdoa dan mengadu kepada Allah sehubungan dengan penentangan kaumnya. Saat Allah mengabulkan doa Nuh, Allah memerintahkannya untuk menanam pepohonan sebagai bahan dasar pembuatan kapal. Nabi Nuh kemudian menanam pepohonan dan menantikan selama seratus tahun, setelah itu ia potong-potong dan ia jadikan kapal selama seratus tahun berikutnya (sumber lain menyebut 40 tahun).
Melihat Nabi Nuh membuat kapal, kaumnya bukannya menjadikannya pertanda akan turunnya azab. Mereka justru mengejek dan mencemooh. Membalas cemoohan kaumnya, Nabi Nuh berkata, "Jika kamu mengejek kami, maka kami pun akan mengejekmu sebagaimana kamu mengejek kami."
Ibnu Katsir menjelaskan bahwa maksud kalimat Nabi Nuh adalah bahwa merekalah yang akan mengejek kaumnya dan merasa heran pada kaumnya, karena terus saja mengingkari dan menentang dengan semena-mena, yang akan membuat mereka tertimpa siksa.
Lalu berapakah jumlah penumpang kapal Nabi Nuh yang selamat? Ibnu Abbas meriwayatkan 80 orang bersama para istrinya, Ka'ab Al-Ahbar meriwayatkan 92 orang. Sementara itu dari lima putra Nabi Nuh, tiga orang yang selamat berlayar yaitu Ham, Sam, dan Yafits. Yam (disebut Kan'an oleh Ahli Kitab) dan Abir tenggelam.
Setelah air surut, kapal berlabuh di atas Gunung Judi, sebuah pegunungan terkenal di Jazirah. Setelah berlabuh selama sebulan, Nabi Nuh beserta anak-anak dan pengikutnya keluar dari kapal tepat pada hari Asyura (10 Muharam), dan mereka berpuasa pada hari itu.
Ketetapan Allah kembali berlaku, tidak ada satu pun penumpang kapal yang memiliki keturunan selain Nabi Nuh. Sehingga dengan demikian semua manusia yang ada di muka bumi ini dari berbagai ras merupakan keturunan tiga anak Nabi Nuh, yaitu Sam, Ham dan Yafits. Sekaitan dengan hal ini, Rasulullah pernah bersabda, "Sam adalah nenek moyang bangsa Arab, Ham adalah nenek moyang bangsa Habasyah, dan Yafits adalah nenek moyang bangsa Romawi" (HR. Ahmad dan At-Tirmidzi).
Kaum 'Ad Dibinasakan dengan Suara yang Mengguntur dan Awan serta Angin yang Mengandung Api
Kaum 'Ad generasi pertama pada masa Nabi Hud adalah orang-orang yang pertama kali menyembah berhala setelah banjir besar. Kisah mereka juga banyak dituliskan dalam Al-Qur'an. Bahkan sama halnya dengan Nabi Nuh, diturunkan pula satu surah bernama Hud yang mengisahkan bagaimana Nabi Hud mendakwahi kaumnya.
Kaum 'Ad bukan hanya menolak dakwah Nabi Hud, tetapi juga telah menuduh Nabi Hud gila disebabkan perbuatan tuhan-tuhan mereka. Dikisahkan pula bahwa kaum 'Ad ini mengingkari kebangkitan, mengingkari tubuh manusia bisa berdiri kembali setelah menjadi tanah dan tulang belulang.
Sehubungan dengan keyakinan mereka bahwa tidak ada kehidupan setelah kematian, maka kaum 'Ad membangun istana-istana megah dan benteng-benteng. Padahal mereka tidak tinggal di dalamnya. Mereka justru memilih tinggal di perkemahan-perkemahan. Karena itulah, Nabi Hud menasihati mengapa mereka mendirikan istana-istana pada setiap tanah yang tinggi untuk kemegahan tanpa ditempati, dan mereka membuat benteng-benteng dengan harapan mereka hidup kekal.Â
Selain nasihat, Nabi Hud juga mengingatkan mereka tentang anugerah dari Allah. Juga ancaman jika mereka mengingkarinya. Kaum 'Ad bukannya sadar dengan nasihat dan peringatan dari Nabi Hud, mereka justru menantangnya untuk membuktikan ancamannya kepada mereka, jika ia memang benar.
Seperti halnya Nabi Nuh, Nabi Hud juga mengadukan perihal perbuatan kaumnya kepada Allah. Lalu mereka benar-benar dimusnahkan oleh suara yang mengguntur, dan mereka dijadikan seperti sampah yang dibawa banjir. Maka binasalah bagi mereka karena kezalimannya.
Selain suara yang mengguntur, mereka juga dibinasakan dengan awan yang menuju ke lembah-lembah. Awan yang membinasakan kaum 'Ad muncul dari sebuah lembah bernama lembah Mughits. Melihat awan berisi azab ini tiba, kaum 'Ad bergembira, mereka berkata, 'Inilah awan yang akan menurunkan hujan kepada kita.' Padahal itulah azab yang mereka minta agar disegerakan datangnya.Â
Angin mengandung api kemudian menimpa mereka selama tujuh malam delapan hari tanpa henti, hingga membinasakan seluruh kaum 'Ad tanpa menyisakan seorang pun.
Nabi Hud---berdasarkan riwayat yang disampaikan kepada Ibnu Katsir---mengasingkan diri bersama orang-orang mukmin di sebuah kandang tertutup, mereka tidak tertimpa siksa yang menimpa kaum 'Ad. Kulit mereka justru tenang dan jiwa mereka merasa nikmat. Saat itu sekawanan kambing melintas di atas kaum 'Ad di antara langit dan bumi, kawanan kambing itu melempari mereka dengan bebatuan," dan seterusnya hingga akhir kisah.
Kaum Tsamud Dibinasakan dengan Gempa Bumi
Kisah kaum Tsamud juga banyak tertulis dalam Al-Qur'an. Mereka ditimpa azab juga karena kedurhakaan. Dikisahkan bahwa Nabi Shalih mendakwahi kaumnya agar hanya menyembah Allah. Sebagai bukti akan kenabian Shalih, maka didatangkan unta betina. Lalu melalui lisan Nabi-Nya Allah mengingatkan agar kaum Tsamud membiarkan unta tersebut makan di bumi-Nya dan tidak menyakitinya. Tidak lupa Nabi Shalih mengingatkan jika mereka menyakiti unta tersebut, mereka akan ditimpa siksaan yang pedih dari Allah.
Kemudian sebagaimana dakwah Nabi Hud kepada kaum 'Ad, Nabi Shalih juga mengingatkan kaumnya akan kenikmatan-kenikmatan yang telah Allah anugerahkan kepada mereka. Misalnya mereka dapat mendirikan istana-istana di tempat yang datar dan memahat bukit-bukit menjadi rumah-rumah.
Melihat pengikut Nabi Shalih dari kaum yang lemah, maka pemuka-pemuka dari kaum Tsamud dengan penuh kesombongan berkata kepada pengikut Nabi Shalih, "Sesungguhnya, kami mengingkari apa yang kamu percayai." Tidak sampai di situ, mereka menangkap unta Nabi Shalih dan menyembelihnya. Setelah itu mereka menantang Nabi Shalih dengan ucapan, "Wahai Shalih! Buktikanlah ancaman kamu kepada kami, jika benar engkau salah seorang rasul.' Tantangan yang sama yang pernah disampaikan kaum 'Ad kepada Nabi Hud.
Lalu dikisahkan datanglah gempa menimpa mereka. Mereka pun mati bergelimpangan di reruntuhan rumah mereka. Kemudian Nabi Shalih meninggalkan mereka sambil berkata, 'Wahai kaumku! Sungguh, aku telah menyampaikan amanat Tuhanku kepadamu dan aku telah menasihati kamu. Tetapi kamu tidak menyukai orang yang memberi nasihat'."
Azab yang menimpa kaum Tsamud dimulai pada hari Kamis---hari pertama selama masa penantian tiga hari---wajah-wajah mereka berubah pucat pasi. Pada sore harinya, mereka meneriakkan, "Satu hari penantian itu telah berlalu." Selanjutnya pada hari kedua (Jumat), wajah mereka berubah merah. Lalu pada sore harinya mereka meneriakkan, "Dua hari penantian itu telah berlalu." Selanjutnya pada pagi hari ketiga (Sabtu), wajah mereka berubah hitam. Kemudian pada sore harinya mereka saling meneriakkan, "Masa penantian itu berlalu sudah."
Pada Ahad pagi, mereka mengenakan kamper, bersiap-siap, dan duduk menantikan azab, siksa, dan hukuman yang akan menimpa. Mereka tidak tahu akan diperlakukan seperti apa, dan dari arah mana siksaan itu tiba.
Saat matahari terbit, datanglah suara menggemuruh dari langit di atas mereka. Bumi yang ada di bawah mereka berguncang hebat, hingga nyawa mereka melayang. Semuanya diam tidak bergerak, suasana senyap tanpa suara. Mereka bergelimpangan di bawah reruntuhan rumah-rumah mereka. Mereka berubah menjadi bangkai-bangkai tanpa nyawa.
Adapun Nabi Shalih kemudian meninggalkan negerinya dan kaumnya. Menurut salah satu sumber, Nabi Shalih pindah ke tanah Haram, dan tinggal di sana hingga wafat.
Kaum Sodom Dibinasakan dengan Lemparan Batu dan Tanah Terbakar
Nabi Luth singgah di kota Sodom di negeri Ghaur Zaghar atas perintah dan izin dari Nabi Ibrahim. Sodom adalah ibukota negeri tersebut. Kota ini dihuni penduduk yang amat keji, amat ingkar, watak mereka sangat buruk. Mereka merampok, melakukan perbuatan keji di tempat-tempat pertemuan, tidak saling melarang perbuatan mungkar. Bahkan ada sumber menyebutkan mereka beradu kentut di pertemuan-pertemuan tanpa merasa malu.
Kaum Sodom juga melakukan kekejian yang belum pernah dilakukan seorang manusia pun sebelumnya, yaitu homoseksual dan meninggalkan para wanita.
Dikisahkan bahwa azab Allah datang kepada kaum Nabi Luth pada waktu Subuh. Negeri Sodom dijungkirbalikkan oleh Allah. Belum cukup sampai di situ, mereka dihujani bertubi-tubi dengan batu dari tanah yang terbakar.
Allah mengazab kaum Sodom setelah Nabi Luth dan keluarganya keluar kota itu dengan selamat. Sementara tempat itu diubah oleh Allah menjadi danau dengan bau busuk menyengat dan bergelombang, yang pada hakikatnya adalah api yang berkobar. Airnya asin lagi pahit dan tidak bisa dimanfaatkan.
Allah kemudian menyucikan dan menyelamatkan Nabi Luth dan keluarganya, kecuali istrinya. Menurut salah satu sumber, istri Luth tinggal bersama kaumnya. Sumber lain menyebutkan, ia ikut keluar bersama suami dan kedua putrinya. Namun saat melihat suara menggelegar dan jatuhnya negeri tersebut, ia menoleh ke arah kaumnya, melanggar perintah Allah sejak dulu hingga saat itu. Ia mengucapkan, "Duhai kaumku!" Akhirnya, ia tertimpa batu hingga kepalanya pecah, dan menyusul kaumnya, karena memeluk agama kaumnya. Selain itu, ia juga berperan sebagai mata-mata yang menginformasikan adanya tamu di kediaman Nabi Luth.
Penduduk Madyan Dibinasakan dengan Awan Hitam Mengandung Api, Gempa dan Suara Menggelegar
Penduduk Madyan adalah orang-orang kafir yang senang merampok, meneror siapa pun yang melintas, dan menyembah Aikah (sebuah pohon di dalam hutan dengan semak-semak rindang di sekitarnya). Mereka amat curang dalam bermuamalat, mengurangi takaran dan timbangan, meminta lebih namun mengurangi saat memberi. Allah kemudian mengutus Nabi Syu'aib dari kalangan mereka sendiri.
Di antara dakwah Nabi Syu'aib, "Wahai kaumku! Sembahlah Allah. Tidak ada tuhan (sembahan) bagimu selain Dia. Sesungguhnya, telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Rabbmu. Sempurnakanlah takaran dan timbangan, dan jangan kamu merugikan orang sedikit pun. Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Itulah yang lebih baik bagimu jika kamu orang beriman. Dan janganlah kamu duduk di setiap jalan dengan menakut-nakuti dan menghalang-halangi orang-orang yang beriman dari jalan Allah dan ingin membelokkannya."
Tidak lupa Nabi Syu'aib mengingatkan mereka akan nikmat dan azab kaum terdahulu yang mengingkari nikmat Allah. Nabi Syu'aib berkata, "Ingatlah ketika kamu dahulunya sedikit, lalu Allah memperbanyak jumlah kamu. Dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berbuat kerusakan."
Penduduk Madyan dibinasakan oleh Allah dengan tiga azab sekaligus. Pertama, awan hitam dari langit pada hari yang amat gelap, yang di antaranya mengandung kobaran api. Kedua, bumi yang berguncang (gempa), dan ketiga, suara yang menggelegar.
Para mufassir menyebutkan, kaum Syu'aib tertimpa panas hebat, Allah menahan angin tidak berhembus selama tujuh hari. Air ataupun naungan sama sekali tidak berguna bagi mereka, tidak pula memasuki terowongan-terowongan, hingga akhirnya mereka lari meninggalkan tempat menuju dataran luas, lalu mereka dinaungi awan hitam, mereka pun berkumpul di sana untuk bernaung. Saat semuanya sudah berkumpul, Allah mengirim kobaran api bersamaan dengan awan hitam itu. Bumi mengguncang mereka dengan hebat, suara menggelegar kemudian datang dari langit hingga mencabut nyawa mereka, dan tubuh mereka bergelimpangan.
Dijelaskan Ibnu Katsir bahwa Allah mengguncang penduduk Madyan karena sebelumnya mereka telah mengguncang Nabi Syu'aib dan pengikutnya dengan berbagai macam ancaman, seperti akan mengusir mereka, atau mereka harus kembali kepada agama mereka. Adapun azab berupa suara menggelegar adalah balasan terhadap perkataan buruk mereka terhadap Nabi Syu'aib, misalnya ketika mereka menghina dan mengolok-olok.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI