Mohon tunggu...
Agussalim Ibnu Hamzah
Agussalim Ibnu Hamzah Mohon Tunggu... Penulis - Historia Magistra Vitae

Mengajar sambil belajar menulis beragam tema (sejarah, pendidikan, agama, sosial, politik, hingga kisah-kisah inspiratif). Menerbitkan sejumlah buku tunggal atau antologi bersama beberapa komunitas seperti AGUPENA, SATUPENA, MEDIA GURU, KMO, SYAHADAH, AGSI dan SAMISANOV.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Gantarang: Sejarah dan Misteri Kampung Tua di Puncak Bukit Selayar

18 November 2022   05:34 Diperbarui: 18 November 2022   10:01 2102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Searah jarum jam: kayu cabe sebagai tiang utama penyangga atap, mimbar, gendang dan tiang-tiang masjid (Dok. Pribadi)

Masjid Tua Gantarang Lalang Bata yang berada dalam pagar batu (Dok. Pribadi)
Masjid Tua Gantarang Lalang Bata yang berada dalam pagar batu (Dok. Pribadi)

Secara umum, arsitektur masjid sama dengan masjid-masjid tua di Indonesia yaitu berbentuk segiempat dan beratap tumpang. Masjid Awaluddin sendiri berukuran 9 x 9 m dengan atap dua tingkat. 

Terdapat empat tiang kayu di setiap sisinya sehingga secara keseluruhan berjumlah 16 tiang. Sebuah formasi menarik diperlihatkan oleh kayu-kayu penyanggah atap. Kayu tengah yang jadi dasar formasi berasal dari pohon cabe yang oleh penduduk setempat disebut "lada". 

Selain kayu dari pohon cabe itu, kayu yang juga masih asli sezaman dengan masjid adalah kayu yang dipergunakan pada gendang, hanya kulitnya saja yang sudah mengalami pergantian beberapa kali. Ada pula mimbar yang juga terbuat dari kayu.

Searah jarum jam: kayu cabe sebagai tiang utama penyangga atap, mimbar, gendang dan tiang-tiang masjid (Dok. Pribadi)
Searah jarum jam: kayu cabe sebagai tiang utama penyangga atap, mimbar, gendang dan tiang-tiang masjid (Dok. Pribadi)

Pesan dari Kitab dan Pedang Kuno

Hal menarik lainnya terkait Masjid Tua Awaluddin adalah keberadaan empat kitab berbahasa Arab yang dibaca saat khutbah. Sirajuddin menuturkan bahwa keempat kitab tersebut masing-masing dinamakan "Nurung. Sarrapa, Illaahu, dan Munjil." 

Di antara pesan yang disampaikan dalam kitab itu adalah meskipun kita seorang raja atau penguasa tetapi melakukan kejahatan maka tetap masuk neraka. Sebaliknya, meskipun orang fakir tetapi mengerjakan kebaikan maka akan masuk surga. Pesan berikutnya adalah bahwa pertanggungjawaban di akhirat kelak bersifat sendiri-sendiri.

Hal selanjutnya yang tidak kalah menariknya adalah keberadaan pedang kuno bertuliskan angka 1736 yang menurut Sirajuddin adalah tahun pembuatan pedang itu. Pedang ini biasanya dipegang seperti tongkat saat khatib menyampaikan khutbah. Jika merunut pada daftar Karaeng Gantarang maka pedang ini berasal dari masa Caco Dg. Ma'ruppa (1730-1761).

Nara sumber memperlihatkan angka pada pedang kuno bertuliskan 1736 (Dok. Pribadi)
Nara sumber memperlihatkan angka pada pedang kuno bertuliskan 1736 (Dok. Pribadi)

Masih Misteri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun