Saat pertama kali dibangun benteng ini dinamakan Ujung Pandang. Penamaan ini dikarenakan benteng ini terletak di sebuah "Tanjung" yang dalam bahasa Makassar disebut "Ujung".
Lalu penamaan Pandang karena di sekitar benteng ditumbuhi "Pandan" yang jika mengikut ke dialek Makassar akan disebut "Pandang". Ujung Pandang sekaligus pernah menjadi nama ibukota propinsi Sulawesi Selatan sebelum berganti menjadi Makassar.
Selain Ujung Pandang, benteng ini juga pernah bernama Benteng Pannyua (dialek Makassar untuk menyebut penyu). Penamaan ini disebabkan karena model benteng yang menyerupai seekor penyu yang merayap ke laut.Â
Model benteng seperti ini sesungguhnya mengandung falsafah bahwa orang Makassar dapat bertahan hidup di darat dan di laut sebagaimana seekor penyu. Fakta ini telah terbukti dalam sejarah bagaimana Kerajaan Gowa memegang hegemoni baik di darat dan laut terutama pada abad XVI-XVII.
Lalu bagaimana dengan penamaan Fort Rotterdam? Nama ini diberikan oleh Belanda setelah memenangkan Perang Makassar yang ditandai dengan Perjanjian Bongaya (1667).
Perubahan nama ini sebagai bentuk penghargaan terhadap jasa Cornelis Speelman yang telah memimpin armada Belanda mengalahkan Kerajaan Gowa. Rotterdam adalah kota kelahiran Speelman.Â
Setelah dikuasai Belanda, benteng ini difungsikan sebagai markas komando pertahanan sekaligus pusat perdagangan, pemerintahan dan pemukiman pejabat-pejabat Belanda.
Kisah Tahanan Pangeran Diponegoro hingga Penembakan Para Pemuda
Pangeran Diponegoro adalah musuh Belanda yang dianggap paling merepotkan mereka di Jawa (Perang Jawa, 1825-1830). Diponegoro yang ditangkap melalui skenario licik kemudian dibuang ke Minahasa dan selanjutnya dipindahkan ke Fort Rotterdam sejak 1834 hingga beliau wafat pada 1855.Â
Penulis sendiri pernah diberi kesempatan oleh pengelola untuk memasuki bekas ruang tahanan beliau. Dalam ruang tahanan ini masih ada pembaringan, kursi dan meja yang beliau pakai selama dalam tahanan, juga Al-Quran tulisan tangan beliau.