Presiden dan Wakil Presiden terpilih telah dilantik pada 20 Oktober 2024. Dua pekan sebelumnya bangsa Indonesia memperingati hari lahir Tentara Nasional Indonesia (TNI) tepatnya pada 5 Oktober 2024. Berselang sepekan sesudah pelantikan, bangsa Indonesia akan memperingati Hari Sumpah Pemuda yakni 28 Oktober 2024.
Apakah kebetulan jika Presiden terpilih berlatar belakang TNI? Apakah kebetulan pula jika Wakil Presiden terpilih berasal dari golongan muda? Penulis tidak bermaksud memakai kacamata cocoklogi untuk menulis artikel ini. Tujuan penulis adalah semata-mata mengingatkan pasangan nakhoda kapal besar Republik Indonesia agar tidak melupakan jati diri dan sejarah bangsa ini. Semoga Prabowo-Gibran tidak melupakan semangat manunggal TNI-Rakyat dan gelora Sumpah Pemuda.
TNI: Nasionalisme dan Kemanunggalan TNI-Rakyat
Tidak ragu lagi bahwa TNI adalah pilar nasionalisme. Sulit dibayangkan, jika momentum Serangan Umum 1 Maret (SU 1 Maret) tidak berhasil mengalahkan Belanda di Yogyakarta. Mungkin pengakuan kedaulatan tidak akan terwujud, jika TNI tidak berhasil membuka mata dunia dan meyakinkan publik Internasional bahwa RI dan TNI masih ada.
Pada era pergolakan di berbagai daerah pada masa Orda Lama, lagi-lagi TNI menjadi benteng dan pagar betis yang kokoh melindungi negara ini dari ancaman disintegrasi bangsa. Serentetan aksi separatis berhasil dilumpuhkan dengan berbagai operasi penumpasan. Begitupun saat Partai Komunis Indonesia (PKI) nyaris berhasil melakukan kudeta berdarah tahun 1948 dan 1965, TNI pula yang menenggelamkan cita-cita mereka.
Lalu bagaimana semua prestasi TNI tersebut bisa terwujud? Jawabannya adalah kemanunggalan TNI dengan rakyat. Penulis teringat jawaban Letkol Suharto kepada Panglima Besar Jenderal Sudirman yang masih ragu masuk kota Yogyakarta pasca Perundingan Renville disepakati. Pak Dirman meragukan iktikad baik Belanda, sesuai pengalaman pasca Perundingan Linggajati. Pak Harto lalu berkata bahwa jika Belanda kembali menigngkari janji, maka mereka akan berhadapan dengan perlawanan rakyat semesta. Semangat perlawanan rakyat semesta ini lalu diadaptasi oleh Pemerintah Orde Baru di bawah nakhoda Presiden Suharto dengan Sistem Pertahanan dan Keamanan Rakyat Semesta (Sishankamrata).
Sumpah Pemuda: Nasionalisme dan Perekat Bangsa
Jika kita melakukan napak tilas momentum Sumpah Pemuda, mungkin kita akan menemukan dua frase yang tepat untuk direfleksikan ke masa kini yaitu nasionalisme dan perekat bangsa. Ikrar Sumpah Pemuda menjadi fakta tidak terbantahkan akan hal tersebut.
Para pemuda kala itu yang awalnya merupakan anggota organisasi kepemudaan dari berbagai daerah, misalnya Jong Ambon, Jong Batak, Jong Celebes, Jong Java, Jong Minahasa, Jong Islamieten Bond, Jong Sumatranen Bond dan Tri Koro Dharmo bersedia melebur diri menjadi satu tumpah darah, satu bangsa, dan satu bahasa persatuan. Kehadiran beberapa tokoh muda Tionghoa sebagai pengamat seperti Kwee Thiam Hong, John Lauw Tjoan Hok, Oey Kay Siang dan Tjoi Djian Kwie makin merekatkan semangat persatuan pemuda.
Meski mereka datang dengan beragam agama, tradisi, bahasa bahkan etnis, tetapi tanpa perdebatan panjang mereka bersedia meleburkan diri dan menyatukan tekad demi tegaknya Republik Indonesia. Menyusul Kongres Pemuda 28 Oktober 1928 diadakan pula Kongres Pemuda di Semarang pada 4-5 Oktober 1934. Kali ini pemuda-pemuda keturunan Arab yang aktif mengorganisir kongres dengan tokoh seperti AR Baswedan. Melalui kongres itu mereka bukan hanya bersepakat mengakui Indonesia sebagai tanah air mereka tetapi juga tekad untuk memberikan kesetiaan.
Kita tidak boleh meragukan nasionalisme dan gelora semangat Sumpah Pemuda dalam diri Prabowo-Gibran. Prabowo yang memilih menggunakan nama pamannya yang seorang pahlawan di era revolusi fisik di belakang namanya menjadi pembuktian nasionalismenya. Maka tidaklah mengherankan ketika Kabinet Merah Putih menjadi pilihan nama kabinetnya bersama Gibran Rakabuming.
Kita pun tidak boleh ragu dengan nasionalisme dan gelora semangat Sumpah Pemuda dalam diri putra mantan Presiden Joko Widodo ini. Percaya dirinya mendampingi Prabowo Subianto tentu sudah dengan pemikiran matang bahwa dirinya tidak akan mengecewakan rakyat Indonesia terutama ratusan juta golongan muda di Indonesia. Gibran harus memanifestasikan semangat Sumpah Pemuda, merekatkan bangsa terutama para pemuda yang nyaris terkoyak karena pilihan politik yang berbeda. Jangan ada lagi dikotomi keturunan Tionghoa dan keturunan Arab. Mereka semua memiliki peranan dalam perjuangan kemerdekaan. Tidak boleh ada lagi yang merasa paling nasionalis, sebab hal inilah yang dapat memicu perpecahan terutama di kalangan pemuda.
Pemuda adalah masa depan bangsa. Pemuda adalah harapan bangsa. Pemuda saat ini adalah aset bangsa, mereka adalah bonus demografi saat Indonesia mencapai Indonesia Emas 2045.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H