Para panrita lopi di Bulukumba hingga kini masih terus melanjutkan profesinya, bahkan mewariskannya kepada generasi-generasi muda. Mereka dapat ditemukan di Desa Ara dan Desa Tanah Lemo di Kecamatan Bonto Bahari.
Penulis sendiri sering berkunjung ke pusat pembuatan perahu atau kapal di Bonto Bahari ini karena letaknya tidak jauh dari tempat penulis berdomisili. Bahkan penulis terkadang naik ke geladak perahu/kapal Pinisi yang sedang dikerjakan. Beberapa di antaranya membuat penulis tercengang mengetahui harganya yang bisa menembus miliaran rupiah.
Di antara panrita atau punggawa yang pernah terlibat dalam pembuatan Pinisi ada yang memutuskan untuk menuliskannya dalam sebuah karya berbasis riset atau penelitian. Ia menulis naskah berbasis riset pertamanya berjudul "Pinisi Perahu Khas Sulawesi Selatan" diterbitkan pada tahun 2001 oleh Proyek Pembinaan Peninggalan Sejarah Purbakala dan Permuseuman Sulawesi Selatan.
Enam tahun berselang, ia menulis buku berjudul PINISI Paduan Teknologi & Budaya. Diterbitkan pertama kali oleh Dinas Perindustrian Pariwisata Seni Budaya Kabupaten Bulukumba Provinsi Sulawesi Selatan (2007).
Buku ini kemudian dipublikasi secara nasional oleh Penerbit Ombak yang memang berkonsentrasi menerbitkan buku-buku berkonten sejarah dan budaya. Penulis buku referensi terlengkap tentang pinisi ini adalah Muhammad Arief Saenong. Penulis sudah lama mengenal sosoknya tetapi baru berkesempatan berdiskusi lama saat mengunjungi kediaman beliau pada awal 2022 silam.
Kunjungan penulis sehubungan dengan permintaan seorang sahabat di Balai Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Keagamaan Makassar agar menemui beliau.
Selain meminta nomor kontaknya juga membicarakan rencana mengundang beliau menjadi nara sumber. Saat tiba di rumahnya, seorang putrinya mengatakan beliau sedang kurang sehat belakangan ini. Meski demikian, Panrita Pinisi yang usianya telah genap 80 tahun ini bersedia menerima penulis.
Prestasi Menasional
Beliau bernama lengkap Muhammad Arief Saenong. Lahir pada 14 Juni 1942 di Ara, Kabupaten Bulukumba. Pada tahun 1963 ia dipercaya menjadi Guru di sebuah Sekolah Dasar di Tanah Beru (sekarang wilayah Kecamatan Bonto Bahari).Â
Kepada penulis, ia berkisah pernah meninggalkan profesinya sebagai guru demi kecintaannya pada Pinisi. Tetapi karena panggilan jiwanya sebagai pendidik kembali menggugah jiwanya untuk kembali mengabdi. 1970, ia diangkat menjadi Guru di Sekolah Pendidikan Guru (SPG) Negeri Bulukumba pada. Dinas Pendidikan mengapresiasi pengabdian beliau dengan mengangkatnya menjadi Penilik (sekarang pengawas) pada 1991.