Dua tokoh tertinggi Hamas yang dibunuh oleh Israel pada tahun 2004 adalah pendiri Hamas, Syekh Ahmad Yassin dan Abdulaziz al-Rantissi. Syekh Ahmad Yassin syahid pada 22 Maret 2004 saat sedang dalam perjalanan ke masjid untuk menunaikan shalat Subuh. Tubuhnya yang renta di atas kursi roda diserang dengan roket dari helikopter Apache milik Israel. Tidak sampai sebulan kemudian, Abdulaziz al-Rantissi yang menggantikan Syekh Ahmad Yassin juga syahid oleh serangan udara Israel pada 17 April 2004.
Hamas Menang Pemilu Palestina (2006)
Tidak sampai dua tahun pasca pembunuhan terhadap dua tokoh tertinggi Hamas, gerakan perjuangan yang sudah beralih menjadi gerakan politik ini berhasil memenangkan Pemilu Legislatif di Palestina (2006). Kemenangan ini disusul dengan dipilihnya tokoh penting Hamas, Ismail Haniyyah sebagai Perdana Menteri.
Konflik Tahun 2008-2009
Konflik antara tahun 2008-2009 ini juga merupakan konflik Israel-Hamas yang terjadi dua tahun pasca Hamas memenangkan Pemilu di Palestina tahun 2006. Sama dengan konflik 2023, Israel beralasan bahwa Operasi Cast Lead yang mereka gelar sejak 27 Desember 2008 hanya membalas tembakan roket dari Gaza dan Hamas. Diketahui bahwa selain itu, Hamas juga dibantu oleh Jihad Islam Palestina yang bertanggung jawab terhadap tiga atau lima roket yang menghantam kota Galilea di Israel Utara. Israel menyerang Hamas dengan tuduhan terorisme, sehingga mereka juga melobi Negara Barat agar tidak memberi bantuan kepada Hamas.
Israel cenderung meningkatkan serangannya dalam apa yang mereka sebut juga sebagai Operasi Oferet Yetsuka (27 Desember 2008-20 Januari 2009). Pada periode hampir sebulan itu dunia kembali dikejutkan oleh pemboman Israel dari udara di Jalur Gaza. Kali ini Israel juga meluncurkan sejumlah roket ke wilayah yang dikuasai Hamas di Gaza. Akibatnya jatuh banyak korban dari warga sipil meskipun menurut Israel tujuan serangan ini untuk melumpuhkan Hamas. Itulah sebabnya, Israel juga memblokade Jalur Gaza termasuk melarang masuk segala jenis bantuan. Akibat serangan selama 22 hari itu sebanyak total 1.434 warga Gaza tewas termasuk 960 dari kalangan sipil (termasuk anak-anak dan wanita) dan 235 pejuang Hamas. Sementara korban luka-luka mencapai 5.380 di pihak Palestina dan  518 di pihak Israel. Kematian warga Palestina karena serangan Israel di periode ini sekaligus merupakan yang tertinggi jumlahnya dibanding agresi-agresi sebelumnya. Adapun warga Israel yang tewas sejumlah 13 orang termasuk enam tentara Israel.
Sama halnya dengan agresi tahun 2023 ini, serangan Israel saat itu juga memicu protes dan kutukan dari dunia internasional, terutama dari negara-negara mayoritas Muslim. Bahkan lembaga hak asasi manusia di Israel pun ikut mengecam tindakan Israel tersebut. Begitupun para pembela hak asasi manusia internasional yang menyebut agresi Israel ini adalah kejahatan perang. Terlebih lagi sesuai pengakuan Israel sendiri, mereka telah menggunakan bom fosfor putih yang telah dilarang secara internasional. Diketahui bom jenis ini akan menimbulkan luka bakar yang parah bagi korban yang terkena.
Serangan membabi buta Israel pada tahun 2008 itu juga telah mengakibatkan kehancuran bangunan seperti rumah, masjid bahkan kantor bantuan PBB dan infrastruktur lainnya. Belum lagi sebanyak 6.000 kepala keluarga mengalami kehancuran rumah ringan, dan 10.000 kepala keluarga mengalami kehancuran rumah parah.
Begitu dahsyatnya dampak agresi Israel ini sehingga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Organisasi Konferensi Islam (OKI) menyebut agresi dan blokade Israel sebagai kejahatan perang. Dewan Keamanan (DK) PBB bahkan mengeluarkan resolusi No. 1860/2009 yang menyerukan kedua pihak (Israel dan Hamas) menyetujui gencatan senjata. Resolusi juga mensyaratkan pengakuan Gaza sebagai bagian dari Palestina. Meski demikian, Amerika Serikat (AS) memveto resolusi itu sehingga Israel pun tidak tunduk pada resolusi. Hamas pun tidak pernah meminta untuk melakukan gencatan senjata.
Blokade dan Perjanjian Damai (2010)