Badan Keamanan Rakyat (BKR)
Pasca kemerdekaan, Sukarno yang telah terpilih menjadi Presiden melalui rapat PPKI tanggal 18 Agustus 1945 menolak pembentukan tentara. Alasannya untuk menghindari terjadinya bentrokan dengan tentara Jepang yang masih ada di Indonesia. Berdasarkan rapat PPKI 22 Agustus, maka pada 23 Agustus 1945 Presiden Sukarno mengumumkan berdirinya tiga badan baru yaitu Komite Nasional Indonesia (KNI), Partai Nasional Indonesia (PNI), dan Badan Keamanan Rakyat (BKR). BKR inilah yang berfungsi menjaga keamanan umum di daerah-daerah di bawah koordinasi KNI Daerah.
Meskipun banyak kalangan terutama pemuda yang kecewa karena tidak dibentuknya tentara, namun banyak pula di antara mereka terutama bekas Heiho dan Peta yang segera membentuk BKR di daerah masing-masing. Begitupun pemuda bekas Peta di Jakarta segera mengorganisasikan diri membentuk BKR Pusat. Awalnya mereka menunjuk Mr. Kasman Singodimejo memimpin BKR Pusat. Tetapi bekas Daidancu Peta ini diangkat menjadi Ketua KNIP sehingga posisinya digantikan oleh Kaprawi (Ketua Umum), Abdul Latif Hendraningrat (Ketua II) dibantu oleh Arifin Abdurrahman, Mahmud dan Zulkifli Lubis. Adapun di antara pimpinan BKR di daerah adalah Drg. Mustopo (Jawa Timur), Sudirman (Jawa Tengah), dan Aruji Kartawinata (Jawa Barat).
Meskipun BKR telah terbentuk dan terorganisir dari pusat hingga daerah, masih banyak pemuda yang tetap menginginkan segera dibentuknya tentara. Mereka mencoba mengusulkan kembali kepada Presiden Sukarno tetapi lagi-lagi ditolak. Akibatnya mereka kemudian membentuk Komite van Aksi yang bermarkas di Jl. Menteng 31. Di antara pemimpin komite ini adalah Adam Malik, Sukarni, Chairul Saleh, dan Maruto Nitimiharjo.
Tentara Keamanan Rakyat (TKR)
Pemerintah baru menyadari pentingnya sebuah tentara reguler setelah menyaksikan provokasi-provokasi dari pasukan Belanda dan Sekutu yang telah dibebaskan dari tawanan Jepang. Tugas membentuk tentara nasional ini diserahkan kepada pensiunan Mayor KNIL Urip Sumoharjo. Maka pada 5 Oktober 1945 pemerintah mengeluarkan maklumat pembentukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dengan Supriyadi sebagai pimpinan. Berhubung bekas Daidancu Peta Blitar ini tidak pernah menempati posnya, atas prakarsa Markas Tertinggi TKR diadakan pemilihan Pemimpin Tertinggi TKR. Ternyata yang terpilih adalah Kolonel Sudirman (Komandan Divisi V/Banyumas) yang kemudian dilantik menjadi Panglima Besar TKR dengan pangkat Jenderal, sedangkan Urip Sumoharjo tetap menduduki jabatan lamanya sebagai Kepala Staf Umum TKR dengan pangkat Letnan Jenderal.
Meski telah terbentuk tentara nasional, badan-badan perjuangan pada 10 November 1945 tetap menggelar Kongres Pemuda yang dipimpin oleh Chairul Saleh dan Sukarni. Kongres di Yogyakarta ini diikuti oleh 332 utusan dari 30 organisasi pemuda di seluruh Indonesia. Meskipun saat kongres itu ada dua kubu yang bersaing tetapi berhasil membentuk Badan Kongres Pemuda Indonesia (BKMI).
Tentara Republik Indonesia (TRI)
Nama TKR bertahan hingga akhir tahun 1945, hingga berganti nama menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI) pada awal Januari 1946. Sementara itu badan-badan perjuangan yang telah dibentuk dan menggelar kongres saat tentara nasional masih bernama TKR ditampung dalam wadah Biro Perjuangan dalam Kementerian Pertahanan.
Tentara Nasional Indonesia (TNI)