Terkait siapa "dalang" kecelakaan tersebut, terbaru, Rusia-Iran kompak menuduh AS "terlibat". Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Levrov pada Selasa, 25 Mei 2024 menyatakan bahwa sanksi AS membahayakan nyawa banyak orang. Ia juga mengutip pernyataan mantan Menteri Luar Negeri Iran, Javad Zarif yang menilai adanya andil AS memberikan sanksi sehingga terjadilah kecelakaan tersebut. Andil yang dimaksud karena AS memberikan sanksi memboikot suku cadang ke Iran. Itulah sebabnya Rusia dan Iran menuduh AS membahayakan nyawa banyak orang.Â
Mengutip video Kompas.com (22/5/2024), helikopter yang ditumpangi oleh Presiden Iran terbang pertama kali pada tahun 1968, artinya helikopter dengan tipe Bell 212 seperti ini telah berusia lebih dari 50 tahun dan juga diperuntukkan bagi penerbangan sipil dan kursinya dapat disesuaikan menjadi 14 kursi. Helikopter tipe ini juga dapat dimanfaatkan untuk pengangkutan cargo dengan total muatan hingga 2.000 kg. Dengan demikian, mudah dipahami "keterlibatan" AS yang dimaksud adalah sanksi boikot suku cadang sehingga pesawat-pesawat buatan AS yang terbang di Iran dibiarkan tanpa pemeliharaan memadai dalam hal ini penggantian atau peremajaan suku cadang. Jika aksi boikot ini dibiarkan ke masa-masa selanjutnya, maka tidak menutup kemungkinan masih akan terjadi lagi insiden-insiden berikutnya termasuk yang membahayakan masyarakat sipil.
Lalu bagaimana respon AS setelah tragedi jatuhnya helikopter Presiden Iran? Dilansir dari Tribunnews (22/5/2024), AS sangat khawatir jika Israel dan Washington dituduh terlibat dalam peristiwa tersebut meskipun hasil penyelidikan awal cuaca buruk menjadi penyebab kecelakaan. Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin menegaskan Washington tidak ambil bagian dalam kecelakaan tersebut.
Hasil Investigasi Awal
 Ada fakta terbaru seputar jatuhnya helikopter Presiden Iran setelah investigasi awal dilakukan. Dilansir dari Tribunnews (22/5/2024), ditemukan fakta bahwa helikopter yang dipergunakan oleh Presiden Iran beserta rombongan masih menggunakan teknologi usang, bahkan belum dilengkapi transponder. Hal ini diungkapkan oleh Menteri Transportasi Turki, Abdulkadir Uraroglu berdasarkan investigasi awal. Menurutnya, tim investigasi tidak menemukan signal dari transponder yang dipakai untuk menyiarkan informasi tentang ketinggian dan lokasi. Hal ini menguatkan dugaan, helikopter tidak memiliki transponder atau sengaja dimatikan. Tim investigasi juga mencurigai helikopter Bell 212 tidak melakukan pemeriksaan cuaca sebelum pilot dan kopilot memutuskan tetap terbang. Sejumlah pengamat juga mencurigai helikopter memang sudah usang karena suku cadang tidak memadai sejak Iran terkena sanksi AS.
Sebuah Kesimpulan
Dengan demikian, kemungkinan sabotase oleh Israel itu ada apalagi jika dihubungkan dengan fakta bahwa helikopter terbang di atas wilayah yang berbatasan dengan Azerbaijan, sekutu Israel, tetapi alibi Israel bahwa bukan Presiden Raisi yang bertanggung jawab terhadap kampanye anti Israel di Iran melainkan Ayatollah khamenei, dapat dipertimbangkan. Artinya Israel melihat bahwa sosok Raisi bukanlah tokoh di balik banyak keputusan anti Israel di Iran. Mereka justru merasa khawatir jika presiden penggantinya Raisi kelak justru tokoh yang membenci Israel.
Bagaimana dengan kesimpulan cuaca buruk sebagai penyebab kecelakaan? Hal ini memungkinkan ditambah dengan fakta usia pesawat yang sudah tua dan ketiadaan atau matinya transponder. Maka kesimpulan "keterlibatan" AS dalam insiden ini yang dimaksudkan adalah pembiaran pesawat dalam kondisi minim peremajaan atau pemeliharaan disebabkan sanksi boikot suku cadang produk Amerika ke Iran. Meski demikian, kita masih harus bersabar menunggu hasil investigasi selanjutnya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H