Muharam adalah salah satu bulan yang sangat dimuliakan dalam Islam. Banyak peristiwa besar di bulan ini seperti diterimanya tobat Nabi Adam as, berlabuhnya bahtera Nabi Nuh as, diselamatkannya Nabi Ibrahim as dari pembakaran Raja Namrudz, disembuhkannya Nabi Yakub as dari penyakit butanya, dibebaskannya Nabi Yusuf dari penjara Mesir, diampuninya Nabi Daud as, diselamatkannya Nabi Yunus as dari perut ikan paus, disembuhkannya Nabi Ayub as dari penyakitnya, diselamatkannya Nabi Musa as dari kejaran Firaun, dan diangkatnya Nabi Isa ke langit.
Mungkin muncul pertanyaan di benak kita: mengapa pada 10 Muharam (As-Syuro) umat Islam tidak merayakannya dengan kebahagiaan? Bukankah rangkaian peristiwa sejarah sebagaimana dituliskan di paragraf sebelumnya bermakna pembebasan bagi para Nabi dan tentu saja menjadi kisah kebahagiaan bagi mereka?
Tulisan kali ini akan mengungkap bahwa memang tidak sepantasnya kita meluapkan kebahagiaan pada tanggal 10 Muharam karena pada tanggal dan bulan yang sama pada tahun 61 H (680 M) telah terjadi prahara atau tragedi berdarah yang tidak akan terlupakan oleh umat Islam. Peristiwa tragis berupa pembantaian terhadap Imam Husain yang kemudian terkenal dalam sejarah sebagai "Tragedi Karbala". Al-Husain bin Ali bin Abi Thalib syahid bersama tiga putranya, enam atau tujuh saudaranya, dan puluhan pengikut beliau.
Simpati Penulis Dunia
Simpati akibat tragedi yang menimpa keturunan Nabi  saw diluapkan dalam berbagai bentuk publikasi baik berupa buku/novel sejarah, film hingga berbagai konten di youtube yang sangat mudah ditemukan. Bahkan seorang novelis Kristen sekalipun bernama George Zaidan mengabadikan prahara berdarah ini dalam karya monumentalnya. Meski ada yang menganggapnya ahistoris tetapi karyanya patut diapresiasi karena mewakili simpati masyarakat non-Muslim terhadap Muslim dunia. Selain di Eropa, novel klasik juga terbit di Malaysia tahun 1982 dengan judul "Peristiwa di Padang Karbala" buah tangan Wan Yusof Hassan.
Selain di Eropa dan Asia, simpati lain penulis dunia terhadap prahara yang mengakibatkan terbunuhnya cucu Nabi Muhammad saw juga lahir di Amerika, tepatnya di Chicago (1994). Judulnya Massacre of Karbala (Maqtal al-Husain). Buku yang ditulis oleh Ali Husain Jalali ini telah diterjemahkan dan diterbitkan oleh Al-Huda tahun 2007 dengan judul "Tragedi 10 Muharam: Tetes Darah, Pemimpin Pemuda Surga".
"Sungguh, aku tidak melihat kematian (hanya sebagai kebebasan semata) tetapi sebagai kebahagiaan, dan hidup bersama orang-orang tak adil tidak lain hanyalah duka cita." Demikian perkataan Imam Husain yang dikutip di bagian depan buku ini.
Simpati terhadap prahara yang mengorbankan keluarga Nabi Muhammad saw seakan tidak pernah usai. Di tahun yang sama dengan ditulisnya Massacre of Karbala, terbit pula "Syuhada Padang Karbala" oleh Mizan (1994). Buku ini merupakan terjemahan dari Silsilah Rawwad Al-Fidaa karya Musa Ash-Shadr yang sebelumnya diterbitkan oleh Ad-Dar Al-Islamiyyah, Beirut, Libanon.