Pembagian Hutan dalam Komunitas Adat Ammatoa
Pembagian kawasan hutan ini, penulis temukan dari hasil penelitian Syamsul Bahri dkk dari Balai Pelestarian Nilai Budaya Makassar. Dituliskan bahwa hutan atau dalam bahasa lokal disebut borong dimaksud dalam kawasan adat Kajang (Ilalang Embayya), ada tiga jenis yaitu: 1) hutan keramat (borong karama'), 2) hutan penyangga/perbatasan (borong batasayya), Â dan 3) hutan masyarakat (borong luarayya).
Tentang jenis-jenis hutan di kawasan adat ini, Hasanuddin dkk dalam buku Spektrum Sejarah Budaya dan Tradisi Bulukumba juga menuliskan bahwa dalam kawasan adat Tana Toa terdapat hutan adat yang disebut juga hutan pusaka seluas 317,4 ha. Hutan ini sama sekali tidak boleh diganggu gugat, sehingga tidak diperbolehkan kegiatan apapun yang dapat merusak kelestarian hutan. Kegiatan yang dimaksud antara lain penebangan kayu, perburuan hewan, dan membakar hutan. Sedemikian dijaganya, sehingga rumah-rumah di kawasan adat Tana Toa tidak boleh membelakangi atau dibangun di sebelah kanan dari hutan adat.
Hasanuddin dkk juga menjelaskan bahwa selain hutan adat terdapat hutan kemasyarakatan seluas 144 ha. Hutan ini boleh digarap atau ditebang pohonnya, tetapi dengan syarat harus menanam terlebih dahulu bibit pohon yang jenisnya sama dengan pohon yang akan ditebang dan ditanam di sebelahnya. Selebihnya ada lagi yang disebut dengan hutan rakyat seluas 98 ha. Hutan rakyat digarap secara bersama-sama oleh masyarakat setempat dan hasilnya dinikmati bersama-sama. Umumnya hasil hutan yang diambil digunakan untuk kepentingan pembangunan rumah atau untuk kayu bakar.
Pembagian kawasan hutan dalam masyarakat adat Ammatoa sebagaimana dijelaskan di atas membuktikan adanya kearifan lokal (local genius) dalam pengelolaan alam. Hal ini juga menunjukkan kemampuan Ammatoa mengakomodir kebutuhan rakyatnya baik untuk kepentingan individu maupun kepentingan masyarakat umum. Sekaligus hal ini menunjukkan kepedulian dan kecintaan terhadap alam. Pepohonan di hutan masyarakat atau hutan rakyat dapat ditebang dengan syarat harus dipersiapkan pohon penggantinya. Sedangkan pohon di hutan adat (borong karama') sama sekali tidak boleh ditambah atau dikurangi sebagaimana pasang yang berbunyi talakkullei nitambai nanikurangi borong karamaka, sehingga fungsi hutan sebagai paru-paru dunia tidak terganggu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H