Mohon tunggu...
Agussalim Ibnu Hamzah
Agussalim Ibnu Hamzah Mohon Tunggu... Penulis - Historia Magistra Vitae

Mengajar sambil belajar menulis beragam tema (sejarah, pendidikan, agama, sosial, politik, hingga kisah-kisah inspiratif). Menerbitkan sejumlah buku tunggal atau antologi bersama beberapa komunitas seperti AGUPENA, SATUPENA, MEDIA GURU, KMO, SYAHADAH, AGSI dan SAMISANOV.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tentara Nasional Indonesia: Cikal Bakal, Metamorfosis dan Integrasi

7 Oktober 2023   14:27 Diperbarui: 7 Oktober 2023   14:33 451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anggota Keibodan (Sumber: Sindonews) 

Pengorganisasian badan-badan semi militer pada masa pendudukan Jepang semakin gencar memasuki tahun 1944, sehubungan dengan makin gentingnya perang melawan Sekutu. Maka selain Seinendan dan Keibodan, pemerintah pendudukan Jepang juga membentuk Suishintai (Barisan Pelopor), Jibakutai (Barisan Berani Mati), Hizbullah (Barisan Pemuda Islam), Gakutotai (Korps Pelajar), dan Fujinkai (Perkumpulan Wanita).

Anggota Keibodan (Sumber: Sindonews) 
Anggota Keibodan (Sumber: Sindonews) 

Heiho dan Peta

Lalu bagaimana dengan organisasi kepemudaan militer zaman pendudukan Jepang? Sejak April 1943 Jepang sudah mengumumkan pembentukan Heiho sebagai pembantu prajurit Jepang. Anggota badan ini langsung ditempatkan di dalam kesatuan tentara Jepang, baik Angkatan Darat maupun Angkatan Laut. Syarat pemuda yang bisa masuk Heiho adalah berbadan sehat, berkelakuan baik dan berusia antara 18-25 tahun dengan pendidikan paling rendah sekolah dasar. Jumlah anggotanya sejak terbentuk hingga akhir pendudukan Jepang diperkirakan sebanyak 42.000 orang. Anggota Heiho yang ditugaskan bersama dengan tentara Jepang inilah yang memiliki pengalaman memegang senjata anti pesawat, tank, artileri medan, pengemudi dan lain-lain. Meski demikian, tidak ada di antara anggota Heiho ini yang menjadi perwira, sebab hanya tentara Jepang yang dapat menjadi perwira.

Selain Heiho, dibentuk pula Peta (Pembela Tanah Air) pada 3 Oktober 1943. Banyak pemuda yang sudah berpendidikan menengah bergabung dengan Peta termasuk yang pernah bergabung dengan Seinendan. Berbeda dengan Heiho yang anggotanya tidak bisa menjadi perwira, anggota Peta memiliki jenjang kepangkatan yaitu Giyuhei (prajurit sukarela), Bundancu (Komandan Regu), Shudancu (Komandan Peleton), Cudancu (Komandan Kompi), dan Daidancu (Komandan Batalyon).

Ada banyak motivasi tokoh-tokoh dan pemuda Indonesia mau bergabung dengan Peta. Ada yang sekadar ingin mencari nafkah atau pekerjaan yang layak, ingin terhindar dari kecurigaan Jepang karena mereka dulunya bekerja pada Belanda, atau diperintahkan oleh atasannya. Ada pula yang termotivasi ingin membantu Jepang memenangkan Perang Pasifik karena dengan demikian Indonesia bisa merdeka. Ada juga yang percaya ramalan Joyoboyo bahwa Jepang suatu saat akan meninggalkan Indonesia sehingga dibutuhkan tentara untuk membela tanah air sendiri.

Dibandingkan Heiho, anggota Peta dibekali jiwa kepemimpinan dalam lembaga Korps Pendidikan Pemimpin Tentara Sukarela Pembela Tanah Air di Bogor. Setelah menyelesaikan pendidikannya, mereka akan ditempatkan ke daidan-daidan (batalyon) yang berjumlah 66 dan tersebar di Jawa-Madura dan Bali.

Tentara Peta (Kompas.com)
Tentara Peta (Kompas.com)

Metamorfosis TNI Masa Mempertahankan Kemerdekaan

Meski telah berusaha sekuat tenaga dan berbagai macam cara termasuk pengerahan pemuda melalui organisasi semi militer dan militer, Jepang tak mampu memenangkan Perang Pasifik. Satu persatu wilayah yang dikuasai lepas ke tangan Sekutu, hingga Jepang terpaksa menyerah tanpa syarat setelah dua bom atom masing-masing menghancurkan kota Hiroshima dan Nagasaki.

Penyerahan diri Jepang dimanfaatkan oleh para pemuda untuk mendesak pemimpin-pemimpin politik (golongan tua), dalam hal ini Sukarno dan Moh. Hatta untuk segera memproklamasikan kemerdekaan lepas dari pengaruh Jepang. Keduanya masing-masing adalah Ketua dan Wakil Ketua PPKI yang ingin membicarakan rencana proklamasi melalui rapat PPKI. Golongan pemuda menolak sehingga memicu terjadinya penculikan pada keduanya yang dikenal sebagai Peristiwa Rengasdengklok. Di antara tokoh yang berperan dalam Peristiwa Rengasdengklok adalah Sukarni dan Abdul Latif Hendraningrat yang merupakan alumni Seinendan dan kemudian Peta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun