Kurang lebih sepekan ini, isu mundurnya beberapa menteri dari kabinet Presiden Jokowi terus berhembus. Meski Sri Mulyani yang paling disebut akan mundur telah memberi klarifikasi, angin politik terus membawa terbang isu ini ke berbagai penjuru angin. Sebagai insan sejarah sudah selayaknya jika penulis perlu mengingatkan agar para menteri yang diisukan mundur ini tidak mengulangi sejarah pada zaman Presiden Suharto di era pergolakan reformasi 1998.
Kita ingat, bahwa yang membuat Suharto "patah arang" menghadapi gerakan pelengseran dirinya ketika satu-persatu menterinya mundur dari kabinet, lalu "reshufle" pun tetap gagal karena yang ditunjuk menjadi menteri pengganti juga tidak bersedia. Ini pukulan telak bagi Suharto, karena tak mungkin presiden tanpa kabinet. Apalagi di tengah tekanan kuat yang menggoncang kekuasaan. Terus-menerus mengandalkan kekuatan militer untuk menekan aksi hanya akan memperpanjang masalah dan memupuk kebencian mahasiswa bahkan rakyat secara umum.
Pertimbangan penulis mengingatkan hal ini adalah adanya kesamaan pola saat ini dengan yang terjadi di masa reformasi itu, hanya kualitas dan kompleksitas masalah yang berbeda. Misalnya saat ini telah ada gerakan mahasiswa yang tidak puas dengan presiden, ada pula gerakan untuk pemakzulan presiden hingga gugatan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) karena presiden dianggap melakukan nepotisme terkait dinasti politik. Berikutnya, adanya tokoh-tokoh yang terus melakukan penyadaran ke publik khususnya ke generasi muda melalui diskusi-diskusi bahkan melalui chanel-chanel youtube mereka. Termasuk aktivis '98 yang sudah "turun gunung" meski baru terbatas pada diskusi kebangsaan.
Dari Mana Awal Isu Berhembus?
Penulis berusaha menemukan fakta terpercaya terkait isu mundurnya 15 menteri dari Kabinet Indonesia Maju Presiden Jokowi. Sosok pertama yang kita sorot adalah yang paling "santer" disebut-sebut akan mundur yaitu Menteri Keuangan, Sri Mulyani. Kabar rencana mundurnya mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini awalnya bersumber dari ekonom senior Faisal Basri.Â
Ia beralasan bahwa para menteri sudah tidak nyaman berada di dalam kabinet karena Presiden Jokowi mulai menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan politiknya. Sosok lain yang disebut oleh Faisal Basri adalah Basuki Hadimuljono (Menteri PUPR), Pramono Anung (Sekretaris Kabinet) hingga Mahfud MD (Menkopolhukam).Â
Menurut Faisal Basri, total ada 15 menteri yang disebut akan mundur dari kabinet, terutama mereka yang teknokrat (bukan dari partai) yang memiliki standar nilai etika tidak tertulis. Ada pula yang berasal dari partai seperti PDI Perjuangan, PKB dan Nasdem. Tidak lupa ekonom INDEF ini memperingatkan bahwa mundurnya menteri dari kabinet sudah pernah terjadi di zaman Presiden Suharto hingga akhirnya penguasa Orde Baru ini ikut mundur.
Apa Tanggapan Para Menteri hingga Presiden
Isu yang dihembuskan oleh ekonom senior Faisal Basri tentu harus kita konfrontir dengan para menteri yang disebut akan mundur, meski karena keterbatasan informasi tidak semua keterangan mereka mampu kita kumpulkan pada kesempatan ini. Meski demikian kami akan mengutip keterangan yang dapat mewakili semua menteri yang dikabarkan akan mundur. Keterangan dimaksud bersumber dari Menkominfo, Budi Arie Setiadi sebagaimana dilansir CNBC Indonesia, 19 Januari 2024.Â
Ia mengatakan telah menghubungi semua menteri yang dikabarkan akan mundur dan mereka semua membantah kabar tersebut termasuk Menlu Retno Marsudi yang justru bersiap dengan agenda di PBB untuk kembali membahas masalah yang terjadi di Gaza. Ia lalu menekankan bahwa isu ini adalah opini bukanlah fakta yang sengaja dihembuskan menjelang Pilpres.