Mohon tunggu...
Agussalim Ibnu Hamzah
Agussalim Ibnu Hamzah Mohon Tunggu... Penulis - Historia Magistra Vitae

Mengajar sambil belajar menulis beragam tema (sejarah, pendidikan, agama, sosial, politik, hingga kisah-kisah inspiratif). Menerbitkan sejumlah buku tunggal atau antologi bersama beberapa komunitas seperti AGUPENA, SATUPENA, MEDIA GURU, KMO, SYAHADAH, AGSI dan SAMISANOV.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kerusuhan di Prancis: Isu Diskriminasi, Sumpah Khadafi, hingga Revolusi

18 Juli 2023   13:27 Diperbarui: 18 Juli 2023   14:32 444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika mau dirunut ke masa yang lebih awal, maka tentu kita semua masih ingat dengan Revolusi Prancis abad ke-18. Rakyat Prancis ketika itu turun ke jalan menyuarakan ketimpangan sosial yang terutama disebabkan oleh diskriminasi yang dilakukan oleh raja dan kaum bangsawan bersama para pendeta. 

Ilustrasi Revolusi Prancis (Kompas.com)
Ilustrasi Revolusi Prancis (Kompas.com)

Mereka yang menjadi korban praktik diskriminasi ini adalah pengusaha kaya (Borjuis), kaum intelektual dan rakyat jelata yang dibebani berbagai macam pajak. Tentu saja yang paling menderita adalah rakyat jelata disebabkan kewajiban membayar pajak yang menekan kehidupan mereka.

Rakyat Prancis yang saat itu diinspirasi oleh beberapa pemikir seperti Montesquie, J.J. Rosseau dan Voltaire juga menuntut penghapusan monarki absolut yang ditengarai menjadi penyebab krisis di negara mereka. 

Sebagai gantinya, mereka menuntut Monarki Konstitusi. Bukan hanya turun ke jalan, mereka juga melakukan penyerangan terhadap tempat-tempat yang dianggap sebagai simbol kesewenangan raja dan para bangsawan. 

Puncaknya pada 14 Juli 1789 mereka melakukan penyerangan terhadap Penjara Bastille yang menjadi simbol absolutisme. Pada penyerangan itu mereka membebaskan para tahanan politik, membunuh para penjaga dan merebut sejumlah amunisi. 

Tidak cukup sampai di situ, mereka juga menyerbu istana raja di Versaille serta sejumlah rumah bangsawan kaya dan menjarah harta mereka. Bahkan yang paling diingat dalam sejarah adalah saat mereka memenggal kepala raja mereka, Louis XVI bersama istrinya Madame Maria Antoinette yang juga ikut berperan menciptakan krisis di Prancis dengan gaya hidupnya yang glamour. 

Keduanya dieksekusi menggunakan Guillotine, alat pemenggal kepala yang telah ada sebelum masa Revolusi Prancis untuk mengeksekusi para terdakwa dengan cepat. 

Alat yang diperkirakan telah mengeksekusi sekitar 40.000 orang pada masa Revolusi Prancis ini terakhir dipergunakan pada 1977.  Guillotine atau gillete kemudian diadopsi menjadi silet dalam bahasa Indonesia. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun