Mohon tunggu...
Agussalim Ibnu Hamzah
Agussalim Ibnu Hamzah Mohon Tunggu... Penulis - Historia Magistra Vitae

Mengajar sambil belajar menulis beragam tema (sejarah, pendidikan, agama, sosial, politik, hingga kisah-kisah inspiratif). Menerbitkan sejumlah buku tunggal atau antologi bersama beberapa komunitas seperti AGUPENA, SATUPENA, MEDIA GURU, KMO, SYAHADAH, AGSI dan SAMISANOV.

Selanjutnya

Tutup

Makassar Pilihan

Makassar Sukses Gelar Simposium Nasional, Lawatan dan Kongres AGSI

2 Oktober 2022   17:09 Diperbarui: 2 Oktober 2022   17:12 1317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peserta berpose di Kompleks Makam Sultan Hasanuddin. Sumber Foto: Panitia

Menyelenggarakan sebuah agenda nasional yang dihadiri ratusan peserta dari seluruh penjuru negeri tentu bukan hal yang mudah. Bagaimana pula jika tiga kegiatan dirangkaikan sekaligus dalam satu rentang waktu? Tentu membutuhkan sumbangan pikiran, tenaga bahkan dana yang tidak sedikit. 

Solusi-solusi cerdas diharapkan pula akan muncul saat tertumbuk pada suatu tantangan berupa masalah-masalah pelik. Kerja cerdas bukan sekedar kerja keras tentu menjadi sebuah keniscayaan. 

Maka tidak ada tawar-menawar lagi, jiwa petarung untuk berjuang dan siap berkorbanlah yang menjadi suluh semangatnya. Inilah spirit segenap pengurus Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI) terutama panitia lokal di Sulawesi Selatan.

Apakah hanya panitia yang merasakan heroisme pelaksanaan tiga agenda nasional ini? Peserta yang sebagian besar adalah pengurus AGSI seluruh Indonesia tentu harus berkorban pikiran, tenaga dan biaya untuk sampai ke Kota Daeng, Makassar. Memutuskan ikut berpartisipasi atau tidak saja sudah harus dipikirkan sejak awal. 

Jika diputuskan berangkat, maka konsekuensi pertamanya sudah pasti biaya. Bukan hanya kontribusi sebagai peserta tetapi tentu saja dana untuk transportasi hingga ke lokasi. Bisa dibayangkan jika pesertanya datang dari ujung Timur atau ujung Barat Indonesia. 

Belum lagi pasti berimbas pada keluarga dan pekerjaan yang harus ditinggalkan untuk rentang waktu sepekan. Tetapi bagi guru-guru sejarah yang telah membaca banyak kisah perjuangan, ini belum seberapa dibandingkan perjuangan dan pengorbanan para pahlawan bangsa di masa sebelum mereka.

Hasil dari semangat perjuangan dan pengorbanan ini berbuah manis. Setelah sepekan berkegiatan, tiga hajatan nasional berhasil digelar dengan sukses oleh AGSI. Tentu ini sebuah catatan sejarah yang membanggakan bagi sekelas organisasi profesi berbasis mata pelajaran. 

Meskipun ada bantuan dari pemerintah, tetapi sebagian besar dana kegiatan secara swadaya. Luar biasanya lagi, ini adalah simposium nasional keempat dan kongres ketiga. Artinya AGSI sudah pernah melakukan tiga simposium dan dua kongres sebelumnya.

Birokrat, Pakar dan Guru Berkumpul di Simposium Nasional

Lumrahnya sebuah kegiatan berkelas nasional, tentu ada dari kalangan birokrat yang hadir. Mereka bukan hanya memberi sambutan atau membuka kegiatan secara resmi, tetapi sekaligus menjadi keynote speaker. 

Mereka yang hadir saat pembukaan 26 September sekaligus menjadi keynote speaker adalah Dirjend Kebudayaan Kemendikbud (diwakili oleh Kepala BPNB Makassar), Kepala Dinas Pendidikan Sulawesi Selatan dan Presiden AGSI. Menyusul keynote speaker adalah para akademisi, ahli dan peneliti di bidang sejarah, bahkan genetika.

Keynote Speaker berpose bersama perwakilan beberapa propinsi. Sumber Foto: Panitia
Keynote Speaker berpose bersama perwakilan beberapa propinsi. Sumber Foto: Panitia

Rangkaian terakhir dari simposium adalah pemaparan dan pembahasan karya tulis 20 guru yang tampil sebagai pemakalah. Mereka berasal dari berbagai sekolah di Indonesia. 

Selaku pembahas untuk konten karya tulis yang berhubungan dengan pembelajaran sejarah adalah Dr. Bahri (Dosen Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Makassar) sedangkan untuk berkaitan dengan jalur rempah adalah Dr. Suriadi Mappangara (Dosen Sejarah Universitas Hasanuddin). Ia juga sejarawan yang sudah sangat dikenal karena beberapa hasil penelitiannya di bidang sejarah dan publikasinya dalam banyak buku maupun chanel Youtube.

Beberapa Pemakalah berspose dengan pembahas dan moderator. Sumber Foto: Panitia
Beberapa Pemakalah berspose dengan pembahas dan moderator. Sumber Foto: Panitia

Lawatan ke Situs Bersejarah dan Karts Terpanjang di Dunia

Agenda selanjutnya adalah lawatan yang direncanakan selama dua hari ke berbagai situs bersejarah di daerah Kabupaten Gowa, Maros dan Makassar. 

Di Kabupaten Gowa ke Kompleks Makam Arung Palakka, Kompleks Makam Sultan Hasanuddin, Masjid Tua Katangka, dan Museum Ballak Lompoa (Istana Raja Gowa). 

Perjalanan panjang di hari ketiga ini berbuah manis ketika para peserta dari seluruh Indonesia berlabuh di kediaman Ketua DPRD Sulawesi Selatan untuk dijamu makan siang.

Peserta berpose di Kompleks Makam Sultan Hasanuddin. Sumber Foto: Panitia
Peserta berpose di Kompleks Makam Sultan Hasanuddin. Sumber Foto: Panitia

Lawatan dilanjutkan ke Kabupaten Maros pada hari keempat. Lima armada bus dan tujuh minibus mengangkut para peserta dan panitia menuju situs Taman Prasejarah Leang-Leang. 

Di situs ini terdapat dua gua yang menjadi bukti peradaban di masa purba, bahkan ada yang menyebutnya sebagai salah satu bukti peradaban tertua di dunia. 

Setelah Ishoma, rombongan bergerak menyusuri jalan desa di pinggir gugusan karts terpanjang kedua di dunia versi UNESCO. Tidak sampai setengah jam, armada telah terparkir di sebuah villa cantik dan unik milik Prof. Hj. Andi Ima Kesuma. 

Ini kedua kalinya peserta seminar AGSI dijamu oleh Ketua Dewan Pakar AGSI Sulawesi Selatan ini setelah 2018 menjamu peserta Seminar Nasional AGSI Sulsel. Setelah jamuan, peserta didampingi panitia naik perahu menyusuri sungai di kawasan karts Rammang-Rammang.

Peserta menyusuri sungai di kawasan karts Rammang-Rammang. Sumber Foto: Peserta
Peserta menyusuri sungai di kawasan karts Rammang-Rammang. Sumber Foto: Peserta

Gau Maraja dan Fort Rotterdam

Sore menjelang petang armada bergerak meninggalkan Rammang-Rammang kembali ke Makassar, tetapi bukan untuk beristirahat melainkan memenuhi sebuah undangan lagi. Kali ini guru sejarah se Indonesia diundang oleh BPNB Makassar untuk menghadiri festival budaya Gau Maraja di Fort Rotterdam. 

Di benteng yang pernah bernama Ujung Pandang dan "Panynyua" (penyu) ini, peserta disuguhi teatrikal Perang Makassar dan beberapa tarian massal. 

Setelahnya, peserta menyusuri bagian atas dinding benteng yang pernah menjadi saksi Perang Makassar. Mereka juga berkesempatan berfoto termasuk di depan ruangan bekas tahanan Pangeran Diponegoro.

Peserta berpose bersama Kepala BPNB Makassar di Benteng Rotterdam. Sumber Foto: Panitia
Peserta berpose bersama Kepala BPNB Makassar di Benteng Rotterdam. Sumber Foto: Panitia

Kongres Nasional untuk Memilih Presiden AGSI

Kongres merupakan salah satu agenda utama. Acara ini dikendalikan oleh AGSI Center, istilah kami untuk panitia pusat AGSI karena ini memang agenda mereka, hanya saja dipusatkan di Makassar. 

Selaku, panitia lokal kami hanya membackup jika ada hal-hal yang memerlukan sumbangan tenaga. Acara ini dimulai pada sore hari sepulang dari kediaman Ketua DPRD Sulawesi Selatan.

Acara dimulai dengan laporan pertanggungjawaban (LPJ) pengurus pusat AGSI, dilanjutkan pandangan umum pengurus AGSI dari 34 propinsi apakah menerima, menolak atau menerima dengan catatan. Barulah setelah itu pengurus lama dinyatakan demisioner. 

Selanjutnya acara puncak yang dinanti-nanti yaitu pemilihan Presiden yang akan menakhodai AGSI untuk masa kerja tiga tahun berikutnya. Suasana demokratis makin terasa ketika pimpinan sidang mempersilahkan perwakilan setiap propinsi menuliskan satu nama calon presiden. Setelah itu saat yang mendebarkan tiba, yaitu pembacaan calon presiden berdasarkan usulan 34 propinsi. 

Sesuai prediksi ternyata hanya satu nama yang muncul. Sosok itu tidak lain adalah tokoh muda Dr. Sumardiansyah Perdana Kusuma, presiden AGSI periode sebelumnya. Dr. Sumardiansyah juga duduk dalam kepengurusan besar PGRI dan dikenal belakangan ini karena sangat vokal dalam menyuarakan agar Tunjangan Profesi Guru (TPG) tidak dihapuskan.

Presiden terpilih AGSI Dr. Sumardiansyah Perdana Kusuma (celana abu-abu) berpose dengan Ketua-ketua AGSI se-Indonesia
Presiden terpilih AGSI Dr. Sumardiansyah Perdana Kusuma (celana abu-abu) berpose dengan Ketua-ketua AGSI se-Indonesia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Makassar Selengkapnya
Lihat Makassar Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun