Mohon tunggu...
Agussalim Ibnu Hamzah
Agussalim Ibnu Hamzah Mohon Tunggu... Penulis - Historia Magistra Vitae

Mengajar sambil belajar menulis beragam tema (sejarah, pendidikan, agama, sosial, politik, hingga kisah-kisah inspiratif). Menerbitkan sejumlah buku tunggal atau antologi bersama beberapa komunitas seperti AGUPENA, SATUPENA, MEDIA GURU, KMO, SYAHADAH, AGSI dan SAMISANOV.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Prabowo-Gibran di Antara Semangat Manunggal TNI-Rakyat dan Gelora Sumpah Pemuda

22 Oktober 2024   09:22 Diperbarui: 22 Oktober 2024   09:54 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Momen pelantikan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka (Kompas.com)

Presiden dan Wakil Presiden terpilih telah dilantik pada 20 Oktober 2024. Dua pekan sebelumnya bangsa Indonesia memperingati hari lahir Tentara Nasional Indonesia (TNI) tepatnya pada 5 Oktober 2024. Berselang sepekan sesudah pelantikan, bangsa Indonesia akan memperingati Hari Sumpah Pemuda yakni 28 Oktober 2024.

Apakah kebetulan jika Presiden terpilih berlatar belakang TNI? Apakah kebetulan pula jika Wakil Presiden terpilih berasal dari golongan muda? Penulis tidak bermaksud memakai kacamata cocoklogi untuk menulis artikel ini. Tujuan penulis adalah semata-mata mengingatkan pasangan nakhoda kapal besar Republik Indonesia agar tidak melupakan jati diri dan sejarah bangsa ini. Semoga Prabowo-Gibran tidak melupakan semangat manunggal TNI-Rakyat dan gelora Sumpah Pemuda.

TNI: Nasionalisme dan Kemanunggalan TNI-Rakyat

Tidak ragu lagi bahwa TNI adalah pilar nasionalisme. Sulit dibayangkan, jika momentum Serangan Umum 1 Maret (SU 1 Maret) tidak berhasil mengalahkan Belanda di Yogyakarta. Mungkin pengakuan kedaulatan tidak akan terwujud, jika TNI tidak berhasil membuka mata dunia dan meyakinkan publik Internasional bahwa RI dan TNI masih ada.

Pada era pergolakan di berbagai daerah pada masa Orda Lama, lagi-lagi TNI menjadi benteng dan pagar betis yang kokoh melindungi negara ini dari ancaman disintegrasi bangsa. Serentetan aksi separatis berhasil dilumpuhkan dengan berbagai operasi penumpasan. Begitupun saat Partai Komunis Indonesia (PKI) nyaris berhasil melakukan kudeta berdarah tahun 1948 dan 1965, TNI pula yang menenggelamkan cita-cita mereka.

Lalu bagaimana semua prestasi TNI tersebut bisa terwujud? Jawabannya adalah kemanunggalan TNI dengan rakyat. Penulis teringat jawaban Letkol Suharto kepada Panglima Besar Jenderal Sudirman yang masih ragu masuk kota Yogyakarta pasca Perundingan Renville disepakati. Pak Dirman meragukan iktikad baik Belanda, sesuai pengalaman pasca Perundingan Linggajati. Pak Harto lalu berkata bahwa jika Belanda kembali menigngkari janji, maka mereka akan berhadapan dengan perlawanan rakyat semesta. Semangat perlawanan rakyat semesta ini lalu diadaptasi oleh Pemerintah Orde Baru di bawah nakhoda Presiden Suharto dengan Sistem Pertahanan dan Keamanan Rakyat Semesta (Sishankamrata).

Sumpah Pemuda: Nasionalisme dan Perekat Bangsa

Jika kita melakukan napak tilas momentum Sumpah Pemuda, mungkin kita akan menemukan dua frase yang tepat untuk direfleksikan ke masa kini yaitu nasionalisme dan perekat bangsa. Ikrar Sumpah Pemuda menjadi fakta tidak terbantahkan akan hal tersebut.

Para pemuda kala itu yang awalnya merupakan anggota organisasi kepemudaan dari berbagai daerah, misalnya Jong Ambon, Jong Batak, Jong Celebes, Jong Java, Jong Minahasa, Jong Islamieten Bond, Jong Sumatranen Bond dan Tri Koro Dharmo bersedia melebur diri menjadi satu tumpah darah, satu bangsa, dan satu bahasa persatuan. Kehadiran beberapa tokoh muda Tionghoa sebagai pengamat seperti Kwee Thiam Hong, John Lauw Tjoan Hok, Oey Kay Siang dan Tjoi Djian Kwie makin merekatkan semangat persatuan pemuda.

Meski mereka datang dengan beragam agama, tradisi, bahasa bahkan etnis, tetapi tanpa perdebatan panjang mereka bersedia meleburkan diri dan menyatukan tekad demi tegaknya Republik Indonesia. Menyusul Kongres Pemuda 28 Oktober 1928 diadakan pula Kongres Pemuda di Semarang pada 4-5 Oktober 1934. Kali ini pemuda-pemuda keturunan Arab yang aktif mengorganisir kongres dengan tokoh seperti AR Baswedan. Melalui kongres itu mereka bukan hanya bersepakat mengakui Indonesia sebagai tanah air mereka tetapi juga tekad untuk memberikan kesetiaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun