Mohon tunggu...
Agussalim Ibnu Hamzah
Agussalim Ibnu Hamzah Mohon Tunggu... Penulis - Historia Magistra Vitae

Mengajar sambil belajar menulis beragam tema (sejarah, pendidikan, agama, sosial, politik, hingga kisah-kisah inspiratif). Menerbitkan sejumlah buku tunggal atau antologi bersama beberapa komunitas seperti AGUPENA, SATUPENA, MEDIA GURU, KMO, SYAHADAH, AGSI dan SAMISANOV.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tiga Saelan Bersaudara: Inspirasi Kepahlawanan Lintas Zaman

10 November 2023   13:23 Diperbarui: 10 November 2023   13:35 558
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Maulwi (memegang bola) saat membela Timnas Indonesia di ajang internasional (cnnindonesia)
Maulwi (memegang bola) saat membela Timnas Indonesia di ajang internasional (cnnindonesia)

Di masa-masa akhir hidupnya, di saat ia terbaring sakit dengan alat perekam jantung, ia masih sempat menyaksikan pertandingan uji coba Indonesia vs Malaysia yang berakhir dengan kemenangan telak Indonesia (3) atas Malaysia (0).

Selain sepak bola, kecintaan kepada pendidikan dari sang ayah yang merupakan pendiri sekolah Taman Siswa di Makassar juga menitis ke Maulwi. Ia pun mendirikan yayasan yang bergerak di bidang pendidikan yang bernama Yayasan Al-Azhar Syifa Budi, Jakarta. Di masjid dalam kawasan sekolah ini pulalah ia dishalatkan setelah wafat untuk selanjutnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata (2016). Penjaga NKRI, Bung Karno dan PSSI ini wafat dalam usia 90 tahun.

Elly Saelan: Setia Mendampingi Sang Panglima di Masa Penuh Gejolak dan Masa Damai

Elly Saelan merupakan adik dari Emmy Saelan dan Maulwi Saelan. Di masa Indonesia telah aman dari gangguan dan pendudukan Belanda, Elly menempuh pendidikan di Yogyakarta. Ia mengikuti jejak sang kakak menjadi olahragawan handal. Di Yogyakarta inilah ia bertemu dan menikah dengan seorang prajurit pilihan, juga dari Tanah Sulawesi. 

Seorang pemuda bangsawan tinggi dari Bumi Arung Palakka bernama Andi Muhammad Yusuf Amir. Pemuda ini adalah putra dari Andi Tappu Amir Arung Kajuara dan Petta Bunga. Kedua orang tuanya merupakan cicit Raja Bone XXIV La Mappatunru To Appasessu (1812-1823). Meski seorang bangsawan tinggi dari salah satu kerajaan terbesar di Nusantara, ia lebih suka dipanggil M. Yusuf. Elly Saelan dan M. Yusuf menjalin ikatan rumah tangga pada paruh pertama tahun 1954.

Elly Saelan hadir mendampingi suami di masa-masa penugasan dan konflik dengan tanggung jawab keamanan di Indonesia bagian Timur. Sebuah tugas yang tentu membutuhkan dukungan seorang istri di sampingnya. 

Di antara konflik yang harus diselesaikan oleh sang suami di saat pernikahan mereka belum genap berusia lima tahun adalah pemberontakan Permesta, di mana ia pernah pura-pura bergabung untuk mengetahui gerakan mereka. Permesta baru mengetahuinya ketika M. Yusuf diangkat sebagai Panglima Kodam Sulawesi Selatan dan Tenggara pada Mei 1958 dan berbalik menumpas Permesta. Selanjutnya, pada Oktober 1959, M. Yusuf dimutasi untuk menjabat Panglima Kodam XIV/Hasanuddin.

Enam tahun pasca pengangkatannya sebagai Panglima Kodam XIV/Hasanuddin, Elly Saelan masih harus menyaksikan sang suami berhadap-hadapan dengan mantan komandannya sekaligus sahabat seperjuangan di Yogyakarta masa revolusi, yakni Kahar Muzakkar. Komandannya di Batalyon TRI Persiapan Sulawesi (TRIPS) ini memilih jalur berlawanan dengan pemerintah dengan melakukan pemberontakan.

Elly Saelan menyaksikan sang suami menghadapi dilema saat diminta menjadi negosiator dengan mantan komandannya untuk kembali ke pangkuan NKRI. Tetapi apa daya sang mantan komandan tegas menolak. Akibatnya sebuah operasi penumpasan digelar dan dipimpin langsung olehnya. Mantan komandannya di TRIPS ini dinyatakan tertembak pada 3 Pebruari 1965.

Hanya berselang tujuh bulan kemudian, Elly Saelan juga mendampingi suami saat ia menjadi salah satu perwira tinggi di barisan Jenderal Suharto untuk menangani pemberontakan G30S/PKI. Termasuk saat-saat krusial menjelang keluarnya Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) di mana sang suami yang saat itu berpangkat Brigadir Jenderal menjadi salah satu perwira kunci dan saksi atas keluarnya mandat Presiden Sukarno kepada atasan suaminya, Letnan Jenderal Suharto.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun