Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu kembali ditimpa masalah. Selain seruan gencatan senjata dan tekanan dunia internasional karena invasi mereka ke Gaza-Rafah, kini ia menghadapi perpecahan dalam kabinetnya. Belum lagi ancaman dari luar yakni serangan yang makin instan kalau tidak bisa dikatakan brutal dari Hizbullah di Lebanon, juga dari Rusia.
Kabinet Perang Netanyahu Bubar
Perpecahan dalam kabinet perang bentukan Netanyahu dimulai setelah pengunduran diri Benny Gantz, Ketua Partai Persatuan Nasional. Ironisnya, Gantz justru merupakan orang yang meminta pembentukan kabinet perang tersebut. Menyusul Gantz, anggota dewan dari Partai Persatuan Nasional, Gadi Eisenkot juga mengundurkan diri. Kedua tokoh ini mengundurkan diri dari kabinet perang Netanyahu karena perdana menteri Israel itu dinilai gagal membuat strategi dalam perang di Gaza. Termasuk kegagalan Netanyahu membuat kesepakatan dengan Hamas terkait pembebasan seluruh warga Israel yang disandera.
Kabinet perang yang resmi dibubarkan pada Minggu (16/6/2024) ini dibentuk Netanyahu pada 11 Oktober 2023 atau empat hari pasca infiltrasi tiba-tiba Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023. Tugas utama forum kecil yang beranggotakan enam orang ini adalah mengurus kampanye militer melawan Hamas dan Hizbullah.
Netanyahu Tidak Kompak dengan Militer Israel
Ketidakkompakan Netanyahu dengan militer Israel dibuktikan dengan ketidaktahuan Netanyahu bahwa militer Israel telah mengumumkan jeda pertempuran harian. Itulah sebabnya ia tetap memerintahkan militernya melakukan serangan termasuk ke Rafah Timur yang menyebabkan tewasnya tujuh warga sipil. Padahal sejak Minggu (16/6/2024), Israel Defence Force (IDF) telah mengeluarkan pengumuman jeda perang selama sebelas jam setiap harinya, dimulai dari pukul delapan pagi dan berakhir pukul tujuh malam waktu setempat. Mengutip Tribunnetwork dari akun Pasukan Pertahanan Israel, jeda perang ini untuk meningkatkan jumlah bantuan kemanusiaan yang memasuki Gaza dan mengikuti diskusi tambahan terkait dengan PBB dan organisasi internasional.
Netanyahu kemudian beralibi bahwa keputusan jeda perang yang diambil oleh IDF tidak dapat diterima. Netanyahu juga didukung oleh Menteri Keamanan Nasional, Itamar Ben-Gvir. Bahkan menteri yang memang terkenal sebagai pendukung utama perang di Gaza ini menyebut keputusan jeda taktis tersebut adalah sebuah kebodohan.
Eskalasi Perang Meluas Ke Lebanon?
Sejak awal konflik terbuka Israel-Hamas, Hizbullah telah menegaskan posisinya sebagai pembela Hamas sekaligus menjadi lawan tangguh Israel. Serangan faksi mujahidin Syiah ini sukses membuat Israel tidak bisa tidur tenang, terlebih setelah tentara Zionis menginvasi Rafah. Awal bulan ini, Hizbullah bahkan menjadikan salah satu kota di Israel menjadi lautan api. Bahkan sebagaimana dilansir video Kompas.com (14/6/2023), kelompok militan Lebanon ini kembali meluncurkan 150 roket dan 30 drone bunuh diri ke Israel Utara pada Kamis, 13 Juni 2024. Sehari sebelumnya, Hizbullah meluncurkan setidaknya 200 roket. Serangan ke Israel Utara ini sebagai aksi pembalasan Hizbullah terhadap tewasnya salah seorang komandan senior mereka. Terbaru, Kompas.com (21/6/2024) melansir video yang memperlihatkan kepanikan di Israel karena serangan roket-roket Hizbullah. Kepanikan ditandai dengan suara sirine.
Seringnya terjadi saling serang militer Israel-Hizbullah, hingga pertengahan Juni 2024, membuat Israel memperingatkan kemungkinan ketegangan akan meningkat dengan negara tetangga mereka, yaitu Lebanon. Â Tetapi bukannya gentar, Hizbullah balik mempersilahkan Israel menyerang Lebanon sambil mengingatkan bahwa mereka memang sudah menunggu tentara Israel dan melakukan persiapan khusus untuk menyambut Israel jika mereka nekad menyerang Lebanon.
Kekhawatiran melausnya eskalasi perang ke Lebanon memang beralasan karena sejak perang Israel versus Hamas, sering terjadi saling serang antara militer Israel dengan Hizbullah hingga ke wilayah yang berdekatan dengan perbatasan kedua negara. Terbaru, Kompas.com (19/6/2024) memposting video yang memperlihatkan detik-detik serangan Israel ke beberapa target infrastruktur Hizbullah di Lebanon Selatan. Serangan ini menyusul persetujuan dan validasi Israel atas rencana serangan ke Lebanon pada Selasa, 18 Juni 2024. Hal ini berdasarkan penilaian militer Israel dengan para pejabat senior terhadap situasi di Komando Utara.
Jika mengingat konflik terbuka Israel dengan Hizbullah selama perang Israel-Gaza hingga saat ini maka potensi meluasnya perang terbuka hingga ke wilayah Lebanon, bisa menjadi kenyataan. Sebelumnya, Israel mengakui bahwa mereka telah menewaskan sedikitnya 400 orang di Lebanon yang sebagian besar merupakan anggota Hizbullah. Konflik terbuka lintas perbatasan kedua negara memperkuat dugaan potensi perang di antara keduanya. Bahkan Israel pernah melancarkan serangan udara ke wilayah Lebanon pada akhir Pebruari 2024, termasuk infrastruktur Hizbullah di wilayah Lebanon yang berbatasan dengan Suriah.
Keputusan serangan besar Israel ke Hizbullah atau Lebanon juga dipertegas oleh Menteri Luar Negeri Israel, Israel Katz sebagaimana dikutip dari Kompas.com (21/6/2024). Ia menegaskan, "Kami sudah sangat dekat dengan momen keputusan untuk mengubah aturan terhadap Hizbullah dan Lebanon. Dalam perang habis-habisan, Hizbullah akan dihancurkan dan Lebanon akan sangat terpukul."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H