Mohon tunggu...
Agussalim Ibnu Hamzah
Agussalim Ibnu Hamzah Mohon Tunggu... Penulis - Historia Magistra Vitae

Mengajar sambil belajar menulis beragam tema (sejarah, pendidikan, agama, sosial, politik, hingga kisah-kisah inspiratif). Menerbitkan sejumlah buku tunggal atau antologi bersama beberapa komunitas seperti AGUPENA, SATUPENA, MEDIA GURU, KMO, SYAHADAH, AGSI dan SAMISANOV.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

RW Monginsidi: Guru Muda, Pemimpin Laskar, Dieksekusi di Awal September

14 September 2023   08:22 Diperbarui: 14 September 2023   08:58 535
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
RW Monginsidi semasa perjuangan (Buku SOB, 11 Desember 1949)

Foto Peti jenazah yang berselubung merah putih (dikutip dalam film Tapak-Tapak Kaki Monginsidi, 1982) 
Foto Peti jenazah yang berselubung merah putih (dikutip dalam film Tapak-Tapak Kaki Monginsidi, 1982) 

Kalimat "Setia Hingga Akhir" Warisan untuk TNI

"Setia Hingga Akhir" hingga kini menjadi motto TNI khususnya Kodam XIV Hasanuddin. Tulisan "setia hingga akhir dalam keyakinan" ditemukan di dinding tahanan Wolter. Ada juga yang menyebutkan tertulis dalam secarik kertas yang terselip dalam kitab Injil yang dipegangnya saat dieksekusi. Hal ini sebagaimana digambarkan dalam film Tapak-Tapak Kaki Monginsidi. Diperlihatkan Wolter meminta secarik kertas dan pulpen sebelum dieksekusi untuk menuliskan kalimat "Setia hingga akhir dalam keyakinan." Kertas itu lalu diselipkan dalam kitab Injil yang dipegangnya hingga tubuhnya terkulai di hadapan regu penembak.

Permohonan Maaf pada Ayahanda dan Pesan untuk Adik Tercinta

Selain kalimat "Setia hingga akhir dalam keyakinan", sebelum dieksekusi Wolter juga sempat menuliskan surat untuk ayah dan adiknya. Untuk ayahnya Wolter menulis, "Ayahku yang kucinta: "Ampunkanlah segala kesalahan saya, tugas saya belum selesai tetapi Tuhan telah memanggilku...Saya mengerti betul kesusahan Bapak, tetapi biarlah ini dipandang sebagai pengorbanan untuk bangsa." (Makassar, 3 September 1949).

Sedangkan untuk adiknya tercinta, Wolter menitip pesan: "Adikku Marie, Saya Kakakmu, meninggalkan surat ini buatmu :...Hanya ini yang Saya bisa sebut di sini; Jangan takut melihat waktu yang akan datang. Saya telah turut membersihkan jalan bagi kalian, walaupun tenagaku belum semua dikeluarkan....Jangan berhenti menuntut ilmu, pun dengan keteguhan keyakinan pada Tuhan, berihtiar dengan segala usaha....Kalau jatuh 9x bangunlah 10x; jika tidak bisa bangun maka berusahalah untuk duduk. Tuhan menyertai engkau adikku. Kakakmu, Bote" (Makassar, 3 September 1949).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun