Sayangnya, meski Majelis Umum PBB sepakat menekan kedua pihak untuk melakukan gencatan senjata, tetapi mereka tetap bergeming dan melanjutkan perang terbuka. Akibatnya korban jiwa dari warga sipil masih terus berjatuhan terutama penduduk sipil di Jalur Gaza yang hingga pekan ketujuh telah menewaskan lebih dari 13.000 jiwa dan lebih dari 100.000 mengungsi ke negara tetangga Palestina, terutama Mesir dan Yordania.
Bagaimana peran AS dalam konlik Israel-Hamas pada tahun 2023 ini? Meski tidak pernah menunjukkan sikap tegas bahkan menolak voting di Majelis Umum PBB, Presiden Joe Biden beberapa kali mengingatkan Israel agar tidak menjadikan warga sipil dan rumah sakit sebagai target. AS juga berperan mendesak Israel untuk melakukan gencatan senjata jangka pendek untuk memberikan kesempatan bantuan kemanusiaan masuk ke Gaza. Itulah sebabnya, Joe Biden menyebutnya sebagai "Jeda Kemanusiaan".
Hambatan: Veto di Dewan Keamanan dan Non-Binding Majelis Umum
Dengan demikian, PBB sesungguhnya tidak pernah diam menyaksikan konflik dan pertumpahan darah di Palestina. Telah banyak resolusi yang dikeluarkan dan sidang yang digelar. Di antara kendala utamanya adalah resolusi-resolusi itu sering mentah setelah diveto oleh sekutu utama Israel di Dewan Keamanan (DK) PBB yaitu Amerika Serikat (AS). Negara adidaya ini diketahui telah melakukan 41 veto untuk mendukung Israel.
Sekadar diketahui, meski sebuah resolusi didukung oleh mayoritas anggota DK, tetapi jika diveto oleh satu saja negara anggota tetap maka resolusi itu dinyatakan tidak berlaku. Bisa dikatakan hanya satu resolusi di mana AS tidak melakukan veto melainkan bersikap abstain yaitu resolusi No. 2334 Tahun 2016 tentang pemukiman Israel di Tepi Barat dan Yerusalem Timur. Tetapi secara umum, resolusi-resolusi DK PBB terkait Israel tidak berhasil ditegakkan bahkan tidak jarang berhenti di tengah jalan, karena veto AS. Anggota tetap DK PBB lainnya adalah Inggris, Prancis, Rusia dan China. Meski demikian, berdasarkan lintasan sejarah di atas, AS tidak benar-benar full mensupport sekutunya, Israel. Setidaknya dua kali AS tidak memveto rancangan resolusi sehingga resolusi itu menjadi legal dan mengikat (legal-binding).
Adapun jika yang yang bersidang adalah Majelis Umum maka mekanismenya meskipun mayoritas anggota setuju dan tidak mengenal veto, tetapi dalam pelaksanaannya Majelis Umum tidak mempunyai kekuatan mengikat untuk memberikan sanksi kepada Israel jika tetap melanggar (non-binding). Meski demikian, sidang majelis umum seperti yang terjadi pada tahun 2023 ini telah berhasil menggiring opini internasional bahwa Israel telah melakukan tindakan melanggar kemanusiaan di Palestina, khususnya di Gaza. Adapun tindakan hukum terhadap Israel tentu bukan wewenang Majelis Umum atau bahkan Dewan Keamanan PBB, sebab ada lembaga internasional lainnya yang berkompeten untuk hal tersebut, dalam hal ini adalah Mahkamah Internasional (International Criminal Court/ICC).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H