Mohon tunggu...
Agussalim Ibnu Hamzah
Agussalim Ibnu Hamzah Mohon Tunggu... Penulis - Historia Magistra Vitae

Mengajar sambil belajar menulis beragam tema (sejarah, pendidikan, agama, sosial, politik, hingga kisah-kisah inspiratif). Menerbitkan sejumlah buku tunggal atau antologi bersama beberapa komunitas seperti AGUPENA, SATUPENA, MEDIA GURU, KMO, SYAHADAH, AGSI dan SAMISANOV.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Sejam Bersama Arief Saenong: Panrita, Peneliti, dan Penulis Pinisi

16 September 2022   16:43 Diperbarui: 17 September 2022   09:11 1702
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Muhammad Arief Saenong memperlihatkan salah satu buku tentang Pinisi. Sumber: Dokumen pribadi

Kecintaan dan pengetahuan yang mendalam tentang Pinisi dibuktikan saat ia dipercaya oleh Pustekkom Depdikbud menjadi nara sumber pada pembuatan film dokumenter  tentang Pinisi pada tahun 1992. Ia sekaligus memandu pengambilan gambar untuk film berjudul "Adat Cara Pembuatan Perahu Pinisi" tersebut.

Berselang enam tahun kemudian, ia dipercaya oleh Dinas Pariwisata Kab. Bulukumba untuk menyusun naskah "Sendra Tari Panrita Lopi" yang sempat dipentaskan di TMII Jakarta (24 April 1998).

Buah Tangan Panrita Lopi dalam Operasi Pembebasan Irian Barat

Fakta sejarah ini diungkap oleh. Bapak Arief Saenong sebagaimana juga telah beliau singgung dalam bukunya pada bab Pendahuluan. Beliau bercerita pernah diminta oleh Panglima Operasi Mandala untuk membuat 20 perahu kecil (sejenis sekoci) berukuran 9x2x0,90 meter untuk menunjang operasi Pembebasan Irian Barat. Proyek pembuatan perahu ini melibatkan 20 tukang perahu dan dikoordinir langsung oleh Andi Padulungi (Kepala Distrik/Karaeng Ara). Fakta sejarah ini semakin diperkuat dengan penamaan pantai Ara menjadi pantai Mandala Ria.

Meski kurang sehat, beliau tetap antusias mengisahkan bahwa suatu saat beliau ditemui oleh seorang perwira Operasi Mandala. Perwira ini ditugaskan oleh panglimanya, Mayjend Soeharto agar mencari pembuat perahu yang tidak dapat terdeteksi oleh radar musuh (Belanda).

Perahu ini akan difungsikan sebagai perahu pendarat pasukan. Perahu itu dapat mengangkut 20 prajurit dalam sekali pendaratan. Satu regu TNI ditugaskan mengawasi sekaligus membantu proyek pembuatan perahu dan melaporkan perkembangannya kepada panglima Operasi Mandala. Setelah diselesaikan dalam tempo 19 hari, perahu kemudian diangkut dengan KRI Rajawali ke Irian Barat.

Menolak Penulisan Phinisi

Hal ini dilakukan oleh Bapak Arief Saenong saat diundang menjadi nara sumber dalam sebuah seminar nasional. Ia berkisah bahwa saat itu ada seorang nara sumber yang menulis Pinisi dengan kata Phinisi. 

Beliau yang selama ini telah melakukan riset dan menulis beberapa karya tentang Pinisi spontan menyatakan ketidaksetujuannya. Apalagi saat nara sumber tersebut menjelaskan bahwa penulisan Phinisi adalah agar perahu ini dapat lebih dikenal secara internasional.

Ia menyatakan keberatannya dengan menjelaskan bahwa Pinisi bukan berasal dari bahasa Inggris, tetapi berasal dari bahasa Bugis "panisi" artinya "sisip". Di antara proses pembuatan Pinisi adalah "mappanisi" artinya menyisip atau menyumbat persambungan papan, dinding, dan lantai perahu dengan bahan tertentu agar tidak kemasukan air. 

Beliau bahkan memperagakan proses mappanisi ini dengan media miniatur Pinisi yang ada di ruang tamunya. Ia kemudian menegaskan di forum itu agar tidak melacurkan bahasa daerah apalagi menghilangkan nilai kearifan lokal demi memuaskan publik internasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun