Kesan modernisasi yang penulis tangkap di Sulawesi Tenggara bermula saat mengunjungi keponakan yang bekerja di sebuah pusat olah raga dan kebugaran. Di dalam area yang cukup luas ada beberapa bangunan yang di antaranya berlantai dua. Kesan modernisasi berlanjut saat menyusuri jalan tol Mandonga dan Jembatan Teluk Kendari, jembatan yang konstruksinya sangat mirip dengan jembatan Suramadu. Jadi di dalam kota Kendari kearifan lokal dan modernisasi telah berdiri berdampingan.
Menyusul kota Kendari, tempat berikutnya yang menjadi tujuan utama penulis adalah Morosi---nama kecamatan yang semakin terkenal karena keberadaan perusahaan tambang nikel di wilayahnya. Kawasan pabrik hingga pemukiman penduduk di sekitar perusahaan tambang ini sesungguhnya dibangun di atas bekas empang atau tambak milik masyarakat. Empang atau tambak-tambak ini dahulunya merupakan hutan atau semak belukar yang dibuka terutama oleh para pendatang dari Sulawesi Selatan. Bulukumba menjadi asal utama para petani empang ini.
Kisah kesabaran dan penderitaan para pendatang saat membuka hutan atau semak menjadi empang bukanlah kisah baru, karena banyak di antara mereka merupakan keluarga penulis. Seorang sepupu mengisahkan bagaimana mereka harus makan dalam kelambu, sebab jika tidak mereka akan dikerubungi oleh nyamuk-nyamuk hutan yang besar. Belum lagi terkadang mereka harus berbagi makanan dengan buaya yang menghuni sungai atau rawa dekat empang yang mereka buka.
Para petani empang ini telah berdomisili dan menjadi penduduk di desa-desa di sekitar kawasan pabrik. Banyak pula di antara mereka yang anak atau keluarganya bekerja di perusahaan tambang Morosi. Jadi kehadiran perusahaan tambang di Morosi ini bukan hanya menjadi corong modernisasi tetapi juga membuka lebar pintu pluralisasi yang memang telah lama terbuka sejak kehadiran para pendatang di wilayah ini.
Pluralisasi bukan hanya terjadi secara sosial saja di Morosi tetapi juga secara politik. Pada level pemerintahan terendah yakni tingkat desa, beberapa kali pemilihan kepala desa dimenangkan oleh pendatang. Hal ini dapat menjadi bukti bahwa pluralisasi dan sosialisasi telah berjalan beriringan dengan saudaranya yakni modernisasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H