Mohon tunggu...
Agussalim Ibnu Hamzah
Agussalim Ibnu Hamzah Mohon Tunggu... Penulis - Historia Magistra Vitae

Mengajar sambil belajar menulis beragam tema (sejarah, pendidikan, agama, sosial, politik, hingga kisah-kisah inspiratif). Menerbitkan sejumlah buku tunggal atau antologi bersama beberapa komunitas seperti AGUPENA, SATUPENA, MEDIA GURU, KMO, SYAHADAH, AGSI dan SAMISANOV.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kerusakan "Garam Bumi" dan Perihal Tertawa Terbahak-bahak

16 Desember 2024   07:13 Diperbarui: 16 Desember 2024   07:13 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Parodi yang dilakonkan oleh Andre, Wendi dan Aden (Sumber: Chanel Trans7 Official))

Ini artikel kedua yang terinspirasi dari kasus Gus Miftah dengan Sunhaji, penjual es teh yang terlanjur viral. Selain Gus Miftah yang disorot tajam, sosok yang duduk di sisi kanannya pun ikut menuai sorotan pasca tertawanya yang dianggap kurang pantas. Pantauan penulis di beberapa chanel youtube, video viral ini telah diparodikan beberapa kali. Selain selebgram, pelawak seperti Andre, Wendi Cagur dan Aden Bajaj bahkan tampil di salah satu stasiun televisi swasta nasional. Andre berperan sebagai  Sunhaji, Wendi sebagai Gus Miftah dan Aden sebagai Kyai Usman.

Di artikel kali ini kami merasa perlu mengingatkan kembali bahwa sesungguhnya tertawa pun mendapat perhatian dari banyak ulama. Al Faqih Abul Laits As-Samarqandi bahkan menulis bab "Perihal Tertawa yang Dilarang" dalam kitabnya yang fenomenal berjudul Tanbihul Ghofilin. Bukan kebetulan jika kitab setebal 1008 halaman edisi bahasa Indonesia dan berisi 92 bab ini menempatkan bab "Perihal Tertawa yang Dilarang" sebelum bab Perihal "Amarah" dan "Menjaga Lisan".

Ulama adalah Garam Bumi

Di antara hal menarik di awal pembahasannya, Al Faqih mengutip riwayat yang sumbernya disandarkan kepada Nabi Isa alaihissalam (as). Riwayat yang bersumber dari Sufyan bin Umaiyah ini memberikan perumpamaan "garam bumi" kepada kaumnya dari kalangan Hawariyyun.

Nabi Isa as di antaranya menyebut dua kebodohan pada mereka yaitu tertawa terbahak-bahak dan tidur hingga pagi tanpa mengerjakan salat malam.

Al Faqih lalu menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan garam bumi adalah pemuka agama/ulama, di mana keberadaan mereka adalah sebagai teladan dan penunjuk jalan yang benar bagi masyarakat. Seumpama garam jika sudah rusak (bila mereka berhenti dari memfungsikan dirinya atau bahkan meninggalkan jalan yang benar), lantas siapakah yang menjadi teladan dari orang-orang yang awam.

Lalu bagaimana dengan tertawa terbahak-bahak? Menurut Al Faqih, hal ini adalah sesuatu yang kurang baik (makruh), sebab itu bagian dari kebiasaan orang-orang bodoh. Adapun tidur hingga pagi tanpa bangun untuk salat malam adalah bagian dari kedunguan.

Tiga Kelompok Orang yang Tertawa Terbahak-bahak

Ada kisah menarik yang bersumber dari riwayat Ibnu Umar ra tentang teguran Nabi saw saat bertemu dengan tiga kelompok orang yang tertawa terbahak-bahak. Saat bertemu dengan kelompok yang pertama, beliau mengingatkan agar mereka lebih banyak mengingat sesuatu yang melenyapkan kelezatan yaitu maut. Selanjutnya saat bertemu dengan kelompok yang kedua, beliau memperingatkan bahwa andaikan mereka mengetahui apa yang beliau ketahui maka mereka akan banyak menangis dan sedikit tertawa. Berikutnya saat bertemu dengan kelompok ketiga yang juga tertawa terbahak-bahak, beliau mengucapkan salam lalu berkata bahwa Islam itu awal mulanya asing maka beruntunglah orang-orang asing itu yaitu mereka yang menyeru pada kebaikan di tengah-tengah masyarakat yang rusak.

Amanat Nabi Khidir as: Jangan Mentertawai Orang yang Berbuat Salah

Ada riwayat yang dikutip dari kisah Nabi Khidir as dan Nabi Musa as. Riwayat yang bersumber dari Ibnu Umar ra itu, mengisahkan bahwa salah satu amanat Nabi Khidir as terhadap Nabi Musa as adalah agar tidak mentertawakan orang yang berbuat salah. Amanat Nabi Khidir as ini mengajarkan kepada kita bahwa jika terhadap yang berbuat salah saja kita tidak boleh tertawai, apalagi orang yang tidak berbuat salah.

Antara Tertawa dan Tersenyum

Di bagian akhir tulisan ini, kami ingin mengutip riwayat dari Auf bin Abdullah bahwa Nabi saw tidak pernah tertawa, kecuali hanya tersenyum, dan beliau tidak menoleh, kecuali dengan seluruh muka (menghadap). Al Faqih lalu menjelaskan bahwa tersenyum adalah sesuatu yang disunahkan, sedangkan tertawa dengan terbahak-bahak adalah makruh hukumnya. Jika demikian, semampu mungkin kita meninggalkannya sebab yang demikian itu dapat mematikan hati dan mendatangkan banyak tangis di akhirat kelak.

Imam Hasan Al-Basri pernah menegur seorang pemuda yang tertawa di depannya, "Wahai pemuda, apakah dirimu sudah merasa aman dari shirat?" Dijawab, "Belum." Beliau berkata, "Lalu apa yang menyebabkan kamu tertawa seperti itu?" Setelah mendapat teguran seperti itu, pemuda itu tidak lagi tertawa sebagaimana semula.

Akhirnya kami menutup artikel ini dengan peringatan Ibnu Abbas ra sebagaimana juga dikutip oleh Al Faqih. Sepupu Nabi saw itu pernah berpesan, "Barangsiapa yang tertawa ketika berbuat maksiat, maka kelak ia akan masuk neraka dengan menangis."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun