Aura kampung tua mulai terasa saat melewati gerbang, sebab di sisi kiri jalan kampung adalah kompleks kuburan tua. Jalan kampung sendiri lebarnya kira-kira satu meter, hanya cukup untuk berpapasan dua orang.Â
Setelah berjalan sepuluhan langkah kami disambut oleh Imam Masjid Tua Gantarang yang sebelumnya sudah dikontak oleh Nur Salam. Imam Masjid bernama Sirajuddin ini yang akan memandu kami menjelajahi kampung.Â
Pemilihan Imam Masjid tentu pilihan tepat karena kedatangan kami sangat terkait dengan keberadaan Masjid Tua Gantarang yang menjadi saksi sebuah proses peng-Islaman sekaligus awal dari islamisasi di Kepulauan Selayar. Tanpa disangka, kami bertemu dengan empat mahasiswa UIN Alauddin yang sedang KKN di wilayah Kecamatan Gantarang. Ditemani oleh adik-adik mahasiswa ini, penjelajahan sejarah dan spiritual makin berkesan.
Kampung Tua Gantarang dibatasi oleh lembah di bagian Utara, Selatan dan Barat serta laut di sebelah Timur dan terletak di ketinggian 275 meter. Luas kampung yang dihuni oleh 39 rumah ini sekitar 4,6 hektar.Â
Adapun arah rumahnya condong Utara-Selatan. Ciri perkampungan tua terlihat dari keberadaan unsur budaya pendukung seperti benteng, masjid tua, lokasi ritual, pola tata ruang bangunan, kompleks makam, meriam dan sebagainya. Sebagai contoh, di samping masjid, masih di dalam pagar batu ada situs "Batu Karaeng" yang oleh Sirajuddin disebut sebagai batu pelantikan bagi para Karaeng yang akan memerintah di Gantarang.
Masjid Tua Awaluddin
Sesuai namanya, masjid ini merupakan salah satu masjid tertua di Sulawesi Selatan. Apalagi masjid ini disebut-sebut didirikan oleh Dato' ri Bandang atau atas permintaannya.Â
Dato ri Bandang adalah satu di antara Dato' Tallua yang menyebarkan Islam secara politik di kalangan raja-raja di Sulawesi Selatan pada abad ke-16. Sirajuddin menuturkan bahwa Dato' ri Bandang yang sebelumnya menyebarkan Islam di Buton kemudian singgah di pantai Timur Selayar.
Selanjutnya dikisahkan bahwa Dato' ri Bandang yang kala itu mendarat di Ngapalohe, bertemu dengan seorang nelayan bernama Pusok yang kemudian di-Islamkan dan dikhitan. Tetapi Pusok ini merasa takut jika dirinya masuk Islam sementara Karaengnya belum, karena itulah ia mengajak Dato' ri Bandang menemui karaengnya. Versi lain menyebut bahwa Dato' ri Bandang yang minta ditunjukkan tempat kediaman Karaeng Gantarang untuk diajak masuk Islam.
Rupanya ajakan Dato' ri Bandang diterima dengan tangan terbuka oleh Karaeng Gantarang yang bernama Pangali Patta Raja (1567-1612). Sebelum meninggalkan pulau tersebut Dato' ri Bandang membangun sebuah masjid. Ada juga versi yang menyebut bahwa masjid didirikan oleh Pangali Patta Raja atas permintaan Dato' ri Bandang.