Di tulisan sebelumnya, kita mengulas seruan Sekjen Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Syaifullah Yusuf yang mengajak warga NU tidak memilih pasangan Anies-Muhaimin sebagai respon terhadap dukungan Abu Bakar Ba'asyir ke pasangan nomor 01 ini.Â
Ketua PBNU, Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya kemudian menjelaskan bahwa pernyataan Sekjend PBNU, Gus Ipul merupakan pernyataan pribadi bukan atas nama lembaga.Â
Dikutip dari laman resmi NU Online (18/1/2024), Gus Yahya menegaskan bahwa NU secara lembaga tidak terlibat dalam kampanye atau dukung-mendukung dalam pemilihan presiden (pilpres) 2024.
Meski demikian, ia mengaku tidak berhak menghalang pribadi-pribadi untuk mendukung siapapun selama tidak mengatasnamakan lembaga atau organisasi.Â
PBNU juga sejak awal sudah menekankan bahwa tidak ada capres-cawapres yang boleh mengatasnamakan NU. Itulah sebabnya, mereka yang terlibat dalam pemenangan pasangan calon (paslon) di Pilpres 2024 harus cuti dari posisi mereka di struktural NU.
Sikap inilah yang dipilih oleh tokoh NU seperti Khofifah Indar Parawansa dan Yenny Wahid. Meski bergabung ke Tim Kampanye Prabowo-Gibran, Khofifah Indar Parawansa tidak mengarahkan Nahdyilin ke pasangan ini.Â
Begitupun, Yenny Wahid yang meski bergabung ke Tim Pemenangan Ganjar-Mahfud, tetapi ia juga menegaskan netralitas NU. Dengan demikian, PBNU secara kelembagaan memilih bersikap netral dalam Pilpres 2024.Â
Muhaimin Iskandar sendiri yang merupakan cucu pendiri NU juga tidak pernah memberikan tekanan kepada warga NU untuk memilih dirinya yang berpasangan dengan Anies Baswedan. Ia justru menekankan bahwa NU harus menjaga sikap berpolitik netral.
Sejak Muktamar ke-27 di Situbondo, Jawa Timur ditetapkan bahwa NU kembali ke khittah 1926 yakni sebagai organisasi agama dan kemasyarakatan dan bukan sebagai partai politik.Â
Sebagaimana kita ketahui, saat berbentuk parpol, prestasi terbaik NU adalah memenangkan Pemilu 1955 bersama PNI, Masyumi dan PKI. Ketika itu NU menempati urutan ketiga peraih suara terbanyak yaitu 18,4% dari keseluruhan suara atau sekitar 7 juta suara.
Ke Mana Suara PWNU Jawa Timur?
Sebelum deklarasi pasangan Anies-Muhaimin, survei terhadap Nahdliyin (warga NU) di Jawa Timur menghasilkan data bahwa mereka tidak menjadikan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sebagai pilihan utama dalam Pilpres 2024 ini.
Beberapa lembaga survei dimaksud seperti LSI Denny JA menemukan data bahwa Nahdliyin lebih memfavoritkan PDIP, sedangkan PKB menjadi pilihan ketiga mereka setelah Gerindra.
Begitupun hasil survei Litbang Kompas pada Mei 2023 yang menunjukkan bahwa PDIP menjadi partai yang paling banyak dipilih Nahdliyin di Jawa Timur disusul Gerindra, Demokrat, lalu PKB dan terakhir Golkar.
Meski sudah ada hasil survei tentang pilihan politik warga NU, tetapi Pengurus Wilayah NU (PWNU) Jawa Timur tetap berpendirian sama dengan PBNU. Mereka menegaskan tidak memiliki kapasitas mengarahkan kaum Nahdiyin non-struktural ke pasangan capres-cawapres tertentu.
Bagi penulis, tidak mengherankan jika warga dan tokoh NU menjadi rebutan dalam setiap perhelatan Pilpres. NU adalah organisasi massa umat Islam terbesar di Indonesia.Â
Saat berbentuk partai politik, ormas ini pernah memenangkan Pemilu 1955. Tokoh-tokohnya pun banyak berperan penting sejak masa-masa negara ini dirintis.Â
Dalam sejarah pemilihan presiden (pilpres) di Indonesia, beberapa tokoh NU juga pernah "digaet" menjadi calon wakil presiden (cawapres) dan terpilih menjadi wakil presiden seperti Hasyim Muzadi, Hamzah HAZ dan Ma'ruf Amin.
Akankah Muhaimin Iskandar mengulangi kesuksesan tokoh-tokoh NU sebelumnya? Tentu ini masih menjadi tanda tanya besar, sebab meskipun ia lahir dari rahim NU dan merupakan cucu pendiri NU tetapi ia lebih identik dengan PKB daripada NU. Mungkin inilah sebabnya, dukungan Nahdliyin, terutama di Jawa Timur tidak bulat ke PKB.
Terbaru: Kata Pakar tentang NU yang Terbelah
Analisa menarik dikemukakan oleh Guru Besar Universitas Airlangga (Unair), Prof. Henri Subiakto sebagaimana dikutip Fajar dari aplikasi X @henrysubiakto (18/1/2024).Â
Menurutnya, warga NU terpecah menjadi tiga pada Pilpres 2024 sesuai dengan jumlah pasangan calon. Mereka yang fanatik dengan PKB otomatis mengikut pada Muhaimin Iskandar yang berpasangan dengan Anies Baswedan. Bagi yang taat ke struktural bisa ikut PBNU ke Prabowo-Gibran dengan pura-pura netral.Â
Terakhir, mereka yang menjunjung tinggi kultural dan lebih rasional akan mendukung Ganjar-Mahfud. Dengan demikian, menurutnya siapapun nanti yang akan terpilih tetap ada warga NU yang akan membela mereka.
Penelusuran penulis ke beberapa sumber, memang tidak ada paslon tanpa tokoh NU sebagai tim sukses mereka. Meski demikian, jika dikalkulasi sebagian besar mereka berada di barisan Prabowo-Gibran termasuk tokoh-tokoh tenar seperti Habib Muhammad Luthfi bin Yahya, Ali Masykur Musa, hingga Nusron Wahid.Â
Apakah ini ada hubungannya dengan Jokowi Efec yang pernah dikemukakan oleh salah seorang pengamat? Perlu ada ulasan khusus tentang ini sebelum disimpulkan, yang jelas jumlah tokoh NU di barisan paslon belum tentu berbanding lurus dengan pilihan warga NU secara umum.Â
Setidaknya inilah yang terlihat pada survei Litbang Kompas yang justru menghasilkan data bahwa warga NU lebih memilih memberikan suaranya pada pasangan Ganjar-Mahfud. Mereka inilah yang oleh Guru Besar Unair, Prof. Henry Subiakto disebut sebagai pemilih kultural dan rasional.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI