Bagaimana dengan Baghdad? Bangsa yang mendiami kota ini tetap saja tidak mengambil pelajaran dari kehancuran pada masa Hulagu. Bangsa ini tidak mengambil hikmah dari apa yang dipesankan oleh Kadihan, ulama muda mereka yang sekaligus guru madrasah.Â
Di episode selanjutnya, mereka bukan hanya berpecah di dalam negeri sendiri antara Sunni dan Syiah, tetapi mereka bertikai dengan sesama bangsa Persia sendiri memperebutkan salah satu nikmat Allah, yaitu minyak. Terjadilah Perang Teluk I Â dan Perang Teluk II yang memancing campur tangan Amerika.Â
Di episode selanjutnya Baghdad kembali hancur karena serangan pasukan multinasional di bawah komando Amerika, setelah dituduh menyembunyikan senjata pemusnah massal, sebagaimana yang pernah kita saksikan bersama di abad ini. Tragisnya, tak ada satu pun negara yang bersimpati dan membela atau mendukung Baghdad.Â
Padahal hasil penyelidikan PBB, Baghdad tidak terbukti memproduksi atau menyembunyikan senjata pemusnah massal. Meski demikian tak ada bangsa yang terang-terangan bersimpati dan mendukung Baghdad persis saat mereka dihancurkan oleh Mongol + tujuh abad sebelumnya.
Semoga pengalaman Baghdad dan pesan Kadihan menjadi renungan kemerdekaan di usia ke-77 tahun. Jangan sampai kita menjadi bangsa yang melupakan nikmat pemberian Sang Pencipta.Â
Lalai beribadah bahkan sebaliknya lebih mencintai dunia dan berfoya-foya di dalamnya. Jangan sampai kita membiarkan dan menganggap biasa perilaku korup dan suap menyuap, apalagi saling bertikai di antara kita sendiri karena perbedaan agama, suku, budaya, ataupun karena perbedaan pandangan dan pilihan politik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H